Antara Roh Allah Dengan Kejahatan Manusia

"Berfirmanlah TUHAN: 'Roh-Ku tidak akan selama-lamanya tinggal di dalam manusia, karena manusia itu adalah daging, tetapi umurnya akan seratus dua puluh tahun.'" Pada waktu itu orang-orang raksasa ada di bumi, dan juga pada waktu sesudahnya, ketika anak-anak Allah menghampiri anak-anak perempuan manusia, dan perempuan-perempuan itu melahirkan anak bagi mereka; inilah orang-orang yang gagah perkasa di zaman purbakala, orang-orang yang kenamaan. Ketika dilihat TUHAN, bahwa kejahatan manusia besar di bumi dan bahwa segala kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan semata-mata. Kejadian 6:3-5

Kejadian 6:5 memiliki hubungan yang sangar erat dengan kejadian 6:3-4. Ayat terebut saling melengkapi dalam mengambarkan krisis rohani dan moral manusia sebelum air bah, serta respons Allah terhadap kebobrokan itu. Hubungan teologis antara kejadian 6:5 dengan kejadian 6:3 meliputi antara lain:
  • Kronologis dan Sebab-Akibat
    - Kejadian 6:3 berisi pernyataan ilahi tentang batas kesabaran Allah: Roh-Nya tidak akan terus-menerus "berperkara" (atau "tinggal") dengan manusia yang terus-menerus memberontak.
    - Kejadian 6:5 menjelaskan alasan mengapa Roh TUHAN menarik diri: karena kejahatan manusia telah mencapai titik puncak, di mana setiap pikiran dan keinginan hati hanya mengarah pada kejahatan.
    * Jadi, 6:5 memberikan konteks moral yang menjelaskan keputusan dalam 6:3.
  • Roh TUHAN sebagai Pengendali Rohani. Dalam tradisi Yahudi dan Kristen, Roh TUHAN (Ruakh YHWH) dipahami sebagai:
    - Sumber kehidupan (Kejadian 2:7; Mazmur 104:29–30),
    - Pemberi hikmat dan keadilan,
    - Yang menahan kecenderungan jahat manusia (dalam istilah rabbinik: yetzer ha-ra). Ketika Roh TUHAN tidak lagi "tinggal" atau "berperkara" dengan manusia (6:3), itu berarti Allah menarik tangan penahan-Nya, membiarkan dosa berkembang sepenuhnya—yang kemudian terlihat dalam kebobrokan total di ayat 6:5.
    * Ini mirip dengan konsep dalam Roma 1:24, 26, 28, di mana Allah "menyerahkan" manusia kepada keinginan jahat mereka karena mereka menolak kebenaran.
  • "Manusia itu adalah daging" (6:3) ↔ "Hati selalu jahat" (6:5) Frasa "manusia itu adalah daging" bukan berarti tubuh jasmani, tapi ketergantungan total pada keinginan duniawi, egois, dan pemberontakan terhadap Allah. Ini dikonfirmasi oleh ayat 6:5: bukan hanya perbuatan jahat, tapi "segala kecenderungan hatinya" (Ibrani: kol-yetzer machshevot libbo) selalu jahat. Jadi, "daging" dalam 6:3 adalah deskripsi kondisi rohani, yang diwujudkan secara nyata dalam 6:5.
  • Masa Tenggang: 120 Tahun. Ayat 6:3 menyebut "seratus dua puluh tahun"—bukan usia maksimal manusia, tapi masa anugerah sebelum air bah datang (bandingkan dengan 1 Petrus 3:20: "ketika Nuh sedang mempersiapkan bahtera, Allah sabar menanti"). Selama 120 tahun itu, Roh TUHAN masih bekerja—melalui Nuh yang "memberitakan kebenaran" (2 Petrus 2:5). Namun, umat manusia tidak bertobat, sehingga kejahatan terus mengakar, sampai mencapai titik di ayat 6:5. Jadi, 6:3 adalah peringatan, 6:5 adalah realitas tragis setelah peringatan itu diabaikan.
  • Kontras dengan Nuh (6:8–9) Tepat setelah ayat 6:5, Alkitab mencatat: "Tetapi Nuh mendapat kasih karunia di mata TUHAN." (6:8) Ini menunjukkan bahwa meski Roh TUHAN menarik diri dari umat manusia secara umum, Dia tetap tinggal dalam individu yang setia—seperti Nuh, yang "hidup bergaul dengan Allah" (6:9).
    * Jadi, penarikan Roh TUHAN bersifat kolektif, bukan mutlak—kasih karunia tetap tersedia bagi yang merespons.

Roh Allah ditarik dari "umat manusia" pada zaman Nuh sesuai dengan yang tertulis di Kejadian 6:3 adalah bentuk proses rohani, moral dan ilahi yang berakibat tragis.Proses bagaimana penarikan Roh Allah dari umat manusia terkait bentuk kesabaran Allah dengan memperhatikan antara lain:

  • Roh Allah (Ruach Elohim) hadir di awal penciptaan dan manusia, sebagai:
    - Sumber kehidupan: "TUHAN Allah menghembuskan nafas kehidupan ke dalam hidungnya" (Kejadian 2:7).
    - Pemelihara tatanan moral: Roh memberi hati nurani, hikmat, dan kemampuan untuk memilih yang benar.
    - Pengendali kecenderungan jahat: Dalam tradisi Yahudi, Roh Allah "berperkara" (yadon) dengan manusia—mengingatkan, menegur, menahan dorongan dosa. Kehadiran Roh Allah dalam manusia bukan otomatis permanen, melainkan relasional dan responsif terhadap sikap hati manusia.
  • Proses penarikan Roh Allah melalui berbagai tahapan dalam konteks kejadian 6. Tahapan tersebut adalah:
    - Tahap 1: Peningkatan Populasi dan Normalisasi Dosa (6:1) "Ketika manusia mulai bertambah banyak di bumi..."
    Pertumbuhan populasi tidak salah, tetapi tanpa fondasi takut akan Tuhan, jumlah yang besar justru memperluas dosa. Masyarakat mulai hidup tanpa pertanggungjawaban rohani.
    - Tahap 2: Pencampuran yang Melanggar Batas Ilahi (6:2) "Anak-anak Allah melihat bahwa anak-anak perempuan manusia cantik, lalu mereka mengambil isteri dari antara perempuan-perempuan itu."
    * Apapun identitas "anak-anak Allah" (malaikat, keturunan saleh, atau penguasa), intinya: batas suci dilanggar. Ini adalah pemberontakan terhadap tatanan ciptaan: yang kudus dicampur dengan yang najis, kuasa digunakan untuk nafsu, bukan keadilan. Dosa menjadi sistemik, bukan hanya pribadi.
    - Tahap 3: Munculnya Kekerasan dan Ketidakadilan (6:4) "Pada waktu itu orang-orang raksasa (Nefilim) ada di bumi... Mereka adalah orang-orang gagah perkasa..." Nefilim melambangkan kekuatan yang digunakan untuk menindas, bukan melindungi. Masyarakat didominasi oleh kekerasan, eksploitasi, dan keangkuhan. Tidak ada lagi ruang bagi kelembutan, keadilan, atau kasih.
    - Tahap 4: Degradasi Total Hati Manusia (6:5) yaitu: "Segala kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan semata-mata."
    Ini adalah titik nadir: bukan hanya perbuatan jahat, tapi orientasi hati yang sepenuhnya rusak. Tidak ada lagi dorongan untuk bertobat, mencari Allah, atau berbuat baik. Hati nurani mati—dosa sudah menjadi "normal".
    - Tahap 5: Respons Ilahi – Penarikan Roh (6:3) "Roh-Ku tidak akan selama-lamanya tinggal di dalam manusia..."
    Ini bukan tindakan impulsif, tapi keputusan ilahi setelah observasi panjang ("ketika dilihat TUHAN...", 6:5). Roh Allah tidak dipaksa pergi, tapi ditarik karena manusia terus menolak-Nya. Ini adalah bentuk penghakiman rahmat: Allah berhenti "berperkara" (Ibrani: yadon) karena manusia tidak lagi mendengar. Dalam teologi Reformed, ini disebut "penyerahan ilahi" (divine abandonment)—mirip Roma 1:24, 26, 28: "Karena itu Allah menyerahkan mereka..."

Roh Allah tidak tinggal selamanya bukan karena kehilangan kuasa melainkan Allah menghentikan karya penahanan-Nya atas dosa. Roh yang sebelumnya menahan kejahatan, kini ditarik, sehingga dosa berkembang bebas—dan akibatnya menjadi jelas: kehancuran total. Ini adalah peringatan: kasih karunia Allah itu nyata, tapi tidak tanpa batas. Seperti hujan rahmat yang terus turun, tapi jika tanah terus mengeras, air itu tidak lagi menembus—dan akhirnya berhenti.

Hal yang relevan bagi umat TUHAN yaitu ketika dosa dimulai dari kompromi kecil → lalu menjadi norma. Ketika masyarakat menolak kebenaran berulang kali, hati nurani menjadi mati rasa. Allah tetap sabar, tapi ada titik di mana Ia berkata: "Cukup." Namun, di tengah penghukuman, kasih karunia tetap ada—Nuh mendapat anugerah (6:8). Yesus telah memberikan peringatan, yaitu: "Sebab sebagaimana halnya pada zaman Nuh... demikianlah halnya kelak pada kedatangan Anak Manusia." (Matius 24:37–38)

Bentuk penghukuman yang terjadi di zaman Nuh tidak akan terulang kembali karena Allah memberkati Nuh dan anak-anak-anaknya dengan perjanjian Allah dengan Nuh dengan ditandai hadirnya pelanggi sehingga air bah yang terjadi di zaman NUH tidak terulang (Kejadian 9:1-17). Tidak terulangnya benana air bah zaman NUH karena TUHAN ALLAH tetap tinggal dalam individu yang setia—seperti Nuh, yang "hidup bergaul dengan Allah" (6:9). Selama Roh Allah masih berada di bumi maka bencana seperti air bah di Zaman NUH tidak akan terjadi yaitu membinasakan seluruh umat manusia yang hidup tidak memiliki hubungan pribadi dengan Roh Allah.

Dalam teologi Kristen mengenal persamaan dan perbedaan antara kehidupan zaman Nuh dengan eskatologi ketika Roh Allah ditarik dari umat manusia juga antara air bah di zaman Nuh dengan tujuh cawan murka Allah (Wahyu 15:5-16:21) setelah gereja diangkat dalam hal eskatologi dispensasional. Persamaan dan perbedaan tersebut adalah:

  • Persamaan keadaan moral yang rusak, yaitu di Zaman Nuh dalam Kejadian 6:5-12, digambarkan bahwa manusia pada zaman Nuh sangat jahat, penuh kekerasan, dan korup secara moral. Hati manusia terus-menerus memikirkan kejahatan, sehingga Allah memutuskan untuk menghakimi dunia dengan air bah. Dalam eskatolog, khususnya menjelang tujuh cawan murka Allah (Wahyu 16), dunia digambarkan dalam keadaan moral yang sangat rusak. Manusia menolak Allah, menyembah berhala, dan hidup dalam dosa berat, mirip dengan zaman Nuh (Matius 24:37-39).
  • Penarikan Roh Allah, yaitu Zaman Nuh: Dalam Kejadian 6:3, Allah menyatakan bahwa Roh-Nya tidak akan selama-lamanya tinggal dalam manusia karena kebejatan mereka, menunjukkan penarikan kasih karunia sebelum penghakiman air bah. Dalam pandangan dispensasional, ketika gereja diangkat (rapture, 1 Tesalonika 4:16-17), Roh Kudus yang tinggal dalam gereja juga dianggap "ditarik" dari dunia dalam kapasitas tertentu, membuka jalan bagi masa kesusahan besar dan tujuh cawan murka Allah (2 Tesalonika 2:6-7).
  • Penghakiman Ilahi, yaitu di Zaman Nuh - Penghakiman Allah datang melalui air bah yang memusnahkan seluruh umat manusia kecuali Nuh dan keluarganya (Kejadian 7). Dalam Eskatologi, Tujuh cawan murka Allah (Wahyu 16) adalah penghakiman ilahi yang dahsyat terhadap dunia yang memberontak, menyerupai skala global dan sifat penghancuran air bah.
  • Keselamatan bagi yang Setia, yaitu di zaman Nuh, Nuh dan keluarganya diselamatkan melalui bahtera karena iman dan ketaatan mereka (Ibrani 11:7). Dalam Eskatologi dispensasional pretribulasi, Gereja diangkat sebelum masa kesusahan besar (rapture), menunjukkan keselamatan bagi mereka yang setia kepada Kristus (1 Tesalonika 5:9).
  • Perbedaan jenis penghakiman, di Zaman Nuh berupa air bah, yaitu bencana alam yang bersifat fisik dan menyeluruh, menghapus kehidupan di bumi (Kejadian 7:21-23). Dalam eskatologi - Tujuh cawan murka Allah mencakup berbagai bencana supernatural dan global, seperti luka-luka, kerusakan lingkungan, dan kegelapan (Wahyu 16), yang lebih kompleks dan bervariasi dibandingkan air bah.
  • Perbedaan skala dan tujuan penghakiman di zaman Nuh, penghakiman bertujuan untuk memusnahkan umat manusia yang korup dan memulai kembali dengan Nuh sebagai cikal bakal umat manusia baru (Kejadian 9:1). Dalam Eskatologi - Tujuh cawan adalah bagian dari masa kesusahan besar yang bertujuan tidak hanya menghakimi dosa, tetapi juga mempersiapkan dunia untuk kedatangan kembali Kristus dan pendirian Kerajaan Seribu Tahun (Wahyu 19-20).
  • Peran Gereja di zaman Nuh, tidak ada konsep gereja seperti dalam Perjanjian Baru. Keselamatan terbatas pada Nuh dan keluarganya. Dalam Eskatologi pretribulasi, Gereja diangkat sebelum tujuh cawan murka, sehingga umat percaya tidak mengalami murka Allah, berbeda dengan Nuh yang tetap berada di bumi selama penghakiman.
  • Konteks Rohani, di zaman Nuh - Penarikan Roh Allah lebih berkaitan dengan batas kesabaran Allah terhadap dosa manusia (Kejadian 6:3). Dalam Eskatologi - Penarikan Roh Kudus berkaitan dengan peran-Nya sebagai "yang menahan" (2 Tesalonika 2:6-7), yang memungkinkan munculnya Antikristus dan masa kesusahan besar sebelum penghakiman akhir.

Pandangan eskatologi dispensasional pretribulasi, keyakinan bahwa gereja akan diangkat dari bumi (dikenal sebagai rapture atau pengangkatan) didasarkan pada beberapa ayat Alkitab dan interpretasi teologis. Berikut adalah alasan utama mengapa gereja dipercaya akan diangkat dari bumi suatu kali kelak, disusun secara singkat dan jelas:Janji Keselamatan dari Murka Allah:Alkitab menyatakan bahwa umat percaya dalam Kristus tidak ditentukan untuk mengalami murka Allah (1 Tesalonika 5:9). Pengangkatan gereja sebelum masa kesusahan besar (Tribulation) dan tujuh cawan murka Allah (Wahyu 16) dipandang sebagai cara Allah melindungi gereja dari penghakiman yang ditujukan kepada dunia yang memberontak.

Pengangkatan dalam 1 Tesalonika 4:16-17:Ayat ini menggambarkan peristiwa di mana Tuhan akan turun dari surga, orang-orang percaya yang telah mati akan dibangkitkan, dan mereka yang masih hidup akan "diangkat" bersama-sama ke awan untuk bertemu dengan Tuhan di udara. Peristiwa ini dianggap sebagai pengangkatan gereja sebelum masa kesusahan besar.

Penarikan "Yang Menahan": Dalam 2 Tesalonika 2:6-7, disebutkan adanya "yang menahan" yang akan disingkirkan sebelum Antikristus muncul. Banyak teolog dispensasional memandang "yang menahan" ini sebagai Roh Kudus yang bekerja melalui gereja. Ketika gereja diangkat, pengaruh Roh Kudus dalam kapasitas ini juga ditarik, membuka jalan bagi masa kesusahan besar.

Pemisahan antara Gereja dan Dunia bahwa Gereja, sebagai tubuh Kristus, dipandang sebagai kelompok yang telah ditebus dan dikuduskan (Efesus 5:25-27). Pengangkatan dianggap sebagai cara Allah memisahkan umat-Nya dari dunia yang akan dihakimi, serupa dengan bagaimana Nuh diselamatkan dari air bah atau Lot dari kehancuran Sodom (Lukas 17:26-30).

Pengangkatan gereja dianggap sebagai bagian dari rencana eskatologis Allah untuk mempersiapkan dunia bagi kedatangan kembali Kristus dan pendirian Kerajaan Seribu Tahun (Wahyu 20). Gereja diangkat untuk berada bersama Kristus sebelum Ia kembali secara fisik ke bumi (Wahyu 19:11-16).

Ada juga pandangan di luar pretribulasi, seperti midtribulasi, postribulasi, dan amilenialisme, memiliki perspektif yang berbeda mengenai pengangkatan (rapture) atau penarikan Roh Allah di dunia dan implikasi tertinggal di bumi, karena mereka menafsirkan waktu dan sifat pengangkatan secara berbeda. Berikut adalah penjelasan singkat tentang pandangan ini terkait kehidupan orang percaya yang "tertinggal" saat pengangkatan dan peluang mereka untuk masuk ke Kerajaan Surga yaitu:

  1. Pandangan Midtribulasi waktu Pengangkatan: Pengangkatan terjadi di tengah masa kesusahan besar, sekitar 3,5 tahun setelah dimulainya tujuh tahun Tribulasi (berdasarkan Daniel 9:27 dan Wahyu 11-13). Gereja akan mengalami sebagian dari kesusahan besar, tetapi diangkat sebelum tujuh cawan murka Allah (Wahyu 16). Dalam pandangan ini, tidak ada konsep "orang percaya sejati tertinggal" karena semua orang percaya sejati (gereja) dianggap diangkat pada pertengahan Tribulasi. Mereka yang tertinggal di bumi setelah pengangkatan adalah non-percaya atau orang yang baru bertobat selama paruh kedua Tribulasi (disebut "masa kesusahan besar yang paling hebat"). Orang-orang yang bertobat setelah pengangkatan akan menghadapi penganiayaan berat dari Antikristus (Wahyu 13:7) dan harus tetap setia, sering kali hingga menjadi martir.
    Orang yang bertobat selama paruh kedua Tribulasi masih dapat diselamatkan melalui iman kepada Kristus (Wahyu 7:9-14). Mereka yang setia hingga akhir, meskipun mungkin menjadi martir, akan masuk ke Kerajaan Surga atau dibangkitkan untuk Kerajaan Seribu Tahun (Wahyu 20:4). Namun, tidak ada jaminan keselamatan bagi mereka yang menolak Kristus hingga akhir (Wahyu 14:9-11).
  2. Pandangan Postribulasi waktu pengangkatan dimana Pengangkatan terjadi bersamaan dengan kedatangan kembali Kristus (Second Coming) di akhir masa kesusahan besar (Matius 24:29-31; 1 Tesalonika 4:16-17). Gereja akan mengalami seluruh masa Tribulasi, termasuk penganiayaan Antikristus dan murka Allah dalam bentuk tertentu. Dalam pandangan ini, tidak ada "tertinggal" dalam pengertian pretribulasi, karena pengangkatan terjadi bersamaan dengan kedatangan Kristus untuk menghakimi dunia dan mendirikan Kerajaan-Nya. Orang percaya akan tetap berada di bumi selama Tribulasi, menghadapi penganiayaan, bencana, dan ujian iman (Matius 24:9-13). Mereka dipanggil untuk bertahan dan tetap setia di tengah kesulitan. Non-percaya yang tidak bertobat selama Tribulasi akan menghadapi penghakiman akhir saat Kristus kembali (Wahyu 19:11-21).
    Orang percaya yang bertahan selama Tribulasi dan tetap setia kepada Kristus akan diangkat bersama-sama dengan mereka yang dibangkitkan untuk masuk ke Kerajaan Surga atau Kerajaan Seribu Tahun (Matius 24:13; Wahyu 20:4-6). Mereka yang bertobat selama Tribulasi tetapi menjadi martir juga akan menerima keselamatan (Wahyu 7:14). Namun, mereka yang menolak Kristus dan menerima tanda binatang tidak akan masuk ke Kerajaan Surga (Wahyu 14:9-11).
  3. Pandangan Amilenialisme waktu pengangkatan atau tidak mempercayai pengangkatan sebagai peristiwa terpisah sebelum atau selama Tribulasi. Sebaliknya, mereka menafsirkan ayat-ayat seperti 1 Tesalonika 4:16-17 sebagai bagian dari kedatangan kembali Kristus pada akhir zaman, bersamaan dengan kebangkitan umum dan penghakiman akhir. Masa "Tribulasi" dipandang sebagai penderitaan yang dialami gereja sepanjang sejarah, bukan periode tujuh tahun yang spesifik. Karena tidak ada pengangkatan terpisah, tidak ada konsep "tertinggal" dalam pengertian pretribulasi. Orang percaya terus hidup di bumi, menghadapi penganiayaan dan tantangan sepanjang sejarah hingga kedatangan Kristus. Gereja dipanggil untuk tetap setia di tengah penderitaan dunia, yang dianggap sebagai bagian dari "kesusahan besar" secara simbolis (Wahyu 7:14). Non-percaya tetap memiliki kesempatan untuk bertobat hingga kedatangan Kristus, tetapi penghakiman akhir akan memisahkan yang diselamatkan dari yang tidak.
    Keselamatan tetap bergantung pada iman kepada Kristus (Yohanes 3:16). Orang percaya yang setia hingga akhir, baik yang hidup maupun yang mati, akan dibangkitkan atau diubah untuk masuk ke Kerajaan Surga pada kedatangan Kristus (1 Korintus 15:51-52). Amilenialisme tidak memisahkan gereja dari orang percaya lain dalam sejarah; semua yang setia kepada Kristus akan masuk ke keadaan kekal bersama Allah (Wahyu 21:1-4).

Antara Roh Allah dengan kejahatan manusia sangat jelas dalam menjelang datangnya air bah di zaman Nuh yang tandai oleh:
- Kesibukan makan, minum, kawin → hedonisme, tidak sadar sampai air bah datang → kebutaan rohani. - Adanya Kasih Karunia di tengah penghakiman. Penarikan Roh dalam Kejadian 6:3 bukan akhir cerita. Allah memberi masa tenggang 120 tahun (masa pertobatan), memilih Nuh sebagai sisa yang setia, dan akhirnya menyediakan bahtera—gambaran keselamatan oleh kasih karunia.
Demikian pula hari ini: Roh Kudus masih berkarya, mengundang, menegur, dan menahan kejahatan. Tapi jangan menguji kesabaran Allah. Sebaliknya, bertobatlah selagi masih hari ini (Ibrani 3:15).

Saat ini Roh Allah dicurahkan kepada setiap manusia menjelang kedatangan Yesus ke dua. Manusia saat ini diberi peringatan tentang orang di zaman Nuh sehingga manusia diberikan karunia mengetahui kehendak Allah (Roma 1:23) Bila zaman Nuh terulang menandakan:
1. Pengetahuan akan Kebenaran disampaikan, tetapi terjadi Penolakan secara sadar. Roma 1:32 menekankan bahwa manusia tahu kehendak Allah (melalui hukum alam, hati nurani, ciptaan — lihat Roma 1:19–20), tahu bahwa dosa layak dihukum, namun tetap melakukannya—bahkan mendukung orang lain yang berbuat dosa. Kejadian 6 tidak menyatakan eksplisit "mereka tahu", tetapi implisit: umat manusia hidup setelah kejatuhan, setelah Allah berbicara kepada Kain, setelah garis keturunan Set yang "memanggil nama TUHAN" (Kejadian 4:26). Mereka tidak hidup dalam kegelapan total, tapi memilih kejahatan meski ada terang. Jadi, keduanya menggambarkan dosa bukan karena ketidaktahuan, tapi pemberontakan sadar.
2. Dosa yang Menjadi Norma Sosial. Roma 1:32: Dosa tidak hanya dilakukan, tapi disetujui secara sosial ("setuju dengan mereka yang melakukannya"). Ini adalah normalisasi dosa—masyarakat merayakan apa yang seharusnya dihukum. Kejadian 6:5: "Segala kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan semata-mata." Ini menunjukkan tidak ada lagi suara hati yang menentang, tidak ada minoritas saleh (kecuali Nuh). Kejahatan menjadi budaya dominan. Keduanya menggambarkan masyarakat yang kebal terhadap kebenaran, di mana dosa bukan lagi pengecualian, tapi aturan.
3. Respons Ilahi: Penarikan dan Penyerahan. Kejadian 6:3: Allah menarik Roh-Nya sebagai bentuk batas kesabaran—bukan langsung menghukum, tapi memberi masa tenggang (120 tahun). Roma 1:24, 26, 28: Allah "menyerahkan" manusia kepada keinginan jahat mereka: "Karena itu Allah menyerahkan mereka..." (3x diulang). Ini adalah konsep teologis yang paralel: Allah tidak memaksa manusia bertobat. Ketika manusia terus menolak, Allah mengizinkan mereka mengalami akibat penuh dari pilihan mereka—sebagai bentuk penghakiman sekaligus peringatan.
4. Kondisi Hati yang Rusak Total. Kejadian 6:5: Fokus pada hati (leb) — pusat kehendak, pikiran, dan moral. Semua kecenderungannya jahat terus-menerus (kol-yetzer... raq). Roma 1:21–22: "Hatinya menjadi sia-sia... mereka menjadi bodoh..." Hati yang gelap menghasilkan pikiran yang rusak, lalu perilaku yang rusak. Keduanya menunjukkan bahwa dosa bukan hanya tindakan luar, tapi kebobrokan internal yang sistemik.

Roh Allah ditarik misal melalui peristiwa pengangkatan gereja menandakan era murka Allah menghampiri manusia. Waspadalah bila:
Dosa tidak hanya dilakukan, tapi dipromosikan,
Kebenaran tidak hanya ditolak, tapi dicemooh,
Orang "tahu" sesuatu salah, tapi ikut tepuk tangan.
* Tapi kabar baiknya: Allah masih memberi waktu untuk bertobat (2 Petrus 3:9), dan Roh Kudus masih berkarya—asal kita tidak menghardik-Nya (Efesus 4:30).

Seperti Nuh, kita dipanggil untuk hidup berbeda, berjalan dengan Allah, dan menjadi saksi di tengah generasi yang bergerak mengulangi siklus zaman Nuh. Mintalah kekuatan kepada TUHAN untuk berjalan dalam kebenaran dan bila jatuh dalam dosa segeralah bertobat dan minta pengampunan dari TUHAN ALLAH. Jangan biarkan Roh Allah membiarkan kita berjalan sendiri. Mintalah agar DIA selalu menuntun jalan hidup kita dan menguduskan suara hati kita. Kiranya TUHAN menundukkan hidup kita sehingga menjadi anak kesayangan TUHAN seperti NUH di zamannya.







Tulisan lainnya di werua.blogspot:
Kesengsaraan Era Zaman 666 berkuasa dan Cawan Murka Allah
Tragedi Tragis Sebelum Hari Murka TUHAN
Tertinggal Saat Pengangkatan?
TUHAN Mempersingkat Waktu
Pelanggi Gambar Dari Kemuliaan TUHAN
Tujuh Meterai Dibuka
YESUS Membungkam Musuh-Nya
Teror Dan Kerajaan ALLAH
Masa Kesengsaraan Besar
Deru Dan Gelora Laut Jelang Kedatangan-Nya


Posting Komentar

komentar

Lebih baru Lebih lama

Random Posts


Sebab Tuhan adalah Roh; dan dimana ada Roh Allah, disitu ada kemerdekaan 2 Korintus 3:17