-->

Notification

×

Sebab Tuhan adalah Roh; dan dimana ada Roh Allah, disitu ada kemerdekaan 2 Korintus 3:17

Iklan

Iklan

Tag Terpopuler

Bersedih Lebih Baik Dari Tertawa.

Jumat, 23 April 2021 | April 23, 2021 WIB | 0 Views Last Updated 2023-06-18T06:29:06Z
Bersedih lebih baik dari pada tertawa, karena muka muram membuat hati lega. Pengkhotbah 7:3

Tertawa dalam teks di atas berasal dari kata שְׂחוֹק - sechoq yang artinya tertawa, cemoohan, olahraga. Salomo yang diberikan hikmat oleh TUHAN menyatakan hal yang berbeda dengan kebanyakan orang yang lebih memilih gembira dan tertawa dari pada bersedih. Hidup dengan canda tawa meskipun didalamnya melontarkan cemooh kepada orang lain yang diikuti derai tertawa adalah pilihan yang menyenangkan hati tetapi Alkitab menyatakan hal sebaliknya.

Ditinjau dari psikologi maka banyak pendapat bahwa tertawa meski disertai cemooh adalah sesuatu yang bermanfaat. Manfaat tertawa adalah;
  1. Tertawa dapat menghadirkan suasana yang lebih rileks dan meningkatkan suasana hati Anda serta mengurangi respons terhadap stres.
  2. Tertawa bisa mengurangi risiko stroke dan serangan jantung. Tertawa meningkatkan dan Menjaga Kesehatan
  3. Tertawa bisa menurunkan hormon kortisol, dan meningkatkan kemampuan belajar, serta daya ingat.
  4. Mendistraksi Anda dari amarah, rasa bersalah, stres, dan perasaan negatif lainnya.
Tertawa mendatangkan manfaat tetapi menurut Pengkhotbah bersedih lebih baik. Penyataan ini terasa aneh sebab kebanyakan menganggap sebuah kesedihnan hanyalah sesuatu yang menyiksa tetapi ada sesuatu dibalik kesedihan yang bisa membuat hati kita lebih baik.

Jika memperhatikan pendapat Joseph P. Forgas, Ph.D maka dia mengungkapkan manfaat dari kesedihan hati, yaitu:
  1. Saat sedang bersedih, kita akan lebih fokus memperhatikan hal-hal detil dan meningkatkan daya ingat.
  2. Suasana hati yang buruk / kesedihan dapat meningkatkan kemampuan menilai yang lebih akurat dan lebih adil
  3. Kesedihan mendorong kita untuk melakukan lebih banyak usaha dan meningkatkan motivasi untuk menghadapi tantangan di sekitar kita dan keinginan mengubah kondisi buruk menjadi lebih baik.
  4. Kesedihan bisa lebih persuasif dan membuat argumen yang lebih efektif dan konkret demi mendukung posisinya sehingga lebih mudah meyakinkan orang lain dibandingkan orang-orang yang suasana hatinya sedang baik.
Untuk menilai apakah yang lebih baik antara tertawa dan bersedih, ada baiknya kita mengikut-sertakan parameter sebelum dan sesudah teks ayat di atas, yaitu:
  • Pergi ke rumah duka lebih baik dari pada pergi ke rumah pesta, karena di rumah dukalah kesudahan setiap manusia; hendaknya orang yang hidup memperhatikannya.
  • Orang berhikmat senang berada di rumah duka, tetapi orang bodoh senang berada di rumah tempat bersukaria.
Dengan hadir di rumah duka maka menyadari suatu saat akan meninggalkan dunia dan keluarga cenderung membutuhkan kekuatan penghiburan dalam TUHAN.

Pemazmur menyatakan:
  • "Manusia sama seperti angin, hari-harinya seperti bayang-bayang lewat." (Mazmur 144:4).
  • Masa hidup kami tujuh puluh tahun dan jika kami kuat, delapan puluh tahun, dan kebanggaannya adalah kesukaran dan penderitaan; sebab berlalunya buru-buru, dan kami melayang lenyap. (Mazmur 90:10).
Alangkah sia-sianya jika masa hidup yang singkat itu kita buang tanpa diisi dengan sesuatu yang berguna, terutama untuk menabung demi kehidupan yang kita tuju selanjutnya. Betapa kita seringkali terlena dan lupa akan hal ini ketika kita sedang berada dalam keadaan senang. Tetapi berada di rumah duka biasanya akan membawa perenungan bagi kita bahwa hidup ini sesungguhnya singkat, hanya bagai angin, hanya bagai bayang-bayang sehingga dikatakan lebih baik berada di rumah duka ketimbang di rumah bersukaria.

Dimana kita lebih suka berada? Di rumah duka atau pesta? Tentu kita lebih memilih berada dalam sebuah pesta meriah, penuh dengan sajian makanan lezat, musik dan keceriaan. Tetapi firman Tuhan berkata justru sebaliknya. Hanya orang bodohlah yang lebih memilih tempat bersukaria ketimbang berada di rumah duka. Ini mungkin sulit untuk kita terima jika tidak kita pikirkan.

Ayub adalah contoh kehidupan yang alami penderitaan sehingga sempat mengutuki hari kelahirannnya setelah anak-anaknya meninggal, harta kekayaan lenyap, istrinya menyuruh mengutuki TUHAN lalu mati lalu datang temah-temannya yang maksudnya menghibur tetapi justru menghakimi. Di tengah dukacita yang dalam, Ayub berkata, "Hanya dari kata orang saja aku mendengar tentang Engkau, tetapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau" (Ayub 42:5). Dalam kesedihan maka kita lebih cenderung dapat melihat Allah yang peduli kepada kehidupan ciptaan-Nya sebab TUHAN adalah kasih.

Yesus sebagai manusia sempurna yang memberikan pertolongan dengan penuh kuasa mujizat kepada orang marginal, menurut Yesaya hidup-Nya terbiasa menderita. (Yesaya 53:3 Ia dihina dan dihindari orang, seorang yang penuh kesengsaraan dan yang biasa menderita kesakitan; ia sangat dihina, sehingga orang menutup mukanya terhadap dia dan bagi kitapun dia tidak masuk hitungan.) Sebagai Anak Allah jika hendak bersedih maka hal itu wajar tetapi dengan kondisi demikian Ia bertumbuh menjadi Juruselamat bagi semua suku, kaum dan bahasa di dunia. Melalui penderitaan yang secara manusia suatu kesedihan yang menimpa dalam hidup maka akan mendapat pemahaman yang lebih baik tentang apa yang diinginkan TUHAN melalui kita bagi dunia melalui dukacita yang terjadi.

Waktu bersedih maka kita mendapatkan pengalaman untuk belajar tentang kehidupan yang lebih baik, dimana hal itu sulit ditemukan saat tertawa. Pembelajaran dengan mengunakan model diri sendiri adalah pembelajaran yang cenderung dapat diingat dan dimengerti dengan lebih baik dari pembelajaran model apa pun juga. Yesus yang terbiasa menderita menjadikan Ia telah mempersembahkan doa dan permohonan dengan ratap tangis dan keluhan kepada Dia, yang sanggup menyelamatkan-Nya dari maut, dan karena kesalehan-Nya Ia telah didengarkan yang berdampak Yesus menjadi Imam Besar menurut aturan Melkisedek. (Ibrani 5:6-7)

Singkatnya dalam kesedihan kita bisa belajar banyak. Kita bisa belajar untuk lebih kuat, lebih tegar, kita bisa belajar mengandalkan Tuhan lebih dari segalanya, kita bisa belajar lebih sabar dan tabah. Ini adalah hal-hal yang jarang bisa kita peroleh lewat kegembiraan. Kegembiraan seringkali membawa kita terlena dan lupa kepada hal-hal yang esensial atau penting dalam kehidupan yang singkat ini. Karena itu ketika Tuhan mengijinkan kita untuk masuk ke dalam keadaan sedih, janganlah bersungut-sungut dan menuduh Tuhan sedang berlaku kejam kepada kita. Disaat seperti itulah kita sedang dilatih untuk lebih baik lagi, sedang diajar untuk mengalami hidup yang lebih baik dari segi iman maupun sikap dan perilaku kita sebagai pribadi.

Meskipun bersedih lebih baik dari tertawa.... TUHAN menetapkan waktu untuk mengalami tertawa. Firman-Nya mengatakan "Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apapun di bawah langit ada waktunya...ada waktu untuk menangis, ada waktu untuk tertawa; ada waktu untuk meratap; ada waktu untuk menari;" (Pengkotbah 3:1,4). Tidak dibiarkan bersedih berkepanjangan yang disebabkan depresi atau gangguan mental sebab jika terjadi sedih yang menahun perlu konsultasi kepada konselor Kristen atau hubungi psikolog hingga psikiater. Bersedih yang sehat hanya terjadi dalam jangka waktu yang singkat. Disetiap waktu kehidupan selalu ada rencana TUHAN yang indah bagi hidup kita sehingga pakailah masa-masa sedih untuk melakukan refleksi diri.

Hal mendasar saat sedih adalah belajar mengucap syukur sebab ada tertulis "Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu." (1 Tesalonika 5:18) Mengucap syukur adalah kehendak Tuhan meskipun saat sedih sebab dalam kesedihan ada kebaikan yang disediakan TUHAN bagi kita. Ada waktu bersedih, maka pakailah momen untuk memperbaiki diri dan kembali menyadari esensi dari sebuah kehidupan yang dipercayakan Tuhan kepada kita, sehingga ketika waktu untuk tertawa datang kita tidak akan terlena melupakannya. Jangan patah semangat, jangan putus asa, tetapi bersyukurlah untuk itu.

Sebelum kita dipakai Allah, pertama-tama kita harus belajar berdukacita -- David Roper



Tulisan lainnya:
Toxic Positivity Dan Alkitab
Pura-pura Bahagia Saat Interaksi
Manusia dan Air Mata
Bahagia Lewati Pencobaan
Terapi Kognitif


×
Berita Terbaru Update