Teks di atas menyatakan berbahagia orang miskin yang berasal dari kata dasar πτωχός, ή, όν / pto-khos yang menurut NAS Konkordansi berarti Miskin (29), orang miskin (5), tidak berharga (1) sedangkan berdasarkan Thayer's Greek Lexicon memiliki arti :
- Menjadi pengemis, mengemis, mendiang, meminta sedekah
- Miskin kekayaan, pengaruh, posisi, kehormatan; Rendah, menderita
- Tidak memiliki apapun, dengan penghormatan
Kemiskinan di hadapan Allah ini ditempatkan pada urutan pertama di antara semua kebaikan Kristen. Para filsuf Yunani tidak memperhitungkan "kerendahan hati yang serendah-rendah mungkin" sebagai salah satu kebajikan moral mereka, tetapi Kristus menempatkannya di urutan pertama. Penyangkalan diri adalah pelajaran pertama yang harus dipelajari di sekolah-Nya, dan miskin di hadapan Allah dijadikan ucapan bahagia pertama dalam khotbah-Nya. Orang-orang yang letih lesu dan berbeban berat, sehingga perlu mengemis karena menderita, mereka inilah yang miskin di hadapan Allah, dan mereka akan menemukan kelegaan bersama Kristus.
Allah memandang mereka yang miskin dihadapanNya dengan penuh belas kasihan. Mereka adalah anak-anak kesayangan-Nya, dan memiliki malaikat masing-masing. Ia memberikan lebih banyak anugerah kepada mereka. Mereka menjalani kehidupan yang paling nyaman, merasa nyaman, baik dengan diri sendiri maupun dengan segala sesuatu di sekeliling mereka, dan tidak kekurangan apa pun. Sebaliknya, mereka yang berjiwa sombong akan selalu merasa tidak tenang.
Merekalah yang miskin itu empunya Kerajaan Sorga. Kerajaan anugerah terdiri dari orang-orang yang demikian. Hanya mereka sajalah yang cocok untuk menjadi anggota gereja Kristus, yang disebut kumpulan orang-orang yang tertindas (Mzm. 74:19). Kerajaan kemuliaan itu dipersiapkan bagi mereka. Orang-orang yang merendahkan diri seperti ini, yang mematuhi Allah saat Ia merendahkan mereka, akan ditinggikan. Jiwa congkak dan sombong akan musnah bersama kemuliaan segala kerajaan di bumi. Namun, jiwa yang rendah hati, lemah lembut, dan patuh akan memperoleh kemuliaan Kerajaan Sorga.
Kita mudah berpikir bahwa orang-orang kaya yang menikmati kekayaan mereka pastilah yang empunya Kerajaan Sorga, sebab dengan kekayaan itu mereka dapat mengumpulkan harta untuk waktu yang akan datang. Tetapi apa yang dapat dilakukan orang miskin yang tidak mempunyai sarana untuk mengerjakan kebaikan? Oh ketahuilah, kebahagiaan yang sama ini juga dijanjikan kepada orang-orang miskin yang merasa puas dengan keadaan mereka, seperti halnya kepada orang-orang kaya yang berguna. Jika saya tidak sanggup memberi dengan hati gembira demi Dia karena kekurangan, tetapi dapat menanggung kekurangan dengan hati gembira demi Dia, ini pun akan mendapatkan balas jasa. Bukankah kita melayani Tuan yang baik?.
Jika kita perhatikan bahwa ada orang kaya yang menjadi murid Yesus. Seperti para isteri pegawai istana yang melayani Tuhan Yesus dengan kekayaannya ...... Apakah orang kaya tidak berbahagia? Kata miskin yang dipakai adalah kata sifat sehingga cenderung menekankan sifat-sifat orang yang miskin dihadapan Tuhan .... meski tidak menutup mata dengan miskin yang berkonotasi kata benda sebab terhadap pemuda yang kaya yang ingin "sempurna" Tuhan Yesus memberikan pernyataan untuk menjual harta lalu mengikutiNya.
Matthew Henry menyatakan bahwa teks di atas adalah kemiskinan jiwa yang disebut di sini adalah suatu keadaan jiwa yang mulia, di mana kita dikosongkan agar dapat diisi oleh Yesus Kristus. Menjadi miskin di hadapan Allah berarti:
- Merasa puas di tengah kemiskinan, bersedia dikosongkan dari kekayaan duniawi jika hal itu menjadi kehendak Allah bagi kita, dan menilik keadaan kita saat kita sedang dalam kondisi yang kurang. Di dunia ini banyak orang yang miskin tetapi penuh keangkuhan, miskin dan sombong, dan menggerutu dan mengeluh, serta mempersalahkan nasib mereka. Namun, kita harus menyesuaikan diri dengan kemiskinan kita, kita harus tahu apa itu kekurangan (Filipi. 4:12). Sambil mengakui kebijaksanaan Allah yang menentukan kita mengalami kemiskinan, kita harus tetap merasa nyaman, sabar menanggung kesukaran yang disebabkan kemiskinan itu, mensyukuri apa yang ada pada kita, dan memanfaatkannya sebaik mungkin.
- Jika kita kaya di dunia, kita harus miskin di hadapan Allah. Artinya, kita harus bersikap rendah hati terhadap orang miskin dan ikut merasakan perasaan mereka, misalnya tersentuh oleh kelemahan mereka. Kita harus bersiap menghadapi kemiskinan, tidak boleh takut atau menghindarinya secara berlebihan, melainkan harus menyambutnya, terutama ketika kemiskinan itu menimpa kita untuk menjaga agar hati nurani kita tetap terpelihara (Ibr. 10:34). Ayub seorang yang miskin di hadapan Allah, ketika ia memuji Allah karena mengambil, maupun memberi.
- Bersikap rendah hati di mata kita sendiri. Menjadi miskin di hadapan Allah berarti berpikir sederhana mengenai diri sendiri, siapa kita, apa yang kita miliki dan lakukan. Dalam Perjanjian Lama, orang miskin sering kali menjadi gambaran orang rendah hati dan menyangkal diri, kebalikan dari orang-orang yang hidup nyaman dan sombong. Miskin di hadapan Allah berarti kita melihat diri sendiri seperti kanak-kanak, lemah, bodoh, dan tidak berarti (18:4; 19:14).
- Jemaat Laodikia miskin dalam hal-hal rohani, melarat dan malang, namun mereka merasa kaya dalam batin mereka, begitu berlimpah dengan harta sehingga merasa tidak kekurangan apa-apa (Why. 3:17). Di pihak lain, Paulus kaya dalam hal-hal rohani, unggul dalam hal karunia dan anugerah, namun merasa miskin di hadapan Allah, yang paling hina dari semua rasul, lebih rendah daripada yang paling hina di antara semua orang suci, dan sama sekali tidak berguna menurut pengakuannya sendiri. Miskin di hadapan Allah berarti memandang hina diri sendiri dengan cara yang kudus, menghargai orang lain, dan menganggap diri tidak ada apa-apanya dibandingkan mereka.
- Miskin di hadapan Allah berarti menanggalkan seluruh rasa keyakinan diri terhadap kebenaran dan kekuatan kita sendiri, supaya dengan demikian kita dapat mengandalkan kebaikan Kristus saja untuk membenarkan kita, dan mengandalkan Roh serta anugerah-Nya untuk pengudusan kita.
- Hati pemungut cukai yang patah dan remuk penyesalan saat memohon belas kasihan karena merasa diri sebagai orang berdosa itulah yang disebut miskin di hadapan Allah. Kita harus menyebut diri kita miskin di hadapan Allah, karena selalu menginginkan anugerah Allah, senantiasa memohon kepada Allah, dan selalu bergantung pada-Nya.
Berbahagia orang miskin juga dapat berarti memang secara faktanya adalah orang miskin. Monika Hellwig seorang teolog Katolik menuliskan keuntungan menjadi orang miskin :
- Orang miskin tahu mereka sangat membutuhkan penebusan.
- Orang miskin bukan saja tahu mereka tergantung pada Tuhan dan orang yang berkuasa, tetapi mereka saling tergantung satu sama lain.
- Orang miskin bukan menggantungkan rasa amannya pada harta benda, tetapi pada manusia.
- Orang miskin tidak merasa dirinya keterlaluan penting dan tidak mempunyai kebutuhan berlebihan akan privacy.
- Orang miskin tidak terlalu mengandalkan persaingan, tetapi mengandalkan kerja sama.
- Orang miskin bisa membedakan antara kebutuhan dan kemewahan.
- Orang miskin bisa menunggu, mereka telah memperoleh sejenis kesabaran panjang yang lahir dari kesadaran akan ketergantungan.
- Ketakutan orang miskin lebih realistis dan tidak begitu dibesar-besarkan karena mereka tahu seseorang bisa bertahan hidup menghadapi penderitaan besar dan kekurangan.
- Bila orang miskin mendengar Injil, itu kedengaran seperti kabar baik, bukan seperti ancaman atau teguran.
- Orang miskin bisa menerima panggilan Injil untuk meninggalkan segalanya dengan totalitas penuh karena mereka akan kehilangan sedikit dan siap untuk menerima apa saja.
Santo Antonius, rahib Kristen yang menjual semua miliknya dan akhirnya menjadi petapa Kristen menemukan spritualitas di gurun, seperti Yesus yang pergi ke gurun sebelum memulai pelayanan-Nya. Dalam kehidupan spiritualitas di gurun yang senyap, hening dan fokus berdoa kepada Tuhan, Antonius menjadi manusia yang mengalami transformasi, menjadi lembut, peduli sesama dan menyerupai Kristus dan hidup penuh tindakan kasih aktif.
Orang yang miskin atau yang pernah mengalami miskin seharusnya akan mengetahui dengan lebih baik sikap miskin di hadapan Allah. Alkitab memberitahukan bahwa hanya orang yang miskin di hadapan Allah, dialah yang empunya Kerajaan Sorga.
Miskin dihadapan Tuhan akan mengigatkan kepada orang miskin. Dalam pengajaranNya, Yesus mengigat dan menolong orang miskin disekitar kita.
Matius 26:11 Karena orang-orang miskin selalu ada padamu, tetapi Aku tidak akan selalu bersama-sama kamu. Tuhan Yesus mengigatkan agar kita memperhatikan orang miskin yang ada disekitar kita. Tuhan tidak mengharuskan sempurna seperti yang dilakukan St. Antonius ( Matius 19:21) Dengan memperhatikan orang miskin dengan memberikan uluran tangan, kita dapat mengenal lebih baik makna miskin di hadapan Allah meskipun untuk masuk ke dalam Sorga tetap harus menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat.
Dalam hidup yang membutuhkan orang lain karena "merasa miskin" atau benar-benar miskin maka seharusnya
hati tertuju kepada TUHAN, tangan terulur kepada sesama
dan
tetap memberi bantuan bukan karena kita sudah berlebihan tetapi kasih TUHAN selalu harus dibagi
sebab
hidup semata-mata karena pertolongan dari TUHAN dan sesama.
Miskin dihadapan Tuhan mendatangkan kebahagiaan dan empunya Kerajaan Sorga sebab hidupNya sepenuhnya percaya dan berserah sepenuhnya kepada Tuhan yang Mahakuasa yang telah menyediakan segala sesuatu dengan puncaknya dalam DiriNya Sendiri sehingga kita diselamatkan serta sanggup dengan sempurna pelihara sampai ke Rumah Bapa suatu hari kelak