-->

Notification

×

Sebab Tuhan adalah Roh; dan dimana ada Roh Allah, disitu ada kemerdekaan 2 Korintus 3:17

Iklan

Iklan

Tag Terpopuler

Iman dan Akal Untuk Mengerti Kebenaran

Rabu, 23 Agustus 2017 | Agustus 23, 2017 WIB | 0 Views Last Updated 2024-03-07T19:08:56Z
Karena iman kita mengerti, bahwa alam semesta telah dijadikan oleh firman Allah, sehingga apa yang kita lihat telah terjadi dari apa yang tidak dapat kita lihat. ( Ibrani 11:3).

Full Life menyatakan teks di atas sebagai "Iman yang menyebabkan kita mengerti bahwa Allah telah menciptakan dunia ini merupakan iman kepada penyataan yang diilhami secara ilahi yang terdapat dalam pasal Kej 1:1-31 dan bagian-bagian lain di Alkitab (badingkan dengan Mazmur 33:6,9; Yesaya 55:11)"
Hagelberg berpendapat bahwa Ibrani 11:3 terkait dengan Ibrani 11:1-3 dimana ada tiga hal mengenai iman:
  • Ayat 1 berkata bahwa iman pada hakekatnya adalah kenyataan dan kepastian dari apa yang belum kita alami, 
  • Ayat 2 berkata bahwa iman membawa kehormatan istimewa bagi tokoh-tokoh sejarah Israel, 
  • Ayat 3 berkata bahwa iman merupakan suatu pandangan hidup yang khusus, yang mempengaruhi setiap pikiran dan kegiatan kita di dalam dunia ini, karena dengan iman kita menyadari bahwa dunia ini didahului dengan "apa yang tidak dapat kita lihat."
Wycliffe berpendapat Iman adalah percaya kepada hal-hal yang belum kelihatan. Iman bukan percaya kepada yang tidak dikenal, sebab melalui iman kita dapat mengetahui hal-hal yang tidak kelihatan oleh mata. Orang-orang kepada siapa penulis menujukan pemikirannya itu sekarang mendapat bantuan tambahan dari daftar tokoh Perjanjian Lama yang hidup dengan percaya kepada yang tidak terlihat. atau oleh iman. Iman adalah bukti dan jaminan yang paling kokoh bahwa segala sesuatu yang tidak kita lihat merupakan kenyataan (pragmata). Kesinambungan tokoh-tokoh iman yang percaya akan hal-hal yang tidak dapat kita lihat tidak pernah putus.

Melalui iman, anak-anak Allah mengetahui bahwa Tuhan telah menciptakan bumi dengan firman-Nya. Tokoh-tokoh Perjanjian Lama terkemuka hidup oleh iman. Habel, Henokh, Nuh disebut sebagai contoh orang-orang yang bertindak dengan iman. Angkatan yang menerima nasihat ini hendaknya juga hidup oleh iman. Dan setiap angkatan juga harus hidup oleh segala sesuatu yang kita harapkan hingga Kristus datang kembali.


Teks di atas dengan jelas dengan iman maka kita mengerti bahwa langit dan bumi di ciptakan oleh Tuhan Allah dengan berfirman..... maka semuanya jadi. Sedangkan jika dengan akal manusia membutuhkan riset berabad-abad untuk mengerti secara pengetahuan tentang penciptaan dan menghasilkan beragam tiori penciptaan dan cenderung meniadakan adanya Firman. Lalu dimanakah peran akal dan iman dalam mengerti sesuatu?
Bukankah kita harus mengunakan akal kita? (Markus 12:30. Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu.)
Jika membaca Alkitab maka ada sejumlah teks menyatakan bahwa akal berperan dalam hidup manusia. Diantaranya adalah:
  • Titus 1:15. Bagi orang suci semuanya suci; tetapi bagi orang najis dan bagi orang tidak beriman suatupun tidak ada yang suci, karena baik akal maupun suara hati mereka najis.
    • Alkitab dengan jelas membagi dua golongan akal manusia, yaitu akal menjadi kudus jika orang tersebut orang kudus, sedangkan orang yang tidak beriman maka akal dan suara hatinya najis.
  • Ibrani 8:10. "Maka inilah perjanjian yang Kuadakan dengan kaum Israel sesudah waktu itu," demikianlah firman Tuhan. "Aku akan menaruh hukum-Ku dalam akal budi mereka dan menuliskannya dalam hati mereka, maka Aku akan menjadi Allah mereka dan mereka akan menjadi umat-Ku.
    • Untuk menjadi Umat Allah maka perlu mengizinkan Tuhan menaruh hukumNya dalam akal budi serta menulisnya dalam hati.
  • 1Petrus 1:13. Sebab itu siapkanlah akal budimu, waspadalah dan letakkanlah pengharapanmu seluruhnya atas kasih karunia yang dianugerahkan kepadamu pada waktu penyataan Yesus Kristus.
    • Akal kita harus diletakkan atas kasih karunia Tuhan.
Stephen Tong berpendapat “Karena iman kita mengerti”. Kita dapat mengerti karena kita beriman, bukan karena kita mengerti dulu baru kita beriman. Namun demikian, kita sebagai orang beriman, tidak boleh meniadakan rasio (akal) tetapi juga tidak boleh memperilah rasio. Orang Kristen harus menggunakan rasio sebaik mungkin dan rasional, tetapi tidak jatuh menjadi seorang rasionalis.
Berdasarkan pendapat di atas maka ada perbedaan antara beriman dan memakai akal sebagai sarana mengasihi Tuhan dengan orang yang cenderung rasionalis.

Rasionalisme atau gerakan rasionalis menurut Wikipedia adalah doktrin filsafat yang menyatakan bahwa kebenaran haruslah ditentukan melalui pembuktian, logika, dan analisis yang berdasarkan fakta, daripada melalui iman, dogma, atau ajaran agama. {Dalam prakteknya terkadang rasionalis perdebatan dimana untuk pendapat yang diyakini benar maka dituntut diterima, diyakini oleh orang lain sedangkan untuk pendapat orang lain yang ditolaknya dituntut pembuktian, logika dan analisis sesuai pola pikir yang bersangkutan.}
Rasionalisme mempunyai kemiripan dari segi ideologi dan tujuan dengan humanisme dan atheisme, dalam hal bahwa mereka bertujuan untuk menyediakan sebuah wahana bagi diskursus sosial dan filsafat di luar kepercayaan keagamaan atau takhayul. Meskipun begitu, ada perbedaan dengan kedua bentuk tersebut:
  • Humanisme dipusatkan pada masyarakat manusia dan keberhasilannya. Rasionalisme tidak mengklaim bahwa manusia lebih penting daripada hewan atau elemen alamiah lainnya. Ada rasionalis-rasionalis yang dengan tegas menentang filosofi humanisme yang antroposentrik. 
  • Atheisme adalah suatu keadaan tanpa kepercayaan akan adanya Tuhan atau dewa-dewa; rasionalisme tidak menyatakan pernyataan apapun mengenai adanya dewa-dewi meski ia menolak kepercayaan apapun yang hanya berdasarkan iman. Meski ada pengaruh atheisme yang kuat dalam rasionalisme modern, tidak seluruh rasionalis adalah atheis.
Di luar diskusi keagamaan, rasionalisme dapat diterapkan secara lebih umum, misalnya kepada masalah-masalah politik atau sosial. Dalam kasus-kasus seperti ini, yang menjadi ciri-ciri penting dari perpektif para rasionalis adalah penolakan terhadap perasaan (emosi), adat-istiadat atau kepercayaan yang sedang populer.

Rene Descartes, yang menjadi dasar orang berpikir adalah kesangsian karena dunia penuh dengan bermacam-macam pendapat, keyakinan dan interpretasi yang melahirkan thesis “Jika saya berpikir maka saya ada” (Cogito ergo sum). Pola pemikiran ini bertentangan dengan filsafat kristen yang hadir dengan konsep “Deus Est Ergo Sum” atau “Allah ada, jadi aku ada.”

Stephen Tong berpendapat bahwa iman dan rasio dapat berjalan sejajar, dan iman haruslah dapat dipertanggungjawabkan secara rasional, tetapi yang melampaui itu adalah iman mutlak harus menempati tempat yang utama. “Iman, yang menyebabkan kita dapat berdiri di hadapan Tuhan. Tetapi orang yang berdiri di hadapan Tuhan juga harus berdiri di hadapan manusia.... Dengan iman kita berdiri di hadapan Tuhan, dengan pengetahuan kita mengerti kita berdiri di hadapan Tuhan.

Iman dan rasio (akal) adalah bertujuan mendapatkan suatu kebenaran.  Ada yang sering diabaikan yaitu ‘Keterbatasan Rasio’, karena natur rasio adalah created, limited, and polluted. Orang beriman seharusnya  mengintegrasikan rasio dengan iman, profesi dengan agama di dalam mempermuliakan Allah dalam kebenaran yang diwahyukan sebagai wujud mengasihi Tuhan dan manusia.
Agustinus berkata “Aku percaya, maka aku mengerti; dan agar aku bisa mengerti aku harus menetapkan aku percaya.” Hal ini sesuai dengan "Dan Samaria ialah ibukota Efraim, dan anak Remalya ialah kepala Samaria. Jika kamu tidak percaya, sungguh kamu tidak teguh jaya. (Yesaya 7:9)"

Yesus menyatakan Akulah kebenaran. Satu-satunya Pribadi dalam sejarah yang sah mengatakan Diri-Nya adalah Kebenaran (Yohanes. 14:6). Pernyataan itu berarti bahwa Yesus memang benar-benar adalah kebenaran yang dicari oleh akal manusia dan juga kehidupan beriman, ataukah justru Yesus pendusta terbesar di dunia karena mengklaim diriNya adalah kebenaran sedangkan itu keliru. Jika kita menemukan kebenaran maka tetap setia kepada Kebenaran karena iman berarti setia kepada Kebenaran.
Martin Luther mengatakan bahwa rasio itu pelacur. Rasio selalu melacur diri, mencari alasan untuk mendukung apa yang telah ia tetapkan terlebih dahulu. Rasio yang melacur tersebut harus dituntun dan diarahkan setia kembali kepada Sang Mempelai yang Agung yaitu Tuhan yang adalah Kebenaran.

Puncak kebenaran bukanlah kita mengerti bahwa Tuhan menciptakan langit dan bumi tetapi kita berjumpa langsung denganNya dalam KerajaanNya yang Mahabenar.
×
Berita Terbaru Update