Sebab Tuhan adalah Roh; dan dimana ada Roh Allah, disitu ada kemerdekaan 2 Korintus 3:17

Sabtu, 04 Juli 2020

Toxic Positivity Dan Alkitab


Ada waktu untuk menangis, ada waktu untuk tertawa; ada waktu untuk meratap; ada waktu untuk menari; Pengkhotbah 3:4

Salomo yang berhikmat menulis Kitab Pengkhotbah menyatakan bahwa hidup manusia mengalami peristiwa menangis dan tertawa, meratap dan menari. Daud ayahnya seorang pahlawan perang yang mengalahkan goliat juga pernah dikejar kejar hendak dibunuh hingga Daud meratap kepada TUHAN memohon keselamatan dari Tuhan. Contoh: Mazmur 7:1 Nyanyian ratapan Daud, yang dinyanyikan untuk TUHAN karena Kush, orang Benyamin itu. Ya TUHAN, Allahku, pada-Mu aku berlindung; selamatkanlah aku dari semua orang yang mengejar aku dan lepaskanlah aku.

Sekelompok orang mengatakan ketakutan dan ratapan adalah tanda kurang beriman sebab orang beriman tidak mengenal takut. Pemahaman ini bertentangan dengan fakta bahwa Daud berkali-kali alami rasa takut, bahkan Yesus memohon kepada Bapa agar cawan lalu tetapi IA menambahkan bukan kehendak-Nya yang jadi melainkan kehendak Bapa. Saat di Getsemani keringatnya mengeluarkan tetesan darah yang menandakan alami ketakutan yang sangat amat tetapi setelah menyerahkan sepenuhnya kepada Bapa, Yesus dapat melewati masa tersulit sehingga menang atas iblis terkejam sekalipun.

Yesus hidup dengan meluapkan emosi-Nya yang kudus termasuk saat Lazarus meninggal, Ia pun turut menangis bersama Maria dan Marta sebelum Lazarus dibangkitkan. Yesus tidak menipu emosi yang ada dalam diri-Nya. Beriman bukan melenyapkan hati yang meratap dan menangis bahkan rasa takut tetapi menyerahkan emosi kepada TUHAN agar diberi jalan keluar dari permasalahan. Yesus yang berkuasa melakukan mujizat terhadap Lazarus memiliki empati yang tinggi bukan bersikap toxic positivity dengan memaksakan sikap positif kepada saudara dan kenalan Lazarus meskipun ada keyakinan Maria dan Marta bahwa Lazarus akan dibangkitkan pada akhir zaman.

Menurut Psychology Today, toxic positivity mengacu pada konsep bahwa menjaga pikiran dan sikap tetap positif adalah cara yang tepat untuk menjalani hidup. Anda hanya fokus pada hal-hal positif dan menolak hal yang memicu emosi negatif misal sedih, menangis, meratap. Toxic positivity menghasilkan penyangkalan, minimisasi, dan invalidasi pengalaman emosional manusia yang otentik. Toxic positivity adalah kondisi di mana seseorang yang sedang merasa tertekan atau bersedih, ingin tetap terlihat bahagia di mata orang lain. Toxic positivity hanya mau menerima emosi positif dan menolak semua emosi negatif muncul dalam dirinya sendiri dan atau orang lain.

Toxic positivity dalam Urban Dictionary menyebut bahwa kalimat seperti "Kalau kamu tetap positif, kamu akan mengatasi segala kesulitan yang ada" mengabaikan perasaan sesungguhnya dari orang yang sedang bermasalah, seolah-olah perasaan negatif yang dialami dan ingin diungkapkan orang tersebut tidak penting bagi lawan bicaranya. Ciri-ciri kalimat toxic positivity menurut quipper.com yang mungkin pernah kalian sampaikan kepada teman kalian atau justru sebaliknya? adalah:
  • Kalimat “Jangan Menyerah”. Pada kenyataannya, manusia pasti pernah berada di titik terendahnya masing-masing. Saat kita harus menyerah pada suatu kondisi, hal itu bukanlah hal yang buruk, itulah kehidupan.
  • Kalimat “Tetap Positif”. Dalam keadaan terendah kita dapat mengajak merelakan hal yang tidak sesuai rencana dan sudah terjadi, karena sesungguhnya terkadang sesuatu yang terjadi tidak selalu sesuai yang kita harapkan.
  • Kalimat “Di Luar Sana Masih Banyak yang Kurang Beruntung”. Hendaknya kita membuka diri dan memahaminya dengan mendengarkan dengan baik, ketika kita menemukan teman kita sedang berada di kondisi terpuruknya.
  • Kalimat “Kamu Kurang Bersyukur”. Perasaan kecewa terhadap sesuatu bukanlah hal yang buruk. Hal tersebut justru merupakan cara untuk meluapkan emosi yang terpendam atas sebuah hal yang mengecewakan.
Dalam pelayanan konseling dan penghiburan Kristen juga sering toxic positivity muncul, seperti:
  • "Segala hal terjadi untuk suatu alasan. Tuhan yang mengatur."
  • "Semuanya akan baik-baik saja. Jangan khawatir. Yesus memberi tahu kita untuk tidak khawatir.”
  • “Yesus adalah jawabannya. Kita semua hanya harus mencintainya dan saling mencintai. ”
Perkataan ini mungkin benar, dan orang yang mengatakannya mungkin memiliki niat murni. Kita berpikir bahwa kita menyampaikan rasa harapan dan optimisme. Namun, bagi seseorang yang mengalami momen krisis yang sebenarnya, respons tepuk tangan yang disampaikan dengan ceria ini bisa sangat menggelegar. Mereka menyebabkan disonansi kognitif dan dapat membuat orang bertanya-tanya apakah Anda bahkan mendengarkan mereka sama sekali. Harapan dan kepositifan adalah dua hal yang sangat berbeda. Harapan mengakui perjuangan dan kesakitan, sambil menunjuk pada janji-janji yang telah diberikan Yesus kepada kita. Positivity hanya mencoba untuk membuat masalah hilang (atau setidaknya membuat Anda berhenti membicarakannya) dengan mengatakan hal-hal yang terdengar bagus. Dan itu bisa sangat berbahaya.

toxic positivity adalah racun. Sering kali, yang di sekeliling mereka mengatakan hal-hal yang seakan-akan positif, padahal bukan itu yang sedang dibutuhkan orang yang bermasalah.” “Emosi yang ditekan terus bisa jadi penyebab atau pemberat gangguan psikis. Yang paling sering terjadi [gangguan psikisnya] gangguan kecemasan dan depresi mayor. Jennifer Howard Ph.D, mengatakan nasihat untuk selalu berpikir positif atau membaca buku motivasi yang menyuruh untuk selalu positif thinking setiap saat justru akan membuat seseorang merasa takut, sedih, sakit, dan merasa sendiri. Terus-terusan mencoba untuk selalu berpikir positif sehingga tidak realistis malahan akan menjadi racun dan terasa palsu bagi orang tersebut.

Kelemahan dari toxic positivity diantaranya:
  • Toxic positivity menunjukkan positivity yang tidak realistis. Bahkan seseorang yang menunjukkan emosinya yang sebenarnya akan dianggap lemah. Hal itu membuat seseorang menjadi tidak jujur akan perasaannya dan hanya menunjukkan sikap positif namun palsu.
  • Kedekatan hubungan dengan seseorang bisa terjalin jika masing-masing mau menerima kondisi seseorang apa adanya. Seseorang yang selalu memaksa untuk bersikap positif justru terasa tidak berempati dan membuat tidak nyaman. Hal itu akan membuat kita menjaga jarak dengan orang tersebut
  • Emosi negatif seperti perasaan sedih, marah dan kecewa adalah emosi yang normal. Toxic positivity tidak menerima emosi negatif tersebut.
Barbara Held menyatakan bahwa berpikir positif alih-alih membantu, harapan yang ditempelkan kepada mereka yang berkabung ini justru tambah menyusahkan.

Survei Susan David, psikolog dari Harvard Medical School, terhadap 70.000 responden yang disinggungnya dalam sebuah video Ted Talk. Sepertiga responden menghakimi perasaan negatifnya sendiri dan berusaha menyingkirkan hal tersebut berkat adanya pandangan bahwa menjadi positif merupakan kebenaran secara moral.
Hal toxic positivity begitu berpengaruh dalam kehidupan saat ini sehingga di tengah pandemi covid-19 pengaruhnya terasa apalagi jika dibungkus dengan "pernyataan iman", mengapa khawatir dan takut? sehingga Amerika adalah pasien terbanyak saat ini yang menderita covid-19.

Saran psikolog agar tidak menjadi toxic positivity antara lain:
  • Kenali dan hargai apa yang dirasakan orang lain
  • Pahami bahwa orang tidak mempunyai "kekuatan" sama
  • Jangan membanding-bandingkan kesulitan orang lain
  • Jadilah pendengar yang baik
  • Berikan saran yang membangun, jangan menyinggung
Perasaan sedih, marah, meratap adalah bagian dari emosi manusia. Keseimbangan emosi adalah baik bagi mental.

Alkitab mengenal tokoh besar sebab jadi pahlawan iman meratap dalam menjalani hidupnya bahkan ada Kitab Ratapan sehingga meratap adalah sesuatu yang Alkitabiah. Kemarahan, ketakutan, teror, dan kesedihan sering digambarkan sebagai musuh-musuh iman. Tapi ternyata tidak. Mereka hanya bagian dari manusia. Dan ketika kita menekan atau mengabaikannya, kita sering berakhir lebih buruk karena dipakai.

Kita mungkin terbiasa asal comot ayat, bahwa kita selalu dianggap bahagia dan ceria. Terlepas dari apa yang Anda rasakan, Anda harus bertindak bahagia. Contoh: Sukacitalah selalu. Apakah hidup melakukan dengan tepat kehendak TUHAN sehingga layak bersukacita? Yesus di Getsemani alami ketakutan baru setelah menang dalam pergumulan / doa dimana Bapa kirim "malaikat" baru sanggup memikul dosa manusia dengan kerelaan dan keberanian. (Lukas 22:43) Selalu bersukacita terjadi sebab pada saat tidak bersukacita dan hidup tepat seperti kehendak Bapa maka kita berseru kepada-Nya dan DIA memberikan sukacita pada akhirnya.

Pemazmur melampiaskan emosinya saat alami tekanan dan masalah hidup termasuk yang dinamakan energi negatif (misal ketakutan, tekanan hidup, ratapan) tetapi dalam kondisi demikian menguatkan kepercayaannya kepada TUHAN melalui doa dan seruan kepada-Nya. Contoh Mazmur 43.
1 Berilah keadilan kepadaku, ya Allah, dan perjuangkanlah perkaraku terhadap kaum yang tidak saleh! Luputkanlah aku dari orang penipu dan orang curang!
2 Sebab Engkaulah Allah tempat pengungsianku. Mengapa Engkau membuang aku? Mengapa aku harus hidup berkabung di bawah impitan musuh?
3 Suruhlah terang-Mu dan kesetiaan-Mu datang, supaya aku dituntun dan dibawa ke gunung-Mu yang kudus dan ke tempat kediaman-Mu!
4 Maka aku dapat pergi ke mezbah Allah, menghadap Allah, yang adalah sukacitaku dan kegembiraanku, dan bersyukur kepada-Mu dengan kecapi, ya Allah, ya Allahku!
5 Mengapa engkau tertekan, hai jiwaku, dan mengapa engkau gelisah di dalam diriku? Berharaplah kepada Allah! Sebab aku bersyukur lagi kepada-Nya, penolongku dan Allahku!

Pemazmur berseru dan beriman kepada Allah yang sanggup memberikan kelegaan tetapi tidak menekan emosinya saat berkabung tetapi memiliki keyakinan suatu saat bersukacita dan bersyukur karena TUHAN mendengar dan menjawab seruan doa.

Toxic positivity dan Alkitab sesuatu yang berbeda. Beriman bukanlah selalu memancarkan kebahagiaan dan energi positif meski akhir kehidupan beriman adalah kebahagiaan saat tiba di Surga sebab jika harus jadi martir apakah saat menjalani pasti sukacita seperti Stevanus sebab melihat kemuliaan surga?

Selalu harus berpikir positif seperti anjuran para motivator penganut positivity menghasilkan toxic positivity. Hidup beriman adalah hidup yang Alkitabiah dimana ekspresi emosi dapat tersalur dan TUHAN menghargai setiap jenis emosi manusia. Jika datang kepada-Nya saat timbul energi negatif maka DIA sanggup menyegarkan jiwa kita sehingga dapat memikul beban hidup dengan pertolongan TUHAN.



Tulisan lainnya:
Bersedih Lebih Baik Dari Tertawa
Pura-pura Bahagia Saat Interaksi
Terapi Kognitif
Relativisme Kognitif dan Jalan Lurus
Jujur
Manusia Dan Dusta Diri Sendiri


Share this

Random Posts

Kontak

Pesan untuk admin dapat disampai lewat : ruach.haphazard393@passinbox.com

Label Mobile

biblika (82) budaya (47) dasar iman (93) Dogmatika (74) Hermeneutika (75) karakter (41) konseling (79) Lainnya (91) manajemen (66) pendidikan (58) peristiwa (68) Resensi buku (9) Sains (53) Sistimatika (71) sospol (64) spritualitas (90) tokoh alkitab (44) Video (9)