Sebab Tuhan adalah Roh; dan dimana ada Roh Allah, disitu ada kemerdekaan 2 Korintus 3:17

Minggu, 09 Oktober 2022

Mentalitas Anak Anak Allah

Sebab kamu tidak menerima roh perbudakan yang membuat kamu menjadi takut lagi, tetapi kamu telah menerima Roh yang menjadikan kamu anak Allah. Oleh Roh itu kita berseru: "ya Abba, ya Bapa!" Roh itu bersaksi bersama-sama dengan roh kita, bahwa kita adalah anak-anak Allah. Roma 8:1-16

Dalam kekristenan menyebut TUHAN ALLAH dengan sebutan "Bapa" sebab menerima Roh yang memerdekakan menjadikan kita sebagai anak Allah atau υἱοθεσίας - huiothesias. Kata υἱοθεσίας memiliki pengertian "adopsi ilahi sebagai putra atau diangkat menjadi anak oleh Allah" Dalam status anak angkat Allah, Roh yang tinggal dalam diri kita mengerakkan untuk berseru "ya Abba, ya Bapa!" sehingga kita benar-benar menjadi anak-anak Allah /τέκνα Θεοῦ. Setelah menjadi anak adopsi mengubah cara menyapa Tuhan Allah menjadi Bapa maka Allah menjadikan kita benar-benar menjadi anak-anak Allah. Ada perubahan dalam mental yang mengubah sikap hidup karena TUHAN mengadopsi menjadi anak-anak-Nya. Perubahan mental adalah pembuktian bahwa kita adalah anak-anak dari Bapa yang mengasihi dan menciptakan kita meski ada penafsir mengartikan setelah diadopsi oleh Allah menjadi anak-Nya menunggu kesempurnaan dalam status sebagai anak-anak Allah saat kedatangan Yesus ke-dua dan atau tinggal dalam kerajaan surga.

Alkitab menyingkapkan tabir tentang hubungan orang percaya dengan TUHAN. Umat-Nya bukan hanya diampuni, ditebus lalu dibenarkan melainkan juga diangkat menjadi anak-Nya. Mengangkat umat-Nya menjadi anak-anak Allah adalah rencana-Nya sejak sebelum dunia diciptakan. (Perhatikan Efesus 1:3-5) Dampak diangkat menjadi anak-Nya adalah berhak mendapatkan segala berkat rohani yang ada di dalam surga. Dalam Galatia 4:7 dikatakan "jikalau kamu anak, maka kamu juga adalah ahli-ahli waris, oleh Allah. Berkat jadi anak-anak Allah menjadi ahli waris kerajaan Allah.

Mentalistas anak berbeda dengan mentalitas hamba. Seorang hamba diukur dari kemampuan menyelesaikan pekerjaan yang ditugaskan kepadanya. Produktivitas dalam bekerja menentukan imbalan yang didapat dan kegagalan dalam menyelesaikan tugas pekerjaan berisiko mendapatkan peringatan hingga pemecatan dari tempat kerja. Berbeda dengan status sebagai anak, ia menikmati posisi istimewa dihadapan orangtua. Kegagalan tidak mendatangkan risiko pemecatan hubungan antara anak dan orang tua seperti seorang hamba dengan tuannya.

Pembatalan hubungan sebagai anak TUHAN berdampak hilangnya hak waris kerajaan Allah atau lenyapnya keselamatan dari TUHAN, tetapi apakah seorang anak berubah statusnya dari seorang anak menjadi yang lain? Dalam Injil terdapat perumpamaan anak yang terhilang. (Lukas 15:11-32) Dikisahkan ada seorang bapa memiliki dua orang anak. Yang bungsu meminta bagian harta miliknya lalu menjual semua bagiannya kemudian pergi ke tempat jauh memboroskan harta miliknya dengan hidup berfoya-foya. Kekayaan habis lalu timbul bencana kelaparan menjadikan hidupnya melarat. Bekerjalah anak bungsu dan dapat kerjaan menjaga babi tetapi karena lapar maka hendak makannya ampas yang jadi makanan babi tetapi tidak dapat, lalu sadar bahwa di rumah bapanya orang yang bekerja mendapatkan makanan melimpah sehingga memutuskan pulang ke rumah bapa menjadi seorang upahan. Lalu berangkatlah pulang ke rumah bapa. Sesampainya di rumah bapa, ayahnya berlari mendapatkan dia dan memeluknya. Anak itu berkata bahwa dirinya telah berdosa terhadap surga dan bapa dan tak pantas disebut anak bapa. Ayahnya berkata kepada para hambanya untuk memberikan jubah terbaik dengan segala atributnya lalu memotong anak lembu mengadakan pesta perjamuan makan menyambut anaknya yang kembali dengan sukacita.

Tindakan anak bungsu meminta bagian haknya bukanlah disebabkan mengalami kekurangan tinggal di rumah bapa sebab banyak hamba-hamba yang siap sedia melayani si bungsu. Di rumah bapa segala sesuatu tersedia tetapi yang membuat anak bungsu pergi karena melihat hidup yang menyenangkan jika keluar dari rumah bapa sebab di dalam rumah bapa terdapat peraturan yang dibuat oleh bapa seperti yang dilakukan oleh anak yang sulung pergi bekerja di ladang bapa-nya. Anak bungsu berpikir bahwa di luar yang penuh dengan kebebasan sangat menyenangkan. Jauh dari Bapa maka dapat bebas melakukan apa saja yang disukai hatinya. Tawaran dan godaan keluar dari rumah bapa memang terkadang mengoda. (lihat Mazmur 37:35) Bapa yang bijaksana memberikan sejumlah peraturan kepada anaknya selama tinggal dalam rumah bapa apalagi kalau belum akil akil balig. Dalam rumah BAPA di surga banyak malaikat yang diperbantukan untuk kepentingan anak-anak Allah menjalani kehidupan.

Hidup diluar rumah Bapa yang tidak ada peraturan adalah suatu jerat bagi orang yang tidak berpengalaman. Aneka kesenangan daging, keinginan mata dan tawaran kebebasan dari hukum yang dibuat Bapa adalah tipuan. Segala berkat dan kasih karunia yang disediakan Bapa akan hilang dicuri dan di rampok melalui tipu muslihat yang ada di dunia. Kemelaratan yang kemudian dialami karena kejamnya hidup diluar Bapa adalah anugerah yang dikaruniakan dalam hidup anak bungsu sebab membuat dirinya menyadari betapa diam dalam rumah bapa adalah pilihan terbaik. Mentalitas anak Bapa yang tergoda dengan kehidupan diluar Bapa diperjalanan hidupnya mendatangkan kesadaran bahwa menjadi anak Bapa tinggal di rumah Bapa dengan segala sesuatu yang diatur dan dikendalikan oleh Bapa adalah sesuatu yang baik.

Dalam Kristus kita adalah anak yang dikasihi bukan sekedar hamba. Yang diperlukan datang kembali kepada TUHAN sang Bapa kita mengakui kesalahan kita agar menikmati kasih karunia Bapa penuh kebaikan. Banyak orang berpikir kemurahan dan kebaikan TUHAN diberikan kepada hamba yang berlaku baik dan benar tetapi Yesus dalam perumpamaan menjalaskan anak-anak Bapa surga dapat menikmati kebaikan Bapa jika berada dalam rumah Bapa dengan tinggal bersama dengan-Nya. Anak bungsu itu bukan karena bertobat maka mendapatkan kasih dan kebaikan TUHAN melainkan kasih dan kebaikan TUHAN yang membuat bertobat dan kembali kepada Bapa Yang Baik.

Anak sulung tiba ke rumah dari ladang. Di dekat rumah ia mendengar musik, nyanyian dan tari-tarian lalu memanggil hambanya menanyakan semuanya itu. Maka sulung mengetahui bahwa adiknya pulang kemudian marah. Ayahnya menghampiri dan terjadi percakapan. Anaknya berkata, telah bertahun-tahun melayani bapa dan tidak melanggar perintah bapa tetapi tidak ada seekor anak kambing untuk bersukacita dengan sahabat-sahabatku. Si bungsu yang menghabiskan kekayaan dengan hidup bersama para pelacur, bapa menyembelih anak sapi gemuk. Ayahnya berkata, engkau selalu bersamaku. Apa yang kumiliki adalah kepunyaanmu juga. Wajarlah bersukacita karena adikmu yang telah mati, hidup kembali dan ia yang hilang didapat kembali.

Anak sulung juga memiliki masalah dengan mentalitasnya. Putra sulung memiliki mental seperti orang upahan yang seperti dialami orang yang dibayar. Anak sulung meminta upah tetapi semua milik ayahnya adalah miliknya. Sekalipun tinggal serumah dengan ayahnya tetapi tidak memiliki hubungan batin yang erat, dengan ciri:
  • Anak tertua ingin pergi makan bersama teman-temannya tetapi tidak pernah berani memberi tahu ayahnya yang baik.
  • Anak tertua tidak mengetahui kebaikan dan kemurahan hati ayahnya, jika mengetahui dia akan mengundang teman-temannya untuk bersama-sama menikmati apa yang dimiliki ayahnya.
Tuhan sendiri telah menyatakan bahwa hubungan kita dengan-Nya adalah hubungan ayah dan anak. Seorang anak yang mengenal ayahnya pasti akan merasa aman dan nyaman berada di dekatnya. Bagi kita juga, jika kita benar-benar tahu siapa Bapa kita, maka kita pasti akan bersatu erat dengan-Nya, merasa aman, damai dan tanpa rasa takut/cemas dalam menjalani hidup ini. Tetapi mengapa banyak dari anak-anak Tuhan masih takut, cemas, dan bahkan putus asa? Sama seperti kisah anak sulung, jiwa kita seringkali tidak seperti anak kecil. Hubungan kita dengan Bapa sebatas mengemis dan mengemis, seperti seorang bayaran, tidak memiliki hubungan intim seorang anak dengan ayahnya. Oleh karena itu, kita tidak mengenal Bapa dengan baik dan benar.

Mungkin berpikir sebagai anak anak Tuhan Allah, harus bekerja keras, melakukan ini dan itu, berbuat baik, agar janji Tuhan nyata. Anda salah, itu sikap seorang hamba. Hamba menerima haknya karena ia bekerja, tetapi hamba tidak selamanya tinggal di rumah Bapa. Anak menerima haknya karena statusnya sebagai anak. Anak tidak perlu bekerja keras untuk mendapatkan haknya tetapi seorang anak harus memiliki hubungan dengan Bapa dan hidup dalam peraturan yang dibuat Bapa sebagai tanda mengasihi Bapa yang mengasihi anak-Nya. Jadi Tuhan menjawab doa Anda, memberikan harapan Anda, bukan karena Anda berdoa sambil berpuasa, rajin membaca Alkitab, atau mengikuti semua hukum Alkitab, Tuhan Allah tidak memberi Anda berkat, kesehatan, dan mukjizat karena apa yang Anda lakukan untuk-Nya. Dia memberi Anda semua yang baik, karena Anda adalah anaknya.

Mentalitas seorang anak hanya dapat dibangunkan dengan baik jika kita bersedia menghabiskan waktu dalam hubungan intim dengan Tuhan Bapa kita setiap hari dengan membaca Firman-Nya dan berdoa. Ayah selalu mendambakan hubungan yang dekat dengan kita, hanya saja kita sering terlalu sibuk dengan urusan kita sendiri hingga mengabaikan Bapa yang selalu menunggu kita.

Tuhan Allah menjadikan kita bagian dalam keluarga-Nya. Dia adalah BAPA kita. Jangan samakan DIA dengan ayah yang ada di dunia yang terbatas kasihnya dan dapat berubah. Bapa di surga mengasihi dengan kasih yang kekal. Ia menunggu kita memiliki mentalitas seorang anak yang mengetahui hati Bapa dan mengasihi Tuhan Allah sehingga hidup dalam ketetapan-Nya sebab ada kerinduan mengisi hidup ini bersama dengan-Nya.

Mentalitas sebagai anak-anak Allah terbangun jika mengenal hati Bapa dan mengalami kekayaan kasih karunia yang tersedia bagi kita. Perjalanan hidup bersama dengan-Nya menjadikan kita benar-benar jadi anak-anak Allah yang mewarisi segala sesuatu baik saat hidup di dunia dan di surga kelak.

Share this

Random Posts

Kontak

Pesan untuk admin dapat melalui: Kirim Email

Label Mobile

biblika (83) budaya (47) dasar iman (96) Dogmatika (75) Hermeneutika (75) karakter (42) konseling (81) Lainnya (91) manajemen (66) pendidikan (58) peristiwa (69) Resensi buku (9) Sains (53) Sistimatika (71) sospol (64) spritualitas (91) tokoh alkitab (44) Video (9)