Yefta (bahasa Ibrani: יפתח, Yifthaḥ; bahasa Yunani: Ιεφθάε, Iephtae; bahasa Inggris: Jephthah, Jephtha atau Jephte; Latin: Jephte) yang berarti "Dia membuka"(rahim) adalah anak laki-laki dari seorang yang bernama Gilead dimana ada yang menduga adalah cucu dari Manasye dengan nama ibunya tidak dicantumkan sehingga menimbulkan aneka dugaan tentang ibunya yang dikatakan Alkitab Terjemahan Baru sebagai perempuan sundal. Penyebab dikatakan anak perempuan sundal diduga disebabkan:
- Berdasarkan 1 Tawarikh 7:14-17 diduga keluarga Manasye memiliki hubungan dengan Aram (Siria) dan ibu Yefta mungkin adalah seorang Aram dari distrik Tob.
- Ibu Yefta mungkin seorang gundik karena selir tidak memiliki ketubah (hak waris) dan oleh karena itu pernikahan ini disebutkan dalam Alkitab seperti itu.
- Ibu Yefta mungkin berasal dari suku lain sebab pada masa itu mereka menghindari perkawinan antara suku yang berbeda karena berbagai alasan. Seperti yang dikatakan saudara laki-lakinya seperti yang dijelaskan dalam Alkitab: "Kamu tidak akan mewarisi rumah ayah kami, karena kamu adalah anak dari wanita lain."
- Rasa rendah diri dan kurang percaya diri: Anak yang tertolak dapat merasa bahwa dirinya tidak dihargai atau dianggap tidak berarti. Hal ini dapat memengaruhi rasa percaya diri anak dan membuatnya merasa minder dalam berinteraksi dengan orang lain.
- Kesulitan dalam membentuk hubungan sosial: Anak yang sering ditolak dapat menjadi lebih sulit untuk membentuk hubungan sosial yang sehat dengan teman-teman sebayanya. Hal ini dapat membuatnya merasa kesepian dan terisolasi dari lingkungannya.
- Gangguan kesehatan mental: Penolakan yang berulang dapat memicu gangguan kesehatan mental pada anak seperti depresi, kecemasan, dan stres.
- Perilaku agresif atau menyendiri: Beberapa anak mungkin merespon penolakan dengan perilaku agresif, sementara yang lain mungkin akan lebih cenderung menyendiri dan menghindari interaksi sosial.
- Rasa tidak aman: Anak yang merasa ditolak oleh orang tua atau keluarga dapat merasa tidak aman dalam lingkungan keluarganya sendiri. Ini dapat memengaruhi hubungan mereka dengan keluarga dan orang tua mereka serta memberi dampak jangka panjang pada kepercayaan diri anak.
Saat Yefta menekuni profesinya sebagai perampok di Aram distrik Tob terjadilah perang antara orang Israel bani Manasye melawan bani Amon. Para tua-tua Gilead mengetahui keberadaan Yefta di tanah Tob dan memutuskan untuk menjemputnya dan ikut berperang melawan bani Amon. Kemudian terjadilah percakapan antara tua-tua di Gilead dengan Yefta. Para tua-tua itu berkata kepada Yefta: "Mari, jadilah panglima kami dan biarlah kita berperang melawan bani Amon." Tetapi kata Yefta kepada para tua-tua Gilead itu: "Bukankah kamu sendiri membenci aku dan mengusir aku dari keluargaku? Mengapa kamu datang sekarang kepadaku, pada waktu kamu terdesak?" Kemudian berkatalah para tua-tua Gilead kepada Yefta: "Memang, kami datang kembali sekarang kepadamu, ikutilah kami dan berperanglah melawan bani Amon, maka engkau akan menjadi kepala atas kami, atas seluruh penduduk Gilead." Kata Yefta kepada para tua-tua Gilead: "Jadi, jika kamu membawa aku kembali untuk berperang melawan bani Amon, dan TUHAN menyerahkan mereka kepadaku, maka akulah yang akan menjadi kepala atas kamu?" Lalu kata para tua-tua Gilead kepada Yefta: "Demi TUHAN yang mendengarkannya sebagai saksi antara kita: Kami akan berbuat seperti katamu itu."
Yefta kembali ke Gilead bersama para tua-tua menjadi kepala dan panglima lalu melakukan dua tindakan dalam kapasitasnya sebagai pemimpin. Yaitu:
- Membawa permasalahan yang dihadapi kepada TUHAN di Mizpa. Yefta tidak mengandalkan kemampuan dan pengalamannya saat melakukan perampokan bersama-sama gerombolannya tetapi berseru kepada TUHAN yang dipercaya mendengar seruannya
- Yefta mengirim utusan kepada raja bani Amon dengan pesan: "Apakah urusanmu dengan aku, sehingga engkau mendatangi aku untuk memerangi negeriku?" Yefta melakukan pendekatan diplomasi terlebih dahulu saat muncul konflik atau ketegangan dengan bangsa Amon.
" Raja Amon tidak mau mendengar perkataan Yefta maka timbullah perang. Roh Allah hinggap kepada Yefta hingga menimbulkan kekalahan yang amat besar di antara mereka, mulai dari Aroer sampai dekat Minit--dua puluh kota banyaknya--dan sampai ke Abel-Keramim, sehingga bani Amon itu ditundukkan di depan orang Israel. Yefta disertai TUHAN maka alami kemenangan.
Yefta dalam menjelang peperang, ia melakukan nazar kepada TUHAN, yaitu "Jika Engkau (TUHAN) sungguh-sungguh menyerahkan bani Amon itu ke dalam tanganku, maka apa yang keluar dari pintu rumahku untuk menemui aku, pada waktu aku kembali dengan selamat dari bani Amon, itu akan menjadi kepunyaan TUHAN, dan aku akan mempersembahkannya sebagai korban bakaran." Tidak terbayangkan bahwa yang menyambut Yefta saat datang kerumahnya adalah anak perempuan Yefta satu-satunya. Hal ini membuat Yefta sedih tetapi Yefta melakukan apa yang menjadi nazar. Ada sejumlah pandangan tentang hal ini, yaitu:
- Yefta benar-benar melakukan apa yang dinazarkan dimana anaknya menjadi korban bakaran sehingga membuat menangis
- Yefta mengetahui hukum Allah yang dengan tegas melarang pengorbanan manusia sehingga dia tahu bahwa Allah memandang tindakan semacam itu suatu kekejian yang tidak dapat diterima (Imamat 18:21; Imamat 20:2-5; Ulangan 12:31; 18:10-12) Tetapi anaknya mengabdikan seluruh hidupnya pada kesucian dan pelayanan di kemah suci nasional hingga tidak menikah berdampak Yefta menangis karena anaknya tidak mengenal laki-laki.
Perang antara suku Manasye dan Efraim pun terjadi dan dimenangkan oleh suku Manasye tetapi sifat agresif dari Yefta membuat tidak puas dengan kemenangan tersebt sehingga orang-orang yang melarikan diri dari Efraim pun dikejarnya hingga tempat-tempat penyeberangan sungai Yordan. Apabila dari suku Efraim ada yang lari dan berkata: "Biarkanlah aku menyeberang," maka orang Gilead berkata kepadanya: "Orang Efraimkah engkau?" Dan jika ia menjawab: "Bukan,"maka mereka berkata kepadanya: "Coba katakan dahulu: syibolet." Jika ia berkata: sibolet, jadi tidak dapat mengucapkannya dengan tepat, maka mereka menangkap dia dan menyembelihnya dekat tempat-tempat penyeberangan sungai Yordan itu. Pada waktu itu tewaslah dari suku Efraim empat puluh dua ribu orang."
Yefta hanya menjadi hakim di Israel selama enam tahun lalu meninggal dikuburkan di kota Gilead. Kematian Yefta menurut Orang Bijak diduga karena mengorbankan putrinya karena Yefta berhak membatalkan sumpahnya karena dia tidak berniat mengorbankan seseorang ketika dia bersumpah.... selain adanya altenatif penyelesai dengan damai saat alami ketegangan dengan suku Efraim. ( perhatikan juga https://www.youtube.com/watch?v=IRCJAfFZkDQ)
Kisah hidup Yefta sebagaimana dengan sejumlah catatan dalam hidupnya tetaplah seorang pemimpin di zaman Hakim-hakim dimana TUHAN memberikan kekuatan dan kemampuan yang memampukan menjalankan misinya menjaga Israel dari bangsa lain dan membawa orang Israel untuk menyembah TUHAN.
- Tulisan lainnya:
- Bullying Di Lingkungan Anak
- Proses Kehidupan Orang Percaya
- Mengenal Orang Yang Toksik
- Hal Sumpah Berdasarkan Perjanjian Lama dan Injil Matius
- Sembuh Luka Batin Sebab Roh Kudus
- Iman Abraham Di Uji