-->

Notification

×

Sebab Tuhan adalah Roh; dan dimana ada Roh Allah, disitu ada kemerdekaan 2 Korintus 3:17

Iklan

Iklan

Tag Terpopuler

Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan

Jumat, 26 November 2021 | November 26, 2021 WIB | 0 Views Last Updated 2023-06-17T21:15:07Z
Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) menetapkan tanggal 25 November sebagai hari penghapusan tindakan kekerasan terhadap perempuan. Gerakan ini banyak diikuti sejumlah organisasi termasuk gereja dan yang cukup terkenal untuk masalah ini adalah Gereja Anglikan. Setiap tahun di Anglikan ada dan ikut serta aktivitas dalam 16 Hari yang bertema masalah di atas dan ada aktivitas tahunan, 25 November hingga 10 Desember, untuk menarik perhatian pada realitas berkelanjutan dari kekerasan berbasis gender dalam segala bentuknya dan untuk berkomitmen kembali untuk membawa nilai-nilai keadilan gender dalam kehidupan beriman.

Tamara Cohn Eskenazi menyatakan Dalam sejarah perempuan di Perjanjian Lama biasanya tidak menampilkan wanita sebagai korban yang tidak berdaya (hanya ada sedikit gadis dalam kesusahan menunggu seorang pria untuk menyelamatkan mereka). Perlakuan kekerasan terhadap wanita sebagai tanda sistem yang serba salah, tindakan najis yang pantas mendapatkan pembalasan berdarah. Jadi,saudara laki-laki Dina membunuh seluruh penduduk laki-laki di sebuah kota Sikhem karena pemimpin kota telah memperkosa saudara perempuan mereka ( Kejadian 34:2 ). Absalom membunuh saudara tirinya, Amnon, yang telah memperkosa Tamar, saudara perempuan Absalom ( 2Sam 13:32 ). Kecuali Tamar, kami tidak pernah “mendengar” penderitaan para wanita. Dalam kasusnya, kami mengetahui bahwa dia tidak berhasil mencoba menghentikan kekerasan.

Catatan dalam peraturan kekerasan seksual terdapat dalam Ulangan 22:25-27 mensyaratkan kematian seorang pria karena berhubungan seks dengan wanita tunangan orang lain di ladang. Wanita itu tidak bersalah “karena kasus ini seperti kasus seseorang yang menyerang dan membunuh tetangganya” ( Ulangan 22:26 )— yaitu, wanita itu agaknya tidak dapat membela diri dan karena lokasinya tidak ada orang yang bisa didatangi. bantuannya. Tetapi ketika persetubuhan terjadi di kota, baik perempuan maupun laki-laki harus mati ( Ulangan 22:23-24 ). Seperti yang ditunjukkan oleh kasus-kasus ini, lokasi dan kehormatan laki-laki merupakan faktor kunci, tetapi hukum tetap menanggapi (potensi) kekerasan terhadap perempuan.

Mengutip laporan PBB, bahwa tempat yang paling mematikan bagi perempuan adalah rumah mereka sendiri. Catatan tahun 2018, Sekitar 87.000 wanita dan remaja putri tewas di seluruh dunia pada tahun 2017, di mana 58 persen dari mereka menjadi korban KDRT Terdapat 137 wanita di seluruh dunia dibunuh setiap hari oleh pasangan atau kerabat dekatnya dan meningkat 10 % setiap tahun.

Dalam Deklarasi tentang Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan 1993, kekerasan terhadap perempuan didefinisikan sebagai “suatu tindakan kekerasan berbasis gender yang mengakibatkan, atau bisa mengakibatkan, bahaya atau penderitaan fisik, seksual atau mental perempuan, termasuk ancaman tindakan sejenis, pemaksaan atau perampasan kebebasan secara sewenang-wenang, baik terjadi di ranah publik maupun kehidupan pribadi.” Di Indonesia - kekerasan terhadap perempuan yang menarik perhatian adalah "Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) sebab telah menjadi isu kebijakan di Indonesia sejak tahun 2004 dengan adanya Undang Undang (UU) Nomor 23 tahun 2004 tentang KDRT merupakan prestasi penting Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) dan gerakan perempuan di Indonesia. UU tersebut memperluas definisi KDRT dan potensi korban KDRT, mengkriminalisasi pelecehan seksual untuk pertama kalinya di Indonesia dan mengakui hak-hak korban.

Bentuk-bentuk Kekerasan dalam Rumah Tangga Menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, tindak kekerasan pada perempuan terdiri dari:
  1. Kekerasan emosional merupakan tindakan yang menyebabkan korban ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya dan atau penderitaan psikis berat pada seseorang. Selain tindakan berupa cacian dan makian, tanda perilaku kasar pada perempuan dalam rumah tangga yang menyerang psikis ini juga berupa pelarangan, pemaksaan, dan isolasi sosial.
  2. Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat. Tindakan yang termasuk pada kekerasan fisik meliputi menampar, memukul, meludahi, menarik rambut (menjambak), menendang, menyudut dengan rokok, melukai dengan senjata, dan sebagainya.
  3. Kekerasan seksual yang terjadi dalam lingkup rumah tangga umumnya adalah tindakan pemaksaan hubungan seksual dan pelecehan seksual. Perlu diketahui, pemaksaan hubungan seksual dengan pola yang tidak dikehendaki oleh istri juga termasuk dalam kekerasan seksual.
  4. Kekerasan ekonomi ini juga biasa disebut dengan kekerasan penelantaran rumah tangga. Jenis kekerasan ini berhubungan dengan memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan. Tindakan kekerasan ini dapat berupa tidak memberikan nafkah, membatasi finansial korban dengan tidak wajar, atau bahkan menguasai penghasilan pasangan sepenuhnya.
Sejumlah pengamatan tentang kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga antara lain ; kurangnya komunikasi antara suami dan istri, tidak ada keharmonisan dalam rumah tangga, kesalahan istri, ketidakmampuan suami misal secara ekonomi, adanya perselingkuhan yang dilakukan suami, pengaruh minuman keras dan akibat adanya kawin paksa dari pihak keluarga. Dalam menanggulangi kasus ini selain melibatkan psikolog, psikiater juga peran rohaniawan dibutuhkan. Justin Holcomb menyatakan : Alkitab mengajarkan kita bahwa karena dosa, penderitaan dan kekerasan masuk ke dalam dunia. Salah satu ekspresi dosa yang terlihat di seluruh Kitab Suci dan sejarah manusia adalah dominasi laki-laki dan kekerasan terhadap perempuan. Sedangkan Russell Moore menyatakan “Kekerasan laki-laki terhadap perempuan adalah masalah nyata dalam budaya kita, yang harus ditangani oleh gereja. Tanggung jawab kita di sini bukan hanya pada tingkat keadilan sosial tetapi juga pada tingkat keadilan gerejawi."

Mencegah kekerasan dalam rumah tangga hanya sebagian dari usaha penghapusan kekerasan terhadap perempuan sebab harus ada peningkatan perlindungan bagi perempuan terhadap segala bentuk kekerasan demi terwujud kesetaraan gender yang memerlukan komitmen untuk “meningkatkan perlindungan hak-hak perempuan terhadap segala bentuk kekerasan melalui pencegahan, dukungan pelayanan, dan pemberdayaan “.

Menghapus kekerasan sesuatu yang tidak mudah. Banyak pelaku kekerasan membenarkan pelecehan mereka dengan daftar “dosa” pasangan mereka—mengomel, menolak untuk tunduk, dll. Bahkan beberapa pria Kristen berusaha untuk membenarkan perilaku mendominasi dan kasar dengan Alkitab. Bebaskan diri Anda dari pembenaran semacam itu, dimulai dengan bagian Alkitab yang mungkin (pada pandangan pertama) muncul sebagai bagian dari pembelaan Anda. Efesus 5:22-28. . Efesus 5:22-28 . . Pria dan wanita masing-masing periksa diri sendiri dan bertobat.

Usaha penghapusan kekerasan terhadap perempuan perlu didukung oleh kita sebagai pengikut Kristus. 1 Korintus 11:3 menyatakan bahwa kepala dari perempuan ialah laki-laki dan kepala dari tiap-tiap laki laki ialah kristus sehingga Owen Strachan berkata : Pola alkitabiah adalah kekepalaan Kristus, pengorbanan, berpusat pada orang lain, ditawarkan agar orang lain dapat berkembang dan berkembang. Jika Anda tidak menghentikan jalan Anda, para penatua gereja Anda akan “menyerahkan [Anda] kepada setan untuk kebinasaan daging” (1 Korintus. 5:6). Sebagaimana kepala / pemimpin menghendaki perkembangan yang maksimal terhadap yang dipimpinnya demikian laki-laki berharap perempuan disisinya tumbuh dan berkembang dengan salah satu jalan berusaha menghapus kekerasan baginya.
Tulisan lainnya:
Mengatasi Kekerasan
Bullying di Lingkungan Anak
Theologi Pembebasan
Orang Lemah Dan Penciptanya
Kesetaraan Gender Sesuatu Impian


×
Berita Terbaru Update