Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka. Kejadian 1:27
Alkitab menyatakan bahwa manusia baik laki-laki maupun perempuan diciptakan menurut gambar Allah sehingga manusia adalah makhluk Imago Dei. Laki-laki dan perempuan meskipun berbeda jenis kelamin (gender) tetapi memiliki kedudukan yang sederajat di hadapan TUHAN waktu penciptaan yaitu segambar dengan Allah meskipun setelah jatuh dalam dosa maka keturunan Adam dan Hawa tidak lagi disebut Imago Dei melainkan dikata menurut rupa dan gambar Adam. (Kejadian 5:3) Pengakuan bahwa manusia adalah ciptaan TUHAN sangat penting agar perjuangan meraih persamaan gender berpotensi tidak berakhir pada pembiasan atau pembablasan. Kesetaraan gender akan sempurna di surga kelak terlebih-lebih di sana tidak ada kawin-mengawinkan, hidup seperti malaikat.
Allah melihat ciptaan-Nya adalah baik, tetapi kehadiran dosa membuat keadaan meleset sehingga hadirkan "kutukan". “Perempuan (Hawa) yang tergoda Iblis untuk memakan buah pohon pengetahuan dan menyebabkan laki-laki (Adam) ikut memakan buah tersebut dan melanggar larangan Tuhan” (1 Timotius 2: 13). Karena itulah, Alkitab selalu menyalahkan perempuan atas dosa yang dilakukan Adam. Dan yang menarik, meski Adam juga memakan buah larangan tapi hanya Hawa penyebabnya lihat: “lagi pula bukan Adam yang tergoda, melainkan perempuan itulah yang tergoda dan jatuh ke dalam dosa” (1 Timotius pasal 2:14). Bahkan Tertullian percaya bahwa kaum perempuan adalah pasangan Lucifer.
Gian Avila Chandra berpendapat bahwa Adam dihukum bukan hanya karena Adam ikut-ikutan makan buah yang Allah larang, tetapi juga karena ketika Hawa berdialog dengan ular sampai memetik buah, Adam ada bersama Hawa. Adam hadir di sana tetapi ia bungkam. Dengan kata lain, perbuatan Hawa sebenarnya mendapat restu dari Adam. Karena itu kesalahan ada pada kedua pihak. Itu berarti bahwa Adam dan kaum laki-laki tidak bisa menghakimi Hawa dan kaumnya sebagai pembawa dosa. Pendapat ini mengugurkan pandangan Hawa adalah pasangan Lucifer.
Kesetaraan gender adalah ide Tuhan meskipun berbeda jenis kelamin berdampak beda peran dan fungsi yang diemban. Untuk memulihkan kesetaraan gender maka "keturunan perempuan" dijanjikan TUHAN untuk menginjak kepala ular penyebab kejatuhan dan kekacauan termasuk kekacauan gender yang digenapi dengan kelahiran Yesus Kristus yang dilahirkan oleh Maria seorang perempuan tanpa sperma dari laki-laki. Hal ini ditegaskan misalnya dalam Galatia 3:28 yang berbunyi: “Dalam hal ini tidak ada orang Yahudi atau orang Yunani, tidak ada hamba atau orang merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan, karena kamu semua adalah satu di dalam Kristus Yesus.”
Dalam masyarakat patriarki, Yesus menghargai perempuan lebih dari masyarakat sekelilingnya. Yesus mengizinkan perempuan duduk di dekat kaki Yesus yang sebagian menyatakan itu kebiasaan sebagai "murid" yang duduk mendengar pengajaran dari gurunya. Guru-guru agama yang membatasi hanya laki-laki saja menjadi murid-Nya maka Yesus menerima perempuan murid yang mendengarkan pengajaran Yesus berbaur dengan laki-laki lain seperti para rasul. Ia tidak menolak ketika kakinya dibasuh oleh seorang wanita. Ia memulai percakapan dan bahkan berterus terang membuka identitas-Nya sebagai Mesias kepada seorang perempuan Samaria. Yesus menyelamatkan perempuan yang berzinah (tetapi laki-laki bebas) saat dibawa oleh pemimpin agama Yahudi sehingga memberi kesempatan bertobat. Dan pada waktu bangkit, Ia menampakkan diri pertama kali kepada wanita, yang secara sosial pada masa itu, kesaksiannya tidak valid di pengadilan.
Pemahaman dangkal bahwa penyelamat kita adalah Yesus, yang adalah laki-laki, maka laki-laki lebih hebat dari perempuan, maka laki-laki harus lebih tinggi kedudukannya daripada perempuan adalah suatu masalah bagi kelompak gerakan feminis sehingga kesetaraan gender sebuah perjuangan perempuan yang belum selesai dan menjadi bagian dari butir-butir Pembangunan Berkelanjutan, yaitu:
Laki-laki dan perempuan memiliki karakteristik yang berbeda tetapi setara dihadapan TUHAN sehingga saling melengkapi. Karena setara maka pernikahan yang ideal adalah monogami bukan poligami atau poliandri dengan meminimalkan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) serta ayah dan ibu mendapat penghormatan dari anak-anaknya dengan penghargaan yang sama tinggi terhadap anak laki-laki maupun anak perempuan termasuk hak warisnya. Kesetaraan gender dan atau kesetaraan kemanusiaan tidak dapat dipisahkan dari pesan Injil.
Kesetaraan gender sesuatu impian yang diperjuangkan dengan lama. Kesetaraan gender rusak beriringan hadirnya dosa. Kiranya dalam kerajaan seribu tahun, keadilan gender berdasarkan kehendak Tuhan yang saling melengkapi dan memuaskan dalam keadilan dapat hadir kembali di bumi bukan sekedar untuk mengurangi kemiskinan dan efektivitas meningkatkan kesejahteraan sehingga tumpuan utama World Economic Forum yang sibuk meneliti perkembangan kesetaraan gender di dunia.
Alkitab menyatakan bahwa manusia baik laki-laki maupun perempuan diciptakan menurut gambar Allah sehingga manusia adalah makhluk Imago Dei. Laki-laki dan perempuan meskipun berbeda jenis kelamin (gender) tetapi memiliki kedudukan yang sederajat di hadapan TUHAN waktu penciptaan yaitu segambar dengan Allah meskipun setelah jatuh dalam dosa maka keturunan Adam dan Hawa tidak lagi disebut Imago Dei melainkan dikata menurut rupa dan gambar Adam. (Kejadian 5:3) Pengakuan bahwa manusia adalah ciptaan TUHAN sangat penting agar perjuangan meraih persamaan gender berpotensi tidak berakhir pada pembiasan atau pembablasan. Kesetaraan gender akan sempurna di surga kelak terlebih-lebih di sana tidak ada kawin-mengawinkan, hidup seperti malaikat.
Allah melihat ciptaan-Nya adalah baik, tetapi kehadiran dosa membuat keadaan meleset sehingga hadirkan "kutukan". “Perempuan (Hawa) yang tergoda Iblis untuk memakan buah pohon pengetahuan dan menyebabkan laki-laki (Adam) ikut memakan buah tersebut dan melanggar larangan Tuhan” (1 Timotius 2: 13). Karena itulah, Alkitab selalu menyalahkan perempuan atas dosa yang dilakukan Adam. Dan yang menarik, meski Adam juga memakan buah larangan tapi hanya Hawa penyebabnya lihat: “lagi pula bukan Adam yang tergoda, melainkan perempuan itulah yang tergoda dan jatuh ke dalam dosa” (1 Timotius pasal 2:14). Bahkan Tertullian percaya bahwa kaum perempuan adalah pasangan Lucifer.
Gian Avila Chandra berpendapat bahwa Adam dihukum bukan hanya karena Adam ikut-ikutan makan buah yang Allah larang, tetapi juga karena ketika Hawa berdialog dengan ular sampai memetik buah, Adam ada bersama Hawa. Adam hadir di sana tetapi ia bungkam. Dengan kata lain, perbuatan Hawa sebenarnya mendapat restu dari Adam. Karena itu kesalahan ada pada kedua pihak. Itu berarti bahwa Adam dan kaum laki-laki tidak bisa menghakimi Hawa dan kaumnya sebagai pembawa dosa. Pendapat ini mengugurkan pandangan Hawa adalah pasangan Lucifer.
Kesetaraan gender adalah ide Tuhan meskipun berbeda jenis kelamin berdampak beda peran dan fungsi yang diemban. Untuk memulihkan kesetaraan gender maka "keturunan perempuan" dijanjikan TUHAN untuk menginjak kepala ular penyebab kejatuhan dan kekacauan termasuk kekacauan gender yang digenapi dengan kelahiran Yesus Kristus yang dilahirkan oleh Maria seorang perempuan tanpa sperma dari laki-laki. Hal ini ditegaskan misalnya dalam Galatia 3:28 yang berbunyi: “Dalam hal ini tidak ada orang Yahudi atau orang Yunani, tidak ada hamba atau orang merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan, karena kamu semua adalah satu di dalam Kristus Yesus.”
Dalam masyarakat patriarki, Yesus menghargai perempuan lebih dari masyarakat sekelilingnya. Yesus mengizinkan perempuan duduk di dekat kaki Yesus yang sebagian menyatakan itu kebiasaan sebagai "murid" yang duduk mendengar pengajaran dari gurunya. Guru-guru agama yang membatasi hanya laki-laki saja menjadi murid-Nya maka Yesus menerima perempuan murid yang mendengarkan pengajaran Yesus berbaur dengan laki-laki lain seperti para rasul. Ia tidak menolak ketika kakinya dibasuh oleh seorang wanita. Ia memulai percakapan dan bahkan berterus terang membuka identitas-Nya sebagai Mesias kepada seorang perempuan Samaria. Yesus menyelamatkan perempuan yang berzinah (tetapi laki-laki bebas) saat dibawa oleh pemimpin agama Yahudi sehingga memberi kesempatan bertobat. Dan pada waktu bangkit, Ia menampakkan diri pertama kali kepada wanita, yang secara sosial pada masa itu, kesaksiannya tidak valid di pengadilan.
Pemahaman dangkal bahwa penyelamat kita adalah Yesus, yang adalah laki-laki, maka laki-laki lebih hebat dari perempuan, maka laki-laki harus lebih tinggi kedudukannya daripada perempuan adalah suatu masalah bagi kelompak gerakan feminis sehingga kesetaraan gender sebuah perjuangan perempuan yang belum selesai dan menjadi bagian dari butir-butir Pembangunan Berkelanjutan, yaitu:
- Mengakhiri segala bentuk diskriminasi terhadap kaum perempuan dimanapun.
- Menghapuskan segala bentuk kekerasan terhadap kaum perempuan di ruang publik dan pribadi, termasuk perdagangan orang dan eksploitasi seksual, serta berbagai jenis eksploitasi lainnya.
- Menghapuskan semua praktik berbahaya, seperti perkawinan usia anak, perkawinan dini dan paksa, serta sunat perempuan.
- Mengenali dan menghargai pekerjaan mengasuh dan pekerjaan rumah tangga yang tidak dibayar melalui penyediaan pelayanan publik, infrastruktur dan kebijakan perlindungan sosial, dan peningkatan tanggung jawab bersama dalam rumah tangga dan keluarga yang tepat secara nasional.
- Menjamin partisipasi penuh dan efektif, dan kesempatan yang sama bagi perempuan untuk memimpin di semua tingkat pengambilan keputusan dalam kehidupan politik, ekonomi, dan masyarakat.
- Menjamin akses universal terhadap kesehatan seksual dan reproduksi, dan hak reproduksi seperti yang telah disepakati sesuai dengan Programme of Action of the International Conference on Population and Development and the Beijing Platform serta dokumen-dokumen hasil reviu dari konferensi-konferensi tersebut.
- Melakukan reformasi untuk memberi hak yang sama kepada perempuan terhadap sumber daya ekonomi, serta akses terhadap kepemilikan dan kontrol atas tanah dan bentuk kepemilikan lain, jasa keuangan, warisan dan sumber daya alam, sesuai dengan hukum nasional.
- Meningkatkan penggunaan teknologi yang memampukan, khususnya teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan pemberdayaan perempuan.
- Mengadopsi dan memperkuat kebijakan yang baik dan perundang-undangan yang berlaku untuk peningkatan kesetaraan gender dan pemberdayaan kaum perempuan di semua tingkatan.
- Androsentrisme, yang berpandangan bahwa laki-laki lebih tinggi atau utama dari perempuan.
- Budaya Patriarki. kondisi sosial masyarakat dimana kekuasaan selalu ada dalam tangan kaum laki-laki
- Pola asuh yang melahirkan konsep maskulinitas dan feminim sejak dini. Riset YouGov menemukan bahwa sifat kekuatan,ketegasan, dan kecerdasan merupakan sifat laki-laki. Sedangkan sifat perempuan dicerminkan melalui kepekaan, emosional, dan kasih sayang sehingga perempuan merasa tidak pantas untuk tampil tegas, cerdas, dan kuat.
- Posisi perempuan dalam keluarga yaitu dibebankan oleh tugas domestik, perempuan juga dituntut untuk berperan lebih banyak, mulai dari melahirkan hingga mengurus anak.
- Keseimbangan antara keluarga dan pekerjaan misal disebabkan waktu kerja yang kurang fleksibel, menciptakan dilema tersendiri bagi perempuan. Akibatnya, banyak perempuan memilih untuk keluar dari pekerjaannya setelah menikah dan memiliki anak.
- Pembatasan dalam perusahaan. Penelitian Workplace Gender Equality menemukan bahwa laki-laki masih mendominasi jabatan penting meski berada di lingkungan dengan dominasi perempuan.
- Pemutlakan gender atas perbedaan fisik: Perbedaan fisik diminimalkan, sedangkan identitas berdasarkan faktor budaya dan sosial dimutlakkan.
Laki-laki dan perempuan memiliki karakteristik yang berbeda tetapi setara dihadapan TUHAN sehingga saling melengkapi. Karena setara maka pernikahan yang ideal adalah monogami bukan poligami atau poliandri dengan meminimalkan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) serta ayah dan ibu mendapat penghormatan dari anak-anaknya dengan penghargaan yang sama tinggi terhadap anak laki-laki maupun anak perempuan termasuk hak warisnya. Kesetaraan gender dan atau kesetaraan kemanusiaan tidak dapat dipisahkan dari pesan Injil.
Kesetaraan gender sesuatu impian yang diperjuangkan dengan lama. Kesetaraan gender rusak beriringan hadirnya dosa. Kiranya dalam kerajaan seribu tahun, keadilan gender berdasarkan kehendak Tuhan yang saling melengkapi dan memuaskan dalam keadilan dapat hadir kembali di bumi bukan sekedar untuk mengurangi kemiskinan dan efektivitas meningkatkan kesejahteraan sehingga tumpuan utama World Economic Forum yang sibuk meneliti perkembangan kesetaraan gender di dunia.
- Tulisan lainnya:
- Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan
- Perempuan Penolong Laki-laki
- Transgender Dalam Alkitab
- Kesatuan Adam dan Hawa
- Yesus Pelopor Pembangunan Millenium
- Keadilan Rasial Rencana Yesus