-->

Notification

×

Sebab Tuhan adalah Roh; dan dimana ada Roh Allah, disitu ada kemerdekaan 2 Korintus 3:17

Iklan

Iklan

Tag Terpopuler

Hidup Melajang

Jumat, 03 November 2017 | November 03, 2017 WIB | 0 Views Last Updated 2023-07-10T19:36:32Z
Matius 19:12 Ada orang yang tidak dapat kawin karena ia memang lahir demikian dari rahim ibunya, dan ada orang yang dijadikan demikian oleh orang lain, dan ada orang yang membuat dirinya demikian karena kemauannya sendiri oleh karena Kerajaan Sorga. Siapa yang dapat mengerti hendaklah ia mengerti."

Teks di atas adalah pernyataan Yesus dalam rangkaian pertanyaan orang Farisi dan Jawaban Yesus mengenai masalah perceraian. Matthew Henry menyatakan pokok masalah yang dipertanyakan oleh kaum Farisi (ay. 3) adalah, Apakah diperbolehkan orang menceraikan istrinya? Hal ini mereka kemukakan untuk mencobai Dia, bukan untuk mendapatkan pengajaran dari-Nya. Sebelumnya di Galilea, Dia telah mengemukakan pandangan-Nya mengenai masalah tersebut, bahwa Ia sangat menentang kebiasaan umum pada masa tersebut (5:31-32). Kaum Farisi ingin menjebak Dia dengan membuat-Nya mengemukakan pandangan-Nya mengenai masalah perceraian, sehingga mereka dapat menggunakan perkataan-Nya untuk menyerang-Nya dan menghasut orang-orang untuk menentang-Nya. Hal ini mereka lakukan karena menganggap Dia telah mengekang kebebasan mereka dalam hal-hal yang sudah menjadi kesukaan mereka. Mereka berharap Dia bisa bersikap lunak mengenai hukum-hukum-Nya terhadap cita rasa orang-orang itu, misalnya dalam hal perceraian.

Orang Farisi tidak dapat menjebak Yesus sekaligus mengoreksi tindakan Farisi yang gampang memberikan surat cerai karena beranggap itu perintah Musa sedangkan menurut Yesus adalah kelonggaran dan hanya dapat diizinkan perceraian jika terjadi perzinahan. Setelah menjawab segala pertanyaan Farisi tentang pernikahan yang benar dan kudus maka para muridNya berkata kepadaNya: "Jika demikian halnya hubungan suami isteri, lebih baik jangan kawin." Lalu Yesus menjelaskan mengapa tidak menikah seperti teks di atas

Tidak menikah atau hidup melajang adalah suatu kehidupan dimana seseorang, laki-laki atau perempuan yang sudah dewasa dan cukup umur, sudah sepantasnya menikah dan mempunyai istri atau suami, tapi karena satu atau beberapa alasan, masih berkeinginan untuk menjalani kehidupannya tanpa pasangan hidup, tanpa suami atau istri dalam menjalani kehidupannya sehari-hari.

Tuhan Yesus dalam Matius 19:12 memberitahukan kepada kita ada tiga faktor penyebab tidak menikah, yaitu:
  • Bawaan dari rahim ibunya
  • Dijadikan demikian oleh orang lain
  • Karena kemauannya sendiri oleh karena kerajaan Sorga
Karena lahir "demikian" dari rahim ibunya ( ἐγεννήθησαν οὕτως ) dapat disebabkan cacat mental/ keterbelakangan mental sejak lahir dan atau seseorang mempunyai kelainan atau cacat pada tubuhnya, menyebabkan seseorang itu akan merasa rendah diri atau minder. Adanya rasa rendah diri atau minder pada diri seseorang karena melihat ketidaksempurnaan fisik dirinya, menimbulkan persoalan-persoalan yang rumit bagi dirinya. Ketidak sempurnaan fisik tidak hanya mengakibatkan rasa rendah diri atau minder, tetapi berakibat juga kepada rasa ketidaksanggupan atau ketidakmampuan untuk melakukan apa-apa, tidak berani melakukan sesuatu hal, tidak mampu mencari apa yang perlu bagi dirinya, dan lain sebagainya. Keberadaan dirinya merasa kurang percaya diri untuk bergaul, merasa dirinya tidak pantas didekati, merasa dirinya rendah, walaupun keinginan untuk menikah diberikan juga kepadanya.

Orang yang dijadikan tidak menikah oleh sebab orang lain ( εὐνουχίσθησαν ὑπὸ τῶν ἀνθρώπων ) yaitu mereka yang terpaksa tidak kawin karena tidak mampu memenuhi tujuan yang agung dari perkawinan diantaranya adalah:
  1. karena praktik kebiri misal karena bekerja di istana raja-raja / istana orang-orang Timur yang melayani isteri raja atau puteri puteri raja serta pelayan, penyanyi, dll., atau mungkin juga, di tempat lain, dicegah dari kontrak pernikahan, yang mereka sebelumnya mampu dan atau karena hukuman akibat tindakan yang dianggap pelanggar susila
  2. Faktor psikologi baik hambatan dari faktor intern maupun ekstern misal:
    • Trauma / depresi akibat kegagalan dalam hubungan percintaan.
    • Kurang yakin dengan calon pasangan hidupnya
    • Tidak disetujui orang tua dan atau tidak mau dijodohkan oleh orang tua
    • Tahu karena ternyata pacarnya punya penyakit berat (asma, jantung, stroke, diabetes berat,dll)
    • Faktor perbedaan suku,agama dan bangsa serta adat istiadat
  3. gangguan nerotik atau gangguan emosional, orang bisa menjadi lebih sensitif jika disinggung masalah melajangnya, dan gangguan itu juga bisa berbentuk rasa frustasi atau tertekan
  4. Masalah sosial seperti pengangguran adalah hal yang biasa didengar, dan bisa dikatakan banyak laki-laki atau perempuan mempunyai pengalaman menganggur atau tidak bekerja dan atau penghasilan masih dianggap kurang bahkan tidak cukup sehingga harus mengembangkan karier dahulu dan atau karena penghasilan sudah tinggi diperusahaan ternama sehingga tidak butuh laki-laki

Kemauannya sendiri oleh karena Kerajaan Sorga (εὐνούχισαν ἑαυτοὺς) Paulus meneruskan ajaran Tuhan Yesus saat dia menulis ( 1 Korintus 7:32, 33 ), "Barangsiapa belum menikah, berhati-hatilah terhadap hal-hal yang dari Tuhan, bagaimana mungkin Ia menyenangkan hati Tuhan, tetapi orang yang sudah menikah itu benar-benar berhati-hati hal-hal di dunia, bagaimana dia dapat menyenangkan istrinya "(lihat Yesaya 56: 3, 4 ). Kehidupan selibat, yang dengan sengaja dianut demi agama, di sini disetujui oleh Kristus

Barnes' Notes on the Bible mencatat mungkin Dia merujuk ke Essenes, sekte orang Yahudi (lihat catatan di Matius 3: 7 ), yang menganggap bahwa pernikahan itu tidak sesuai dengan kondisi mereka; yang tidak memiliki anak sendiri, tapi mengabadikan sekte mereka dengan mengadopsi anak-anak miskin orang lain, tetapi hal ini menurut Pulpit Commentary.... Beberapa orang berpikir bahwa kaum Essen di sini disebut; tetapi tidak mungkin Tuhan Yesus akan mendukung praktik sekte yang dalam beberapa ajarannya sama sekali tidak terpuji. Sebaliknya, Dia meletakkan batasan bahwa, sementara pengorbanan diri dan dedikasi diri kepada Tuhan dapat diterima dan dipenuhi dengan berkah yang aneh, tidak ada yang harus berusaha untuk memenangkan surga dengan cara ini, kecuali jika mereka dipersiapkan secara khusus untuk kehidupan seperti itu dengan rahmat Tuhan menguasai kehendak manusia dan mengendalikan setiap keinginan duniawi.

Matthew Henry menjelaskan ketidaklayakan untuk kawin bukan karena faktor jasmaniah (seperti kebodohan dan kejahatan yang dilakukan oleh beberapa orang terhadap dirinya sendiri karena kesalahan penafsiran Alkitab), melainkan karena masalah batiniah. Mereka yang dalam kekudusan mampu menampik segala kenikmatan kehidupan perkawinan, mereka yang telah membulatkan keputusan mereka dengan kuasa anugerah Tuhan untuk benar-benar menjauhinya, dan yang melalui puasa dan bentuk-bentuk mematikan keinginan daging lainnya telah menekan segala hawa nafsu berkenaan dengan hal tersebut, mereka inilah yang dapat mengerti perkataan itu. Meskipun demikian, semua ini tidak mengikat diri mereka sendiri seperti sumpah bahwa mereka tidak akan pernah kawin. Hanya saja, dalam pemikiran mereka sekarang, mereka berniat untuk tidak kawin.
Expositor's Greek Testament menyatakan bukankah monastisisme, berdasarkan sumpah selibat seumur hidup, sebuah kesalahpahaman yang sangat menyebalkan, mengubah persyaratan militer untuk tunduk pada kepentingan kekaisaran, sesuai tuntutan, menjadi sebuah sistem pertapaan yang rumit? Sehingga keputusan untuk melajang agar dapat melayani TUHAN tidaklah harus bersumpah untuk selibat seperti para rahib.

Gill's Exposition of the Entire Bible mencatat tidak menikah untuk kerajaan surga; tidak dalam rangka, dengan kehidupan suci dan lajang mereka, untuk mendapatkan dan memperoleh kerajaan kemuliaan; tetapi mereka mungkin lebih santai, terbebas dari ketidakmampuan sebuah ikatan nikah, untuk menghadiri ibadah dan pelayanan Allah, untuk melayani dan mengkhotbahkan Injil Kristus, dan menjadi seorang cara menyebarkannya di dunia, dan memperbesar kerajaan dan ketertarikannya.

Hidup melajang adalah sebuah karunia Tuhan dimana dapat "hidup merdeka" tanpa ikatan pernikahan dan dapat menguasai emosi bukanlah karena dapat melakukan hubungan seks tanpa nikah .....sebab jika tidak dapat mengendalikan seks haruslah menikah dan dapat fokus kepada tujuan hidup yang ingin diraih serta berguna bagi sesama. Tidak menikah untuk kerajaan Sorga tidaklah membuat hidup lebih suci namun lebih banyak waktu tersedia melakukan kehendak Tuhan dan panggilan amanat agung Yesus Kristus.

Tinjauan teologis-etis tentang hidup melajang
Dalam perjanjian lama kurang mengenal keadaan manusia yang hidup melajang. Artinya dalam perjanjian lama, tak ada sebutan untuk “lajang” atau “randa”. Dalam perjanjian lama, pernikahan sangat diharuskan, sebab secara implisit tersirat dalam cerita tentang adam dan hawa, sebab Allah hanya menciptakan satu istri bagi adam.

Etika Kristen memandang bahwa orang yang tidak menikah merupakan suatu panggilan yang setara dengan- jika bukan lebih dari- pernikahan. Etika Kristen melihat bahwa hal itu bukan sebagai suatu kesalahan, tetapi sebagai suatu pilhan. Artinya, seseorang dapat memilih untuk tetap melajang agar dapat menyebarkan injil dengan lebih kreatif. Dengan demikian, orang yang menikah dengan orang yang tidak menikah, menurut etika Kristen, bukan sesuatu yang harus dinilai dengan baik atau buruk,

Julia Duinn mengatakan “jika Allah percaya kesulitan hidup melajang akan membuat anda makin serupa dengan Kristus, maka Dia akan membuat anda menjadi seseorang yang melajang untuk jangka waktu yang Dia anggap perlu. Jika Dia merasa hidup pernikahan dengan segala tantangan dan permasalahannya membuat anda menjadi serupa dengan Kristus maka Dia menempatkan anda dalam hubungan pernikahan. Prinsip dasarnya selalu sama yaitu Allah ingin membutuhkan orang-orang yang menjadi cermin Allah, memancarkan kasihnya, firmannya kepada orang yang menikah maupun kepada orang yang tidak menikah.”
×
Berita Terbaru Update