-->

Notification

×

Sebab Tuhan adalah Roh; dan dimana ada Roh Allah, disitu ada kemerdekaan 2 Korintus 3:17

Iklan

Iklan

Tag Terpopuler

Psikotes Penilaian Serta Pengukuran Dan TUHAN

Rabu, 11 April 2018 | April 11, 2018 WIB | 0 Views Last Updated 2023-07-08T20:05:39Z
I Samuel 16:7 Tetapi berfirmanlah TUHAN kepada Samuel: "Janganlah pandang parasnya atau perawakan yang tinggi, sebab Aku telah menolaknya. Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati."

Matthew Henry Concise Commentary mengomentari teks di atas dengan pernyataan "Aneh bahwa Samuel, yang telah begitu kecewa dengan Saul, yang wajah dan perawakannya direkomendasikan dia, harus menilai manusia lain dengan peraturan itu.
Kami bisa mengatakan bagaimana Samuel melihat, tapi Tuhan dapat mengatakan apa yang ada dalam diri manusia. Dia mengadili dan melihat sampai kedalaman hati. Kita sering membentuk penilaian keliru karakter, tetapi Tuhan menghargai hanya iman, takut kepada-Nya, dan cinta, yang ditanam di dalam hati, penegasan luar manusia. Dan Allah tidak menyukai anak-anak kita, sesuai dengan keberpihakan disukai kita. Daud adalah anak bungsu dari anak-anak Isai; namanya menandakan Terkasih, ia adalah sejenis Anak Allah yang terkasih. Roh Tuhan turun ke atas Daud sejak hari itu.Pengurapan-Nya bukanlah upacara kosong, kekuatan Ilahi pergi dengan tanda yang dilembagakan, ia menemukan dirinya maju dalam kebijaksanaan dan keberanian, dengan semua kualifikasi pangeran, meskipun tidak maju dalam keadaan lahiriahnya.
Hal ini akan memuaskan dia bahwa pemilihannya adalah Allah. Bukti terbaik dari yang kami predestinasi ke kerajaan kemuliaan, adalah, kita dimeteraikan dengan Roh yang dijanjikan, dan pengalaman dari sebuah karya kasih karunia dalam hati kita."

Sebagaimana Samuel yang sibuk memilih raja penganti Saul berdasarkan appraisal/ pemberian penilaian dan pengukuran (measurement) maka saat ini lembaga dan organisasi gereja dan lembaga-lembaga lainnya di dunia mengembangkan teknik identifikasi mengenai sesuatu melalui proses pengumpulan informasi yang biasanya digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan. Attwood & Dimmock menyatakan secara umum, performa appraisal merupakan proses dimana organisasi mengevaluasi performa atau unjuk kerja/kinerja karyawannya dengan tujuan untuk meningkatkannya sedangkan measurement sebagai proses pemberian angka atau label terhadap atribut dengan aturan-aturan yang terstandar atau yang telah disepati untuk merepresentsikan atribut yang diukur. Ilmu yang mempelajari hal ini dinamakan psikodiagnosa yang melahirkan depeloper tes, teknik user tes dan tester, prosedur pelaksanaan, teknik tes .......

Sebagaimana Samuel yang menentukan "nasib" orang yang diurapinya karena adanya wewenang mengangkat seseorang menjadi raja, psikotes hasil dari psikodiagnosa tak jarang menentukan “nasib” seseorang. Dalam dunia kerja, seseorang bisa tidak diterima, dimutasi atau bahkan dikeluarkan akibat hasil psikotes. Seorang siswa bisa dikategorikan bodoh, terbelakang, dan berbagai label lain, karena hasil psikotes.
Validitas hasil psikotes bisa makin runyam jika kita memperhitungkan telah begitu banyak diterbitkan buku yang memberi petunjuk cara menjawab psikotes. Sementara kita juga mulai bisa mempertanyakan validitas alat berbasis kemampuan menghitung yang terdapat pada tes Pauli, Kraeplin [dan yang secara parsial juga ada di beberapa tes IQ]; ketika di masyarakat bermunculan kursus-kursus seperti Sempoa dan Mental Aritmetika.

Psikotes sendiri, sebelum sampai pada semua permasalahan ini, masih menyimpan problem internal berkaitan dengan adaptasinya pada budaya Indonesia. Sebagian alat-alat yang digunakan sebagai psikotes, masih menyimpan bias budaya. Perkembangan teknologi informatika dapat membuat pengukuran melalui aneka tes psikologi baik obyektif maupun proyekstif, yang meliputi dari tes intelegensia, bakat, minat dan kepribadian dapat dengan mudah ditemukan dalam aneka situs internet sehingga alat tes tersebut sudah ketinggalan zaman dan senantiasa perlu diperbaharui sedangkan disisi lain dituntut tetap memiliki validitas dan reliabilitas.

Tak heran bila hasil tes psikologi sudah kurang tepat sasaran karena banyak cara untuk mengangkat nilai jual seseorang melampaui kondisi sebenarnya. Misal mempelajari soal di: www.wonderlic.com, similarminds.com, www.soaltespsikotes.wordpress.com
Foucault menjelaskan bahwa kita disosialisasi ke dalam seperangkat praktik diskursif yang berupa struktur pemaknaan. Tetapi ini bukan struktur yang bersifat menetap atau tak bisa diubah. Manusia adalah agen yang memediasi struktur ini. Dengan demikian kelanggengan struktur ini sangat tergantung pada bagaimana penerimaan manusia. Dalam kaitan dengan psikotes, semakin kita menerima dan menempatkan hasilnya sebagai kebenaran, maka kita akan semakin terkuasai oleh struktur itu. Lebih jauh, kita akan semakin terasing dari kemanusiawian kita. Ironisnya, psikotes, masih menjadi berhala di sejumlah institusi. Lembaga pendidikan setara SMP dan SMU selalu melakukan psikotes untuk “mengkategorikan” kemampuan anak didiknya. Baru-baru ini, saya dengar bahwa jenjang pendidikan setingkat TK pun melakukan psikotes untuk penerimaan murid. Kita juga bisa melihat bahwa perusahaan-perusahaan masih menggunakan psikotes untuk menerima, memutasi atau memberhentikan karyawan.

Samuel dengan pengalamannya memimpin bangsa Israel sampai usia sepuh, standar penilaian yang diukurkan tetap memiliki ketidak harmonisan yang berbeda dengan pilihan TUHAN. Pilihan Tuhan yang dapat dipersamakan dengan suara Tuhan belum tentu sama dengan pilihan manusia. Manusia dengan segenap kemampuannya hanyalah sampai kepada isi, konstrak dan kriteria yang reliabilitasnya dibatasi oleh ruang dan waktu sehingga tidak dapat meramalkan dan menentukan dengan keterandalan, konsistensi untuk jangka waktu tertentu.

Dalam Perjanjian Baru, kisah serupa banyak ditemukan. Misal : "Kisah Para Rasul 13:2 Pada suatu hari ketika mereka beribadah kepada Tuhan dan berpuasa, berkatalah Roh Kudus: "Khususkanlah Barnabas dan Saulus bagi-Ku untuk tugas yang telah Kutentukan bagi mereka."" Pemilihan yang seperti dilakukan oleh Samuel dengan membiarkan TUHAN melakukan intervensi langsung memiliki validitas dan reliabilitas yang sangat tinggi dan tepat serta benar. namun sayangnya psikotes dan pengetahuan manusia acapkali merebut posisi Tuhan dalam menentukan dan memilih orang pilihan-Nya untuk pekerjaan-Nya yang khusus dalam waktu dan ruang tertentu. Lembaga Gerejawi yang seharus peka terhadap suara dan isi hati Tuhan menjadi tumpul dan penuh dengan pengetahuan sebagaimana yang dipelajari dan dikembangkan dalam psikodiagnostika.

Pierre Bourdieu berpendapat bahwa wacana psikotes, psikologi menjadi tak lebih dari ilmu yang sifatnya tekstual ketimbang kontekstual dan sebagai kekuasaan yang beroperasi melalui modal simbolik. Angka-angka dalam psikotes menjadi modal simbolik. Lisensi menggunakan alat-alat psikotes adalah modal simbolik. Gelar psikologi adalah modal simbolik. Keanggotaan Himpsi adalah modal simbolik. Modal ini berguna untuk mendominasi orang lain, melegitimasi dan memapankan posisi sendiri. Dalam pembahasan Bourdieu, sebenarnya dicermati kenyataan bahwa kekuasaan beroperasi dan menyembunyikan diri melalui budaya. Dalam konteks ini, kita mencermati kekuasaan yang beroperasi dalam “budaya akademis”. Kelompok terdominasi adalah kumpulan individu-individu yang menerima begitu saja (taken-for-granted) terhadap konstruksi-konstruksi yang ditawarkan oleh kelompok pendominasi. Agar kelompok yang didominasi menerima begitu saja, maka kelompok terdominasi harus memiliki modal yang mampu melegitimasi dominasinya melalui penaklukan moral dan intelektual kelompok terdominasi. Modal adalah hal-hal yang dalam kebudayaan merupakan suatu yang diyakini penting.

Psikotes adalah salah satu upaya pencarian melalui proses pemaknaan. Sayang, dalam perkembangannya, orang banyak menetapkan sebagai acuan harga mati atau pemaknaan yang bersifat menetap. Psikotes bahkan berubah menjadi stigmatisasi ketika ditemukan interpretasi psikologis yang menyatakan bahwa seseorang menyimpang. Manusia adalah entitas yang tak pernah memiliki pemaknaan menetap. Dia hidup dalam absurditas dan pergerakan pencarian diri, justru dalam absurditas dan pencarian inilah manusia menemukan kemanusiawiannya.

Tulisan ini tak hendak mendiskreditkan psikotes maupun pihak-pihak yang menggunakan atau mengoperasikannya. Tak pula hendak merendahkan mereka yang memiliki lisensi menginterpretasi, karena saya tahu sebagian dari mereka memang handal dan kompeten. Hal esensial yang ingin saya sampaikan adalah bagaimana kita mencermati hal-hal di balik psikotes dan implikasi-implikasinya. Di sisi lain untuk menjaga kewibawaan dan keakuratan hasil tes maka soal-soal psikotes bersifat sangat terbatas dan hanya dimiliki oleh mereka yang memiliki lisensi. Apakah itu dipegang teguh? Jangankan soal psikotes, rahasia paling ketat dan rahasia dinas rahasia negara adidaya pun dapat dibobol, apalagi rahasia profesi sipil yang memiliki tes yang hampir seragam diseluruh bulatan bumi ini.

Jalani hubungan yang intim dengan TUHAN, agar seperti Samuel dapat diluruskan TUHAN saat memilih orang, demikian hal kita di zaman modern ini yang makin berkembang alat ukur namun juga berkembang lebih hebat segala sesuatu yang membiaskan penilaian, kemunafikan dan arus informasi yang tidak terbentung yang dapat menyebabkan kembali untuk hanya mengandalkan dan membiarkan DIA membimbing dalam menilai dan mengukur segala sesuatu. Sebab DIA ALLAH MAHA TAHU sampai hal yang sangat rahasia dari segala sesuatu yang disebut dan dikelompokkan dalam ranah rahasia.

Pustaka : www.psiko-indonesia.blogspot.com/2006/10/psikotes-kebenaran-kekuasaan.html
×
Berita Terbaru Update