Sebab Tuhan adalah Roh; dan dimana ada Roh Allah, disitu ada kemerdekaan 2 Korintus 3:17

Kamis, 16 Agustus 2018

Pengantar Pendidikan Luar Biasa dan Pembinaan Warga Gereja

Yohanes 9:3 ~ Jawab Yesus: "Bukan dia dan bukan juga orang tuanya, tetapi karena pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia.

Teks di atas adalah pertanyaan para murid Yesus saat berjumpa dengan orang buta sejak lahir. Pertanyaan para murid Yesus yang ingin mendapatkan penjelasan yang memuaskan pikirannya tentang siapa yang bersalah yang menjadi penyebab kebutaan orang tersebut, tetapi Yesus mengungkapkan suatu fakta yang penting dalam melakukan pelayanan di bumi, yaitu agar pekerjaan-pekerjaan Allah nyata dalam segala hal dan melalui orang yang buta dari lahir nama TUHAN dipermuliakan.

Seperti para murid Yesus, maka di kalangan masyarakat saat ini bahkan di lingkungan pendidikan pendapat tentang orang cacat dikelompokan menjadi:
  1. Tidak berguna/tidak diperlukan,
  2. dikasihani/disantuni,
  3. dilatih/dididik,
  4. persamaan hak.
Dengan sudut pandang yang lain cara pandang masyarakat terhadap penderita cacat dapat dikategorikan:
  1. Penolakan,
  2. penerimaan,
  3. pemahaman,
  4. pengetahuan.
Yesus dengan penuh kasih menyembuhkan orang yang buta sejak lahir seperti yang Dia lakukan kepada semua orang yang datang kepada-Nya dengan berseru dan beriman kepada-Nya sebab Dia tidak membedakan orang sebab semua manusia mendapat hak yang sama dari-Nya, yaitu dibebaskan dari segala sesuatu yang menawannya baik bersifat lahiriah maupun batiniah, baik yang bersifat fisik maupun rohaniah, baik yang kelihatan maupun yang tidak kelihatan sebab Dia adalah Mesias, Juruselamat bagi semua orang. Di dalam DIA ada persamaan hak. Orang buta yang disembuhkan oleh Yesus adalah sejak lahir buta, sehingga alami sejak masa kanak-kanak yang dilalui dengan hilangnya kemampuan indera penglihatan.

Di Indonesia istilah-istilah tersebut di atas dapat diwakili dengan istilah ”anak cacat” . Psikologi menyatakan anak dengan kebutuhan khusus sedangkan dalam dunia pendidikan lebih dikenal dengan istilah ”anak luar biasa” untuk menunjuk individu yang memiliki kelainan pada fisik, emosi, sosial, dan intelektual yang memerlukan layanan pendidikan secara khusus.

Individu yang memerlukan layanan pendidikan khusus dapat dikategorikan sebagai berikut: (Haring, N. G. (1982). (ed.). Exceotional Children and Youth. An Introduction to Special Education. Columbus: Charles E. Merrill)
  • Kelainan indera (yaitu tunanetra dan tunarungu)
  • Kelainan kecerdasan (yaitu tunagrahita dan gifted)
  • Kelainan komunikasi (gangguan bahasa dan bicara)
  • Berkesulitan belajar (Learning disabiliy)
  • Gangguan tingkah laku (behavior disorder)
  • Cacat fisik dan gangguan kesehatan
Pada mulanya tidak ada konsensus umum bahwa penyendang cacat memerlukan pendidikan. Mereka di simpan (disembunyikan) di rumah-rumah atau di kumpulkan di rumah penampungan orang miskin atau pusat-pusat amal lainnya tanpa pemberian pendidikan sama sekali. Diperkirakan sampai tahun 1850, 60% penghuni rumah penampungan adalah orang-orang tuli, buta, dan sakit ingatan. Dalam sejarah perkembangan perlakuan masyarakat terhadap penyandang cacat ada beberapa tokoh yang penting yang perlu dicatat.

Pada tahun, 1555, seorang pendeta berkebangsan Spanyol, Pedro Ponce de Leon, mengajar membaca, menulis, berbicara, dan berhitung kepada anak-anak tuli. Rintisan ini kemudian diikuti dengan penerbitan buku tentang pendidikan untuk anak tuli oleh Juan Pablo Bonet tahun 1620. Pada tahun 1700an, Jacob Periere tertarik kepada sekelompok orang tuli dan bisu yang menurut pandangan masyarakat saat itu anak-anak seperti ini tidak dapat dididik atau dilatih. Meskipun demikian Jacob Periere mencoba untuk mengajar mereka menggunakan bahasa isyarat dan menggunakan alat sederhana untuk berhitung. Jacob Periere ingin menunjukkan bahwa dengan pengajaran yang khusus mereka dapat diajar atau dididik.

Sejarah pendidikan luar biasa sangat erat kaitan dengan pelayanan pastoral seorang pendeta sebab mereka memiliki hak yang sama dengan yang lain...... sekarang apakah orang yang memiliki keperluan khusus masih dapat perhatian dari lembaga pendidikan Kristen? Apakah masih ada perhatian dalam layanan pastoral saat ini? Ataukah sudah dilimpahkan sepenuhnya kepada kaum "awam" atau "psikolog" atau pemerhati pendidikan luar biasa?

Sejarah pendidikan luar biasa erat kaitan dengan bentuk kasih kepada kaum marginal termasuk penderita cacat, contoh :
  • Abbe Charles Michael de I`Epee dan Abbe Roch Ambroise Sicard di Perancis mengembangkan bahasa isyarat dan sistem pembelajaran menggunakan gagasan
  • Jacob Periere yang menekankan penggunaan isyarat dan alpabet biasa untuk berkomunikasi dan pelatihan indera penglihatan dan perabaan. Ide inilah yang dianggap sebagai dasar pelatihan dan pendidikan bagi anak tuli
  • Jean Marc Itard, seorang dokter di Paris, yang berupaya melatih seorang anak tunagrahita yang ditemukan di hutan yang telah berperilaku seperti binatang yang kemudian anak ini terkenal dengan sebutan Victor the wild boy of Aveyron.
  • Edouard Seguin, murid Itard melanjutkan untuk mengajar anak tunagrahita. Ia bekerja di Hospice des Incurables di Perancis sebelum pindah ke Amerikat Serikat tahun 1850. Kemudian ia bekerja di sekolah untuk anak idiot di Pennsylvania.
  • Maria Montessori, mengembangkan teknik dan materi pengajaran untuk anak tunagrahita.
Pendidikan Luar biasa di Indonesia erat kaitannya antara lain dengan :
  • Deklarsi Hak Asasi manusia, tahun 1948,
  • Konvensi Hak Anak, tahun 1989,
  • Konvensi Dunia tentang Education for All, tahun 1990,
  • Peraturan Standar tentang Kesamaan Kesempatan bagi Penyandang Cacat, tahun 1993,
  • Pernyataan Salamanca tentang Pendidikan Inklusi, tahun 1994.
  • UU Nomor 4 tahun 1997 tentang Penyandang Cacat.
Pendidikan Sekolah Luar Biasa di Indonesia saat ini dikelompakan menjadi:
  • SLB bagian A untuk tunanetra,
  • SLB bagian B untuk tunarungu,
  • SLB bagian C untuk tunagrahita,
  • SLB bagian D untuk tunadaksa,
  • SLB bagian E untuk tunalaras
  • SLB bagian G untuk cacat ganda.
Pendidikan luar biasa memiliki misi khusus yang luar biasa untuk penderitaan yang berkebutuhan khusus, antara lain :
  • Tunanetra (Partially seing and legally blind) adalah individu yang memiliki hambatan dalam penglihatan. tunanetra diklasifikasikan dua golongan : buta total (Blind) dan low vision. Tunanetra menurut Kaufman & Hallahan adalah individu yang memiliki lemah penglihatan atau akurasi penglihatan kurang dari 6/60 setelah dikoreksi atau tidak lagi memiliki penglihatan. Karena tunanetra memiliki keterbataan dalam indra penglihatan maka proses pembelajaran menekankan pada alat indra yang lain yaitu indra peraba dan indra pendengaran serta media yang digunakan harus bersifat taktual dan bersuara,contohnya adalah penggunaan tulisan braille, gambar timbul, benda model dan benda nyata.sedangkan media yang bersuara adalah tape recorder dan peranti lunak JAW. Orientasi dan Mobilitas diantaranya mempelajari bagaimana tunanetra mengetahui tempat dan arah serta bagaimana menggunakan tongkat putih (tongkat khusus tunanetra yang terbuat dari alumunium).
  • Tunarungu Wicara / Tunarungu (Communication disorder and deafness) adalah individu yang memiliki hambatan dalam pendengaran baik permanen maupun tidak permanen. Cara berkomunikasi dengan individu menggunakan bahasa isyarat, untuk abjad jari telah dipatenkan secara internasional sedangkan untuk isyarat bahasa berbeda-beda di setiap negara. saat ini dibeberapa sekolah sedang dikembangkan komunikasi total yaitu cara berkomunikasi dengan melibatkan bahasa verbal, bahasa isyarat dan bahasa tubuh. Individu tunarungu cenderung kesulitan dalam memahami konsep dari sesuatu yang abstrak.
  • retardasi mental/tunagrahita menurut WHO adalah seorang memiliki dua hal yang esensial yaitu fungsi intelektual secara nyata di bawah rata-rata dan adanya ketidakmampuan dalam menyesuaikan diri dengan norma dan tututan yang berlaku dalam masyarakat.Adapun cara mengidentifikasi seorang anak termasuk tunagrahita yaitu melalui beberapaindikasi sebagai berikut: Penampilan fisik tidak seimbang, misalnya kepala terlalu kecil/besar; Tidak dapat mengurus diri sendiri sesuai usia; Perkembangan bicara/bahasa terlambat; Tidak ada/kurang sekali perhatiannya terhadap lingkungan(pandangan kosong); Koordinasi gerakan kurang (gerakan sering tidak terkendali); Sering keluar ludah (cairan) dari mulut (ngiler) sehingga pendidikan SLB menekankan kepada Pembelajaran bagi individu tunagrahita lebih di titik beratkan pada kemampuan bina diri dan sosialisasi.
  • Tunadaksa adalah individu yang memiliki gangguan gerak yang disebabkan oleh kelainan neuro-muskular dan struktur tulang yang bersifat bawaan, sakit atau akibatkecelakaan, termasuk celebral palsy, amputasi, polio, dan lumpuh. Tingkat gangguan pada tunadaksa adalah ringan yaitu memiliki keterbatasan dalam melakukan aktivitas fisik tetap masih dapat ditingkatkan melalui terapi, sedang yaitu memilki keterbatasan motorik dan mengalami gangguan koordinasi sensorik, berat yaitu memiliki keterbatasan total dalam gerakan fisik dan tidak mampu mengontrol gerakan fisik.
  • Tunalaras (Emotional or behavioral disorder). Menurut Eli M. Bower (1981), anak dengan hambatan emosional atau kelainan perilaku dengan menunjukkan adanya satu atau lebih dari lima komponen berikut: Tidak mampu belajar bukan disebabkan karena faktor intelektual,sensori atau kesehatan; Tidak mampu untuk melakukan hubungan baik dengan teman-teman dan guru-guru; Bertingkah laku atau berperasaan tidak pada tempatnya yang umumnya mereka selalu dalam keadaan pervasive dan tidak menggembirakan atau depresi; Bertendensi kearah symptoms fisik ( merasa sakit atau ketakutan berkaitan dengan orang atau permasalahan di sekolah) Anak yang mengalami gangguan emosi dan perilaku juga bisa diidentifikasi melalui indikasiberikut: Bersikap membangkang; Mudah terangsang emosinya; Sering melakukan tindakan aggresif; Sering bertindak melanggar norma sosial/norma susila/hukum.
  • Pendidikan SLB menekankan Tunaganda (Multiple handicapped) Walker (1975) berpendapat mengenai tunaganda sebagai berikut: Seseorang dengan dua hambatan yang masing-masing memerlukan layanan-layanan pendidikan khusus. Seseorang dengan hambatan-hambatan ganda yang memerlukan layanan teknologi. Seseorang dengan hambatan-hambatan yang memerlukan modifikasi khusus.
Nuah P. Tarigan menyatakan Konteks pelayanan kepada anak-anak yang berkebutuhan akan diperhitungkan oleh Tuhan Yesus Kristus dalam membangun masyarakat "transformative" dan akan memulihkan semua.

Umur 4-14 tahun adalah umur yang sangat potensial dalam kehidupan manusia, dengan keterbatasan yang dimiliki oleh seorang anak yang mengalami disabilitas atau cacat atau apapun namanya, jika kita sudah memperhatikan sejak dini maka anak anak ini akan menjadi generasi yang terpulihkan baik dari sisi rohani, jiwa dan fisikalnya.

Pendekatan yang menyeluruh bagi semua anak-anak Tuhan baik yang kecil maupun besar tanpa melihat keterbatasannya. Pendekatan yang holistic mutlak harus dilakukan kedepan, kita harus memperhatikan dari segi arsitektural dan interiornya, juga jiwanya, apalagi dari aspek rohaninya, sehingga mereka dapat nyaman berlindung didalam Kasih Tuhan yang nyata dan bukan sesuatu yang abstrak dan tak dapat disentuh.

Nuah P. Tarigan juga ingatkan pentingnya Sekolah Minggu. Sekolah Minggu harus memasukkan perhatian kepada kaum yang berkebutuhan khusus, karena walaupun mereka secara fisik mengalami kekurangan namun jiwa serta Roh mereka justru lebih baik dari kita, banyak kisah–kisah sukses orang yang mengalami disabilitas yang malah lebih sukses dari orang-orang yang dirinya lebih “normal” secara fisik.

Gereja harus memulai program renovasi gedung gerejanya dengan lebih komprehensif, baik itu pada posisi tangga bangunan, pembangunan “ramp” yang baik, kamar mandi yang ramah kepada semua orang baik yang berkebutuhan khusus, lansia, anak-anak, dan wanita.

Pendidikan yang diselenggarakan gereja juga harus menekankan pendekatan inklusi yang bisa diterima dan dikembangkan oleh semua elemen masyarakat, yang tidak membeda-bedakan antara yang cacat atau disabilitas dan yang tidak, semua pelayan Tuhan dilatih supaya kenal dan tahu bagaimana bersikap terhadap orang-orang atau anak-anak yang berkebutuhan khusus, kepada yang tunanetra (buta), tunadaksa (cacat tubuh), tunagrahita (keterbelakangan mental), dan tunarungu (yang tidak bisa berbicara atau kelemahan dalam berkomunikasi), semuanya memiliki pendekatan khusus dan dapat dilatih sesuai dengan kebutuhan saat itu didalam gereja kita masing-masing.

Elisabet Desi Kumalasari menyatakan masalah pokok para penyandang cacat, yaitu: kemiskinan, mentalitas dan kurangnya aksesabilitas, para penyandang cacat ini mendapat pelayanan dalam tiga hal, yakni (1) peningkatan Sumber Daya Penyandang Cacat melalui kunjungan dan pertemuan komunitas; (2) peningkatan ekonomi penyandang cacat dengan pelatihan dasar, kelompok usaha dan pemasaran; dan (3) peningkatan kesadaran publik dengan talkshow, forum keluarga penyandang cacat, dan penyediaan info kecacatan.

Gereja dan atau organisasi yang terkait di dalamnya dalam memberikan pendidikan fokus kepada pelatihan dasar, kelompok usaha dan pemasaran. Yesus Kristus Tuhan berpesan kepada umat-Nya. Pesan-Nya :
  • Lukas 14:13 Tetapi apabila engkau mengadakan perjamuan, undanglah orang-orang miskin, orang-orang cacat, orang-orang lumpuh dan orang-orang buta.
  • Lukas 14:21 Maka kembalilah hamba itu dan menyampaikan semuanya itu kepada tuannya. Lalu murkalah tuan rumah itu dan berkata kepada hambanya: Pergilah dengan segera ke segala jalan dan lorong kota dan bawalah ke mari orang-orang miskin dan orang-orang cacat dan orang-orang buta dan orang-orang lumpuh.
Pesan Tuhan itu disampaikan agar orang yang berkebutuhan khusus adalah orang yang luar biasa di mata-Nya sehingga dapat perhatian-Nya secara khusus. Dengan pendidikan termasuk di dalamnya pendidikan rohani/pembinaan iman warga gereja maka mereka yang terpinggirkan mendapatkan kesempatan istimewa menikmati kerajaan-Nya yang mulia.

Pembinaan warga gereja untuk yang luar biasa dapat dilakukan sebab Tuhan yang mengutus maka Dia yang melengkapi dengan hikmat-Nya dan Kuasa-Nya sehingga kebenaran Firman Tuhan nyata bahwa dalam kerajaan-Nya terdapat sejumlah besar yang dulunya sewaktu tinggal di bumi dikelompokkan sebagai orang cacat ..... (yang kebutuhan khusus) karena ada kasih Allah melalui anak-anak-Nya yang terpanggil mendidik mereka dengan luar biasa baik untuk urusan jasmani dan rohani sehingga bukan saja dapat produktif sewaktu hidup di dunia melainkan menjadi umat-Nya yang berkenan di hadapan-Nya dengan penuh kemuliaan Allah. Kasih-Nya memberikan pengharapan bagi yang berkebutuhan khusus.

Hikmat-Nya dan Kuasa-Nya memberi pertolongan dan jalan keluar. Mujizat masih dapat terjadi dan kemuliaan-Nya hadir karena Dia ditinggikan di antara mereka yang terpinggirkan.

Share this

Random Posts

Kontak

Pesan untuk admin dapat melalui: Kirim Email

Label Mobile

biblika (83) budaya (47) dasar iman (96) Dogmatika (75) Hermeneutika (75) karakter (42) konseling (81) Lainnya (91) manajemen (66) pendidikan (58) peristiwa (69) Resensi buku (9) Sains (53) Sistimatika (71) sospol (64) spritualitas (91) tokoh alkitab (44) Video (9)