Pesan Yesus Saat Terjadi Perang

Kamu akan mendengar deru perang atau kabar-kabar tentang perang. Namun berawas-awaslah jangan kamu gelisah; sebab semuanya itu harus terjadi, tetapi itu belum kesudahannya. Matius 24:6

Yesus mengatakan tanda awal kedatangan-Nya dan kesudahan dunia adalah terjadinya aneka kabar perang. Perang (πολέμους) adalah konflik, perselisihan, pertengkaran, pertempuran atau perang. Kata perang (πολέμους) dalam ayat di atas dapat menggambarkan peperangan dalam dimensi harfiah, kiasan, dan eskatologisnya. Di seluruh Perjanjian Baru, istilah ini mencakup konflik bersenjata antarbangsa, pertikaian batin di antara orang percaya, pertikaian kosmik antara Tuhan dan kejahatan, dan respons disiplin orang percaya terhadap seruan terompet Injil. Dalam tulisan ini πολέμου diartikan hawa nafsu yang bergelora sehingga menimbulkan konflik perselisihan dan terjadi pertengkaran kemudian menimbulkan peperangan.

Konflik pertikaian dan pertengkaran adalah langkah awal terjadinya perang yang mengganggu stabilitas keamanan. Konflik yang bersifat stabilitas keamanan akan bermasalah jika pertengkaran tersebut dalam bentuk:
- Prevalensi pelanggaran ringan.
- Prevalensi kejahatan kekerasan.
- Ancaman terorisme.
- Ancaman perang.
- Ancaman kerusuhan sipil.

Konflik, perkelahian, pertempuran dan perang memiliki dampak yang sangat besar terhadap stabilitas suatu daerah. Beberapa akibat yang dapat terjadi:
  • Kerusakan Fisik dan Infrastruktur, misal:
    - Hancurnya Infrastruktur: Perang dan konflik seringkali mengakibatkan kerusakan besar pada infrastruktur seperti jalan, jembatan, rumah sakit, sekolah, dan fasilitas publik lainnya. Hal ini membuat kehidupan sehari-hari penduduk menjadi sangat sulit.
    - Perusakan Ekonomi: Kerusakan fisik juga berdampak pada ekonomi lokal, menghambat produksi dan distribusi barang serta jasa, yang pada gilirannya meningkatkan kemiskinan dan ketidakstabilan ekonomi.
  • Korban Jiwa dan Luka, misal:
    - Kematian dan Cedera: Perang dan konflik menyebabkan banyak korban jiwa dan luka, baik di kalangan militer maupun sipil. Hal ini tidak hanya menimbulkan penderitaan manusia tetapi juga mengurangi sumber daya manusia yang produktif.
    - Trauma dan Kesehatan Mental: Selain korban fisik, perang juga menyebabkan trauma dan masalah kesehatan mental yang berkepanjangan, seperti PTSD (Post-Traumatic Stress Disorder), yang mempengaruhi kualitas hidup penduduk.
  • Pengungsi dan Migrasi, misal:
    - Gelombang Pengungsi: Perang dan konflik seringkali mengakibatkan gelombang pengungsi yang besar, baik dalam negeri maupun lintas batas. Hal ini menimbulkan beban besar pada negara tujuan pengungsi, yang harus menyediakan tempat tinggal, makanan, dan layanan kesehatan.
    - Perubahan Demografi: Gelombang pengungsi dapat mengubah demografi suatu daerah, yang pada gilirannya dapat menimbulkan ketegangan sosial dan politik baru.
  • Ketidakamanan dan Ketertiban, misal:
    - Kriminalitas dan Kekerasan: Perang dan konflik seringkali mengakibatkan peningkatan kriminalitas dan kekerasan, baik selama konflik maupun setelahnya. Kelompok bersenjata ilegal dan kelompok kriminal dapat mengambil keuntungan dari kekacauan untuk memperluas kekuasaan mereka.
    - Ketidakpercayaan dan Ketegangan Sosial: Perang dan konflik dapat memperburuk ketegangan sosial dan etnis, mengurangi kepercayaan antar kelompok masyarakat dan menghambat rekonsiliasi dan pemulihan.
  • Pengaruh Ekonomi, misal:
    - Kolaps Ekonomi: Perang dan konflik dapat menghancurkan ekonomi suatu daerah, mengurangi produksi, mengganggu rantai pasokan, dan meningkatkan inflasi. Hal ini dapat mengakibatkan kemiskinan dan ketidakstabilan ekonomi yang berkepanjangan.
    - Investasi dan Pembangunan: Ketidakpastian dan ketidakamanan yang diakibatkan oleh perang dan konflik dapat menghambat investasi dan pembangunan, mengurangi peluang ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
  • Pengaruh Politik. misal:
    - Kolaps Pemerintahan: Perang dan konflik dapat mengakibatkan kolaps pemerintahan atau munculnya pemerintahan yang lemah dan tidak efektif, yang tidak mampu memberikan layanan publik dasar.
    - Polarisasi Politik: Perang dan konflik dapat memperburuk polarisasi politik, mengurangi kemungkinan dialog dan konsensus, dan menghambat proses demokrasi.
  • Pengaruh Sosial dan Budaya, misal:
    - Perubahan Sosial: Perang dan konflik dapat mengakibatkan perubahan sosial yang mendalam, termasuk perubahan dalam struktur keluarga, peran gender, dan nilai-nilai sosial.
    - Hancurnya Warisan Budaya: Perang dan konflik dapat mengakibatkan kerusakan atau kehilangan warisan budaya, termasuk situs bersejarah, karya seni, dan tradisi lokal.
  • Contoh Pengaruh Perang dan Konflik, yaitu:
    - Suriah: Perang sipil di Suriah telah mengakibatkan kerusakan besar pada infrastruktur, kematian dan luka ribuan orang, serta gelombang pengungsi yang besar. Hal ini telah menghancurkan ekonomi negara dan mengakibatkan ketidakamanan yang berkepanjangan.
    - Yaman: Konflik di Yaman telah mengakibatkan krisis kemanusiaan yang parah, dengan kelaparan, penyakit, dan kematian massal. Infrastruktur dasar seperti rumah sakit dan pabrik air telah hancur, mengakibatkan krisis kesehatan yang berkepanjangan.

Perkembangan stabilitas dunia saat ini menunjukkan tren penurunan dalam keamanan dan ketertiban global sehingga apa yang dikatakan Yesus dua ribu tahun yang lalu tetap relevan. Beberapa hal yang mencerminkan situasi saat ini adalah:

  • Penurunan Kepuasan Hidup Global, yaitu:
    - Indeks Kepuasan Hidup Global 2025: Tingkat keamanan dan ketertiban global terus menurun. Global Peace Index (GPI) 2025 menunjukkan bahwa keamanan global telah memburuk selama enam tahun berturut-turut.
    - Penurunan Kepuasan Hidup: Dari 163 negara yang dinilai, 94 negara mengalami penurunan keamanan, sementara 66 negara mengalami peningkatan. Secara keseluruhan, tingkat keamanan global telah turun 5,4% sejak 2008.
  • Konflik dan Militerisasi:
    - Konflik Berkelanjutan: Konflik terus menjadi masalah utama, dengan 78 negara mengalami penurunan dalam keamanan dari 2024 ke 2025. Konflik internasional meningkat, dengan 46 negara mengalami lebih banyak konflik eksternal dibandingkan tahun sebelumnya.
    - Militerisasi: Pengeluaran militer sebagai persentase dari GDP mencapai tingkat tertinggi sejak 2010, meningkat 2,5% dalam setahun terakhir. Negara-negara seperti Norwegia, Denmark, dan Bangladesh mengalami peningkatan terburuk dalam militerisasi.
  • Tantangan Keamanan Global:
    - Ancaman Sibernatik dan Perang Elektronik: Tantangan keamanan global semakin rumit dengan penggunaan teknologi seperti kecerdasan buatan dalam perang elektronik dan serangan sibernatik.
    - Konflik Tak Terpecahkan: Beberapa konflik seperti perang sipil di Sudan dan konflik di Timur Tengah terus berlangsung tanpa penyelesaian yang jelas.
  • Perubahan Politik dan Diplomasi:
    - Perubahan Pimpinan AS: Kembalinya Donald Trump ke kepresidenan AS diperkirakan akan meningkatkan ketegangan dengan negara-negara tetangga seperti Meksiko dan sekutu seperti Uni Eropa. Hubungan AS-China juga diperkirakan akan memburuk.
    - Negosiasi Nuklir: Negosiasi nuklir dengan Korea Utara atau Iran mungkin memberikan hasil yang lebih baik, meskipun situasi tetap tidak pasti.
  • Tren Masa Depan:
    - Pergeseran Kekuatan Global: Munculnya sistem multipolar global dengan meningkatnya kekuatan China, India, dan negara-negara lain. Kekuatan non-negara seperti perusahaan besar, kelompok suku, organisasi agama, dan jaringan kriminal juga akan meningkat.
    - Tantangan Sumber Daya: Pertumbuhan ekonomi dan populasi akan menekan sumber daya seperti energi, makanan, dan air, meningkatkan potensi konflik.

Perang terjadi sejak zaman purba hingga saat ini terjadi karena hanyut dalam semangat yang didorong gelora hawa nafsu. Jika berpikir jernih, maka Yesus menjelaskan pertimbangan seorang pemimpin suatu bangsa dalam memutuskan suatu perang dalam Lukas 14:31-32, "Atau, raja manakah yang kalau mau pergi berperang melawan raja lain tidak duduk dahulu untuk mempertimbangkan, apakah dengan sepuluh ribu orang ia sanggup menghadapi lawan yang mendatanginya dengan dua puluh ribu orang? Jikalau tidak, ia akan mengirim utusan selama musuh itu masih jauh untuk menanyakan syarat-syarat perdamaian." Pernyataan Yesus mengajarkan “perhitungan” dan “minta perdamaian”, mengapa masih ada perang di dunia? Perang terjadi karena:
- Terjadi karena hawa nafsu: keserakahan, kesombongan, kebencian, ketakutan.
- Manusia berperang demi kekuasaan, tanah, sumber daya, ideologi.
- Tidak ada yang mau “minta perdamaian” karena takut dinyatakan pihak yang kalah sebelum perang atau kehilangan kekuasaan.

Pertimbangan lainnya sehingga menolak mengajukan perdamaian, tetapi akan "membeli jika lawan menjual" dalam suatu pertempuran antara lain:
- Dianggap menyerah pada musuh untuk menyelamatkan diri.
- Dianggap menghindari konflik karena lemah.
- Karena berusaha mengandalkan kekuatan sendiri mengingat secara kalkulasi perhitungan perang akan kalah dan dianggap percaya tidak memiliki pertolongan dari Tuhan Yang Mahakuasa.

Alasan selengkapnya tentang hawa nafsu berperang sehingga perang terjadi sekalipun keamanan dipertaruhkah adalah:
1. Keserakahan, seperti merebut sumber daya, eksploitasi, penjajahan. Perhatikan: Yakobus 4:2; 1 Timotius 6:10.
2. Kesombongan dan Ambisi Kuasa terkait menyamakan diri dengan Tuhan, menindas sesama. Perhatikan: Yesaya 14:13–14; Amsal 16:18
3. Kebencian dan Kedengkian yang memicu kekerasan etnis, rasial, pribadi. Perhatikan: Yakobus 4:2; 1 Yohanes 3:15.
4. Ketakutan Ekstrem dan Kontrol karena lebih baik menyerang dulu sebelum diserang, represi. Perhatikan: 2 Timotius 1:7; Matius 10:28.
5. Penyembahan Berhala (Identitas) terkait membenarkan kekerasan demi “kebenaran” versi sendiri. Perhatikan: Keluaran 20:3; Roma 1:25.

Di Lukas 14:31-32 adalah bagian dari perikop "Segala sesuatu harus dilepaskan untuk mengikut Yesus". Ini berarti Yesus mengunakan ilustrasi perang secara fisik untuk menggambarkan perang rohani. Perang rohani terjadi bila orang itu memutuskan menjadi murid Yesus. Menjadi murid Yesus tidak terfokus pada mujizat atau harapan akan pembebasan politik. Menjadi murid Yesus bukan sekadar ikut-ikutan. Ini adalah keputusan hidup yang serius, penuh pengorbanan, dan perhitungan karena akan berhadapan dengan Iblis dalam perang rohani. Sifat dari perang rohani adalah:
- Terjadi karena panggilan untuk mengalahkan dosa, dunia, dan kuasa kegelapan.
- Peperangan yang harus dilakukan adalah menjalani hidup dalam kebenaran, keadilan, kasih, dan kesetiaan kepada Tuhan.
- Sifat peperangan adalah "meminta perdamaian dengan Tuhan Allah" dan lawan Iblis.

Teks di atas yaitu Matius 24:6 berbicara tentang Perang Fisik yang terjadi sebagai tanda awal kedatangan Yesus kembali ke dunia untuk yang kedua kalinya. Dalam situasi yang diliputi kabar tentang perang, Yesus memberi pesan kepada umat-Nya untuk "Jangan Gelisah". Yesus menghubungkan dua hal yang terlihat bertentangan, yaitu:
- Perang dan kabar perang → adalah fakta nyata, menakutkan, menghancurkan.
- “Jangan gelisah” → adalah perintah spiritual yang menuntut ketenangan batin.
* Ini bukan perintah yang mengabaikan realitas, tapi perintah yang mengubah cara kita memahami realitas terkait realitas dunia bahwa perang adalah bagian dari kejatuhan manusia (dosa), dan akan terus terjadi sampai Kristus datang kembali. Disisi lain Yesus ingin murid-murid-Nya melihat perang dalam konteks rencana Tuhan, bukan sebagai kekacauan acak atau tanda akhir sehingga murid Yesus diajar untuk Percayalah bahwa Tuhan tetap berkuasa, bahkan di tengah kekacauan. Perintah “jangan gelisah” bukan menyangkal kebenaran perang, tapi mengarahkan hati kita kepada kebenaran yang lebih besar: Tuhan masih berkuasa, dan sejarah berjalan menuju tujuan-Nya.

Pesan Yesus saat terjadi perang adalah jangan gelisah. Bagaimana Mewujudkan “Tidak Gelisah” di Tengah Konflik? Secara teori, jangan gelisah saat terjadinya perang dapat dialami bila:

  1. Memahami bahwa Tuhan Masih Berkuasa — Bahkan di Tengah Kekacauan. Yesus berkata: "Semuanya itu harus terjadi..." Artinya: Perang bukan kebetulan. Ini bagian dari rencana ilahi yang lebih besar — meskipun kita tidak tahu seluruhnya. Seperti Yusuf berkata kepada saudara-saudaranya: “Kamu memang telah berniat jahat terhadap aku, tetapi Allah telah berniat baik...” (Kejadian 50:20) Tuhan bisa memakai kejahatan untuk kebaikan. Ini tidak membenarkan perang, tapi memberi harapan: Tuhan tidak kehilangan kendali.
  2. Fokus pada “Kesudahannya” — Bukan Hanya “Saat Ini”. Yesus menekankan: "...tetapi belum kesudahannya." Artinya: Perang bukan akhir cerita. Kematian bukan akhir hidup. Kejahatan bukan akhir sejarah. Kristus akan datang kembali untuk menghakimi dan memulihkan segala sesuatu (Kisah 3:21). Ketika kita memandang ke depan — bukan hanya ke kanan atau ke belakang — maka penderitaan sementara menjadi lebih bisa ditanggung. “Sebab penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita.” (Roma 8:18)
  3. Menyandarkan Hidup pada Hubungan Pribadi dengan Kristus. Yesus tidak memberi kita strategi politik atau militer — Ia memberi kita diri-Nya sendiri. "Aku memberikan damai sejahtera kepada kamu; damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu..." (Yohanes 14:27) Damai sejahtera Yesus bukanlah ketiadaan konflik, tapi ketenangan batin yang bertahan di tengah badai — karena kita tahu:
    - Tuhan menyertai kita (Matius 28:20)
    - Ia menanggung penderitaan kita (Yesaya 53:4)
    - Ia sudah menang (Yohanes 16:33)
    * Bila ada seorang ibu yang kehilangan suaminya dalam perang, tapi tetap berdoa dan mengajar anak-anaknya tentang kasih Tuhan — dia tidak "tidak gelisah", tapi damai dalam hatinya. Itulah damai yang diberikan Kristus.
  4. Menghidupi Kehidupan yang Berorientasi pada Kerajaan Allah. Yesus mengajarkan: "Carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenaran-Nya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu." (Matius 6:33) Di tengah perang, orang percaya dipanggil untuk:
    - Menjadi pembawa damai (Matius 5:9)
    - Melayani yang menderita.
    - Bersaksi tentang harapan yang tidak lenyap.
    - Menjadi terang, meskipun gelap
    * Bila saat kita berfokus pada misi Tuhan, bukan hanya pada masalah kita, maka kegelisahan kehilangan daya tariknya.
  5. Contoh Nyata: Orang-orang yang Tidak Gelisah di Tengah Perang:
    - Perang Dunia II: Banyak orang Kristen di kamp konsentrasi tetap berdoa, saling menolong, bahkan memberi makan orang lain — meski mereka sendiri kelaparan. Mereka tidak menyangkal penderitaan, tapi menemukan makna dalam Kristus.
    - Ukraina 2022–sekarang: Banyak jemaat Gereja Ortodoks dan Protestan di Ukraina tetap beribadah di ruang bawah tanah, membagikan makanan, dan menyanyikan pujian sambil bom jatuh. Mereka berkata: “Tuhan bersama kita — dan Dia tidak pernah meninggalkan kita.”
    - Gereja di Timur Tengah: Di tengah kekerasan terhadap orang Kristen, banyak jemaat tetap berkata: “Kami tidak takut mati, karena kami sudah hidup dalam Kristus.”

Matius 24:6 adalah penegasan bahwa Yesus tidak menjanjikan hidup tanpa perang — tapi menjanjikan damai di tengah perang. “Aku telah mengatakan semuanya ini supaya kamu beroleh damai sejahtera dalam Aku. Dalam dunia kamu menderita penderitaan, tetapi kuatkanlah hatimu; Aku telah mengalahkan dunia.” — Yohanes 16:33. Ini berarti, tidak gelisah bukan berarti tidak merasakan sakit. Tapi berarti: “Aku tahu siapa yang memegang masa depanku — dan Dia adalah Tuhan yang hidup.” Dan itulah yang membuat seseorang tetap berdiri, bahkan di tengah reruntuhan.

Kiranya Roh Kristus Yesus menghibur dan menolong murid Yesus untuk ingat pesan Yesus saat terjadi perang sehingga tidak hanyut dalam kegelisahan saat terjadi deru perang dan berita-berita tentang perang.







Tulisan lainnya di werua.blogspot:
Lenyapnya Kedamaian Dunia
Perang Gog Dan Magog
Perlengkapan Perang Bukan Kepastian Kemenangan
Membangun Persenjataan Menuju Adidaya
TUHAN Menyerahkan Kekuatan-Nya Ke Dalam Tawanan
Ratapan Kalah Perang Dan Wabah Mematikan
Operasi Psikologis Militer Goliat Saat Perang
TUHAN Itu Pahlawan Perang
Perang Mulut Dalam Catatan Alkitab
Tempat Aman Saat Perang


Posting Komentar

komentar

Lebih baru Lebih lama

Random Posts


Sebab Tuhan adalah Roh; dan dimana ada Roh Allah, disitu ada kemerdekaan 2 Korintus 3:17