-->

Notification

×

Sebab Tuhan adalah Roh; dan dimana ada Roh Allah, disitu ada kemerdekaan 2 Korintus 3:17

Iklan

Iklan

Tag Terpopuler

Siapakah Allah? Yahweh atau Ilah Kafir, Suatu model tanggapan Alkitabiah.

Sabtu, 07 Juli 2018 | Juli 07, 2018 WIB | 0 Views Last Updated 2023-07-05T21:33:04Z
Siapakah Allah itu : Yahweh atau Ilah Kafir? adalah karya tulis Laurence D. Waterman dan C.W. Ellsworth terhadap Robert Morey. Blog ini hanya menyajikan tinjauan dari sudut pandang etimologi saja.

Topik siapa "Allah" sesuatu isu yang menarik di kawasan Asia Tenggara. Allah dari sudut pandang Etimologi. ( Ringkasan ) Waktu menyelidiki nama Allah dari sudut pandang etimologis, ada baiknya kita mengigat prinsip linguistik : arti kata ditentukan oleh pengunaan kata, bukan etimologinya ( latar belakang suatu istilah ).

Dalam bahasa Inggeris ada banyak contoh yang baik mengenai prinsip ini. Misal "hussy" ( perempuan yang sangat nakal ) berasal dari istilah "housewife" (ibu rumah tangga ), tetapi kedua istilah itu jelas mempunyai makna yang berbeda sama sekali! Robert Morey mengabaikan prinsip ini dalam diskusinya mengenai asal-usul Allah. Dalam bukunya, The Islamic Invasion, Morey berpendapat bahwa "Allah" itu tidak lain dari Sin, dewa bulan bangsa Arab kafir. Ia mendasarkan argumennya atas pernyataan yang masih dapat diperdebatkan bahwa "Allah" adalah kependekan dari " al-ilah", atau "sang tuhan," gelar pra Islam bagi ilah tertinggi.

Ketika Morey membaca prasasti kuno yang menyebutkan bahwa dewa bulan Sin , ilah utama dalam panteon Arab Selatan, juga bergelar al-ilah, ia langsung menyimpulkan bahwa Allah berakar dari dewa bulan kafir ini. Kalaupun hal ini benar, Morey melompat jauh sekali dari situ kepada kesimpulannya bahwa "Islam tidak lain dari kultus dewa bulan yang dihidupkan kembali .... penyembahan berhala belaka". Kalaulah nama "Allah" sudah dipakai oleh orang Arab kafir sebelum zaman Muhammad, apakah ini berarti seluruh pemahaman pra-Islam tentang Allah itu keliru, sehingga istilah ini takkan pernah bisa menunjukkan muatan yang lebih selaras dengan kebenaran Tuhan? Jika demikian, hal itu akan sangat mengejutkan bagi orang Kristen Arab, atau orang Kristen di Indonesia, yang selalu memakai kata "Allah" dalam ibadat Kristianinya. Mereka sudah memakai sebutan ini sebelum zaman Muhammad, sebelum Islam ada.

Disini kita pun perlu mengetahui satu fakta tambahan, fakta yang diabaikan . Al Quran memgambarkan bangsa Arab Kafir sebagai oranng orang beriman kepada "Allah" dalam pemahaman mereka Allah adalah Pencipta langit dan bumi, matahari dan bulan. Dalam keadaan gawat mereka kadang kadang berdoa kepada-Nya juga. Pada saat yang bersamaan, bagaimanapun, bangsa Arab kafir menolak Dia karena lebih menyukai berhala-berhala dan ilah-ilah yang dapat mereka manfaatkan demi kepentingan mereka sendiri. Mereka seperti bangsa kafir yang dikecam oleh Paulus dalam Roma 1:21 : "sekalipun mereka mengenal Tuhan, mereka tidak memuliakan Dia sebagai Tuhan". Ketika sejumlah Arab kafir menjadi Kristen, mereka terus memakai istilah untuk Tuhan ( "Allah") yang sudah mereka kenal. Tetapi sebagai orang Kristen pemahaman mereka tentang Allah, Sang Pencipta, diselaraskan dengan kebenaran Alkitabiah.

Kembali kepada Robert Morey, kita melihat bahwa Morey mengecam pratik yang sebenarnya menjadi model bagi kita di dalam Kitab Suci sendiri. Argumen-argumennya menyiratkan bahwa gelar bagi Tuhan yang dipakai di dunia kafir tidak boleh dan tidak dapat dipungut dan "diisi ulang" dengan muatan yang lebih Alkitabiah. Jika demikian halnya, tentulah penulis Perjanjian Baru membuat kesalahan yang besar ketika memungut kata Theos, yang dipakai oleh para filsuf-filsuf Yunani kafir seperti Xenophanes, Plato dan Aristoteles. Tetapi Theos dipakai banyak pengungkapan tertinggi Tuhan tentang diri-Nya, sehingga kita merasa bebas menerjemahkan istilah itu sebagai "Tuhan"

Dalam interaksi Abram dengan Melkisedek, kita juga melihat kesudian di pihak wakil Tuhan untuk berinteraksi secara positif dengan kebenaran Tuhan, bahkan ketika pesan itu disampaikan dengan nama ilah yang dipakai dalam paham kekafiran bangsa Kanaan. Abram bukan hanya menerima berkat dalam nama El Elyon, ia malah memberikan persembahan sepersepuluh kepada imam dari EL Elyon itu. Ia bahkan bertindak lebih jauh dengan mengangkat tangan dan bersumpah secara sukarela dalam nama El Elyon.

Prinsip Alkitabiah agaknya sebagai berikut: jika suatu kelompok etnik punya nama yang berbeda untuk Tuhan Yang Mahatinggi, "Pencipta langit dan bumi," kita harus mempertimbangkan dengan hati hati apakah nama itu merupakan sarana yang paling tepat untuk menyampaikan kebenaran Injil yang penuh kuasa.

Kita dapat mengadakan satu pengamatan penting lagi mengenai alur pemikiran Morey. Dengan melarang pemungutan nama kafir, tanda sadar ia sedang mengecam dirinya sendiri, karena ia pun mengunakan kata "God", yang akar etimologisnya tidaklah lebih murni daripada "Allah" Istilah "God" yang diambil dari istilah Jerman Gott, dipakai oleh orang Eropa pra-Kristen untuk mengambarkan "suatu objek penyembahan" Kita dapat menduga bahwa istilah itu merujuk kepada dewa tertinggi.

Kita juga dapat menduga bahwa ibadat Eropa kafir tidaklah lebih Alkitabiah daripada ibadat orang Arab kafir. Dengan demikian tersirat dari argumen Morey bahwa istilah "God" layak dipakai, tetapi "Allah" tidak. Terkandung pula anggapan tersembunyi yang patut disayangkan bahwa kata Eropa untuk ilah kafir lebih baik daripada kata Arab untuk ilah kafir.
Etnosentrisme yang tidak disengaja ini agaknya terjadi karena Morey begitu akrab dengan Kekristenan Barat tetapi tidak akrab dengan Kekristenan Timur Tengah.

Sumber: weruah.wordpress.com/2009/09/10/siapakah-allah-1yahweh-atau-ilah-kafir-suatu-model-tanggapan-alkitabiah/

×
Berita Terbaru Update