Dalam teks Yunani ada kata πορνείᾳ yang berasal dari "πορνεία, ας, ἡ" yang memiliki arti berdasarkan Strong's Concordance adalah: percabulan, pelacuran; bertemu: penyembahan berhala. sehinggga berdasarkan biblehub yang tepat adalah "Dan saya katakan kepada Anda, Barangsiapa mencampakkan isterinya, kecuali untuk percabulan, dan akan menikahi orang lain, melakukan perzinahan; dan barangsiapa menikahi dia yang telah disingkirkan, berzina." jadi perceraian yang "mencampakkan seorang isteri haruslah karena percabulan bukan karena perzinahan"
Pada zaman Yesus ada dua tafsiran utama tentang perceraian berdasarkan Kitab Ulangan 22; 24 tentang perceraian meskipun disisi lain misalnya Maleakhi 2:16 menyatakan; Sebab Aku membenci perceraian, firman TUHAN, Allah Israel -- juga orang yang menutupi pakaiannya dengan kekerasan, firman TUHAN semesta alam. Maka jagalah dirimu dan janganlah berkhianat!.
Ada dua aliran tafsiran utama terhadap Ulangan 24 dan juga Ulangan 22
- Aliran pertama, yang mengikuti petunjuk Shammai, seorang rabbi yang tersohor yang hidup sekitar satu generasi sebekum Yesus Kristus berkata bahwa "seorang laki-laki diberi wewenang untuk menceraikan istrinya bila ia mengawininya dengan anggapan bahwa istrinya itu masih gadis, tetapi kemudian ia mendapatkan bahwa istrinya itu sudah tidak gadis".
- Rabbi Hilel, ia berpendapat bahwa 'sesuatu yang tidak senonoh' bisa mencakup segala sesuatu yang dianggap melawan atau kasar oleh suaminya. Ia bisa tidak lagi dicintai karena berbagai sebab – jika ia menghidangkan makanan yang kurang lezat misalnya, atau bahkan (begitu kata seorang rabbi) karena ia merasa istrinya kurang cantik dibandingkan dengan wanita lain. Harus ditekankan bahwa para nabi yang memberikan penafsiran-penafsiran 'liberal' ini bukannya ingin mempermudah perceraian. Mereka hanya berminat untuk menyatakan apa yang mereka percayai dari suatu ayat tertentu.
Orang orang Farisi datang kepada Yesus untuk mencobai dan menanyai permasalahan perceraian yang sesuai teks dalam Perjanjian Lama, maka Yesus menjawab dalam Matius 19:8-9; Kata Yesus kepada mereka: "Karena ketegaran hatimu Musa mengizinkan kamu menceraikan isterimu, tetapi sejak semula tidaklah demikian. Tetapi Aku berkata kepadamu: Barang siapa menceraikan isterinya, kecuali karena zinah, lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah." ( Terjemahan Baru )
Jawaban Yesus dalam terjemahan baru seolah-olah mendukung Shammai tetai jika diperhatikan teks Yunani bukan "kecuali karena zinah tetapi karena percabulan (πορνεία / porneia) sehingga Yesus berbeda dengan rabbi Shammai karena berzinah bukanlah alasan untuk bercerai melainkan percabulan yang didahului dengan pernyataan ..... sejak semula tidaklah demikian {Allah tidak merancang hadirnya perceraian} sehingga Yesus berbeda dengan Shammai yang mengizinkan perceraian setelah pernikahan.
Tuhan Yesus mengingatkan mereka akan ajaran Alkitab mengenai Lembaga pernikahan harus selaras dengan tujuan Allah menetapkan pernikahan. Pernikahan ditetapkan untuk menciptakan sebuah kesatuan baru dari dua pribadi, dan tidak ada peraturan yang dibuat untuk menceraikan kesatuan itu.
Dalam tradisi Yahudi pernikahan adalah orang yang telah melakukan ikatan perjanjian pernikahan / perkawinan dan atau yang telah masuk kepada pertunangan.
Orang yang bertunangan telah dianggap "telah menikah" tetapi tidak boleh melakukan hubungan suami - isteri dan baru boleh berhubungan suami - isteri setelah melakukan perkawinan. Yesus hanya mengizinkan terjadinya perceraian sebelum ada ikatan perjanjian pernikahan dimana diantara mereka telah terjadi percabulan.
Disisi lain jika terpaksa bercerai secara Alkitab karena seseorang tidak bisa mengampuni perbuatan pasangannya yang 'mengkianatinya' dengan berselingkuh dengan orang lain seperti ajaran Rabbi Shammai dan atau adanya "perebut suami orang dan atau perebut isteri orang" maka nasihat Firman Tuhan adalah jikalau ia bercerai, ia harus tetap hidup tanpa suami atau berdamai dengan suaminya". (1 Korintus 7:11 Dan jikalau ia bercerai, ia harus tetap hidup tanpa suami atau berdamai dengan suaminya. Dan seorang suami tidak boleh menceraikan isterinya.)
Dalam Injil Sinoptik sangat jelas bahwa TUHAN kehendak-Nya tidak ada perceraian.
Tuhan Yesus mengingatkan mereka akan ajaran Alkitab mengenai Lembaga pernikahan harus selaras dengan tujuan Allah menetapkan pernikahan. Pernikahan ditetapkan untuk menciptakan sebuah kesatuan baru dari dua pribadi, dan tidak ada peraturan yang dibuat untuk menceraikan kesatuan itu.
Dalam tradisi Yahudi pernikahan adalah orang yang telah melakukan ikatan perjanjian pernikahan / perkawinan dan atau yang telah masuk kepada pertunangan.
Orang yang bertunangan telah dianggap "telah menikah" tetapi tidak boleh melakukan hubungan suami - isteri dan baru boleh berhubungan suami - isteri setelah melakukan perkawinan. Yesus hanya mengizinkan terjadinya perceraian sebelum ada ikatan perjanjian pernikahan dimana diantara mereka telah terjadi percabulan.
- Pulpit Commentary menulis ...... Apa yang dimaksud dengan πορνεία ? Apakah itu memiliki makna yang biasa, ataukah setara dengan μοιχεία , "perzinahan"? Mereka yang menegaskan bahwa dosa orang-orang yang sudah menikah tidak pernah diungkapkan oleh kata porneia , berpendapat bahwa di sini menandakan ketidaksopanan ante-nuralial, yang akan membuat pernikahan itu batal ab initio ; Pelanggaran pasca-nikah akan dihukum mati, bukan karena perceraian.
- Kasus Yusuf di 1:18-19. Tatkala ia mengetahui bahwa Maria sudah hamil sebelum mereka melakukan persetubuhan, Yusuf bermaksud untuk menceraikan Maria secara diam-diam. Ia berpikir bahwa Maria telah melakukan porneia (bandingkan sindiran orang-orang Yahudi kepada Yesus sebagai anak hasil porneia di Yoh 8:41). Rencana Yusuf untuk bercerai ini ternyata tidak mendapat celaan sama sekali di dalam teks. Sebaliknya, tindakan ini bahkan dikaitkan dengan karakternya yang tulus hati. Dari sini terlihat bahwa porneia merupakan alasan yang sah bagi perceraian dalam konteks pertunangan.
- Tuhan Yesus lebih menekankan permanensi pernikahan. Berbeda dengan mayoritas orang Yahudi yang menganggap ikatan pernikahan berakhir pada saat surat cerai diberikan, Tuhan Yesus memandang perceraian yang tidak sah tetap mengikat kedua belah pihak, tidak peduli apakah surat cerai sudah diberikan atau tidak.
- Tuhan Yesus menekankan akibat buruk dari perceraian. Masih berkenaan dengan poin sebelumnya, 5:31-32 lebih menyoroti konsekuensi dari sebuah perceraian. Orang yang menceraikan isterinya secara tidak sah berarti telah membawa dampak buruk bagi isterinya maupun laki-laki yang menikahi mantan isteri tersebut. Keduanya dianggap melakukan perzinahan.
Disisi lain jika terpaksa bercerai secara Alkitab karena seseorang tidak bisa mengampuni perbuatan pasangannya yang 'mengkianatinya' dengan berselingkuh dengan orang lain seperti ajaran Rabbi Shammai dan atau adanya "perebut suami orang dan atau perebut isteri orang" maka nasihat Firman Tuhan adalah jikalau ia bercerai, ia harus tetap hidup tanpa suami atau berdamai dengan suaminya". (1 Korintus 7:11 Dan jikalau ia bercerai, ia harus tetap hidup tanpa suami atau berdamai dengan suaminya. Dan seorang suami tidak boleh menceraikan isterinya.)
Dalam Injil Sinoptik sangat jelas bahwa TUHAN kehendak-Nya tidak ada perceraian.
- Markus 10:9 Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.
- Matius 19:6 Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia."
Berusahalah dalam kekuatan Tuhan untuk setia terhadap pernikahan.