Batu nisan Eglantyne Jebb mencantumkan Matius 25:40 disebabkan ayat tersebut menjadi inspirasi dirinya sebagai tokoh penting diakuinya hak anak di dunia yang diperjuangkan seumur hidupnya. Alasan lengkap Eglantyne Jebb memilih Matius 25:40 untuk batu nisannya adalah:
- Ayat Iini sebagai Filsafat Hidupnya, karena ayat ini merangkum mesin moral di balik setiap kampanye yang pernah ia jalankan. “Yang paling hina ini” — dalam konteksnya — adalah jutaan anak-anak yang kelaparan dan trauma perang di Jerman, Austria-Hongaria, dan Rusia setelah Perang Dunia I.
Dengan memberi makan, merawat, dan melindungi anak-anak tersebut secara hukum, ia percaya bahwa ia melayani Kristus sendiri.
- Kaitan Konkret dengan Karyanya untuk Anak-Anak berupa tindakan yang dilakukan Jebb berupa “Ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan” Menyewa kapal SS Torcello (1921) dengan 600 ton makanan dan perlengkapan medis untuk anak-anak Rusia yang kelaparan. “Ketika Aku seorang asing, kamu mengundang Aku masuk” Mendirikan Save the Children (1919) untuk menampung anak yatim dan pengungsi. “Ketika Aku sakit, kamu merawat Aku” Mendirikan klinik keliling dan depot susu yang menyelamatkan ribuan nyawa. “Ketika Aku di penjara…” Memperjuangkan reformasi peradilan anak dan menentang pekerja anak.
- Dari Ayat tersebut ke Hak-Hak Anak Global. Ayat tersebut mendorongnya untuk menyusun Deklarasi Jenewa tentang Hak-Hak Anak tahun 1923—piagam hak-hak anak pertama di dunia—yang kemudian diadopsi oleh Liga Bangsa-Bangsa (1924) dan menjadi cetak biru untuk Konvensi PBB tentang Hak-Hak Anak tahun 1989. Dalam setiap pidatonya, ia menekankan: “Anak yang lapar harus diberi makan… anak yatim dan anak terlantar harus diberi tempat tinggal” —sebuah gema langsung dari Matius 25.
- Warisan Spiritual yang Terukir di Batu sehubungan ketika ia meninggal pada tahun 1928, batu nisannya di Cimetière des Rois, Jenewa, hanya memuat Matius 25:40 — tanpa gelar, tanpa tanggal—mengingatkan setiap pengunjung bahwa melayani anak yang paling rentan adalah melayani Tuhan sendiri.
- Hak atas kebutuhan dasar: Anak berhak mendapatkan sarana untuk tumbuh berkembang secara fisik, mental, dan spiritual secara layak.
- Hak atas kebutuhan khusus: Anak yang lapar, sakit, yatim, atau terlantar berhak mendapatkan pertolongan pertama dan perlindungan.
- Hak atas bantuan prioritas: Anak berhak diprioritaskan untuk mendapatkan bantuan saat mengalami kesusahan.
- Hak atas kebebasan ekonomi dan perlindungan dari eksploitasi: Anak berhak terbebas dari eksploitasi ekonomi dan pekerjaan yang merugikan.
- Hak atas pendidikan: Anak berhak memperoleh pendidikan yang menanamkan rasa tanggung jawab sosial dan kesadaran akan kewajiban terhadap sesama.
- Hak atas perlindungan dari penyalahgunaan: Anak berhak dilindungi dari segala bentuk penyalahgunaan dan eksploitasi.
- Hak atas lingkungan yang mendukung: Anak berhak tumbuh dalam lingkungan yang penuh perhatian dan cinta kasih.
- Hak atas perlindungan hukum: Anak berhak mendapatkan perlindungan hukum dan keadilan sesuai dengan kepentingan terbaiknya.
- Hak atas identitas dan kebudayaan: Anak berhak memiliki identitas, termasuk nama, kewarganegaraan, dan kebudayaannya.
- Hak atas persamaan dan non-diskriminasi: Anak berhak diperlakukan tanpa diskriminasi berdasarkan ras, agama, jenis kelamin, atau status sosial.
* Deklarasi ini kemudian menjadi dasar bagi Konvensi Hak Anak (KHA) 1989, yang lebih komprehensif dan mengikat secara hukum internasional.
Seorang anak terkadang sulit mendapatkan hak sebagai anak termasuk di Indonesia meskipun telah hadir UU No. 35/2014 tentang perlindungan anak. Beberapa permasalahan serius dalam mengurus dan menegakkan hak anak di Indonesia, berdasarkan berbagai studi dan data, dapat dirangkum sebagai berikut:
1. Kekerasan terhadap Anak Tinggi. Komnas PA mencatat pada 2023 terdapat 3.547 kasus kekerasan terhadap anak, di mana 3.000 di antaranya adalah kekerasan seksual. KPAI mencatat tren peningkatan kasus kekerasan terhadap anak dari tahun 2011 hingga 2015, dari 2.178 kasus menjadi lebih dari 4.300 kasus.
2. Lemahnya Penegakan Hukum. Faktor penegak hukum seperti aparat, sarana, dan prasarana masih kurang memadai. 80% anak korban kejahatan tidak memproses kasusnya ke kepolisian, menunjukkan rendahnya kepercayaan terhadap sistem hukum.
3. Kurangnya Akses terhadap Layanan Dasar. Masih banyak anak yang tidak memiliki akta kelahiran, menjadi korban gizi buruk, putus sekolah, atau menjadi anak jalanan dan pekerja anak.
4. Kurangnya Pemahaman Masyarakat dan Orang Tua. Kurangnya pengetahuan masyarakat, termasuk orang tua, tentang hak anak dan hukum yang melindunginya menjadi penghambat utama.
5. Kultur dan Norma Sosial yang Tidak Kondusif. Budaya patriarkal, diskriminasi gender, dan pandangan tradisional terhadap anak masih kuat, sehingga sering kali hak anak tidak diprioritaskan.
6. Kurangnya Lembaga Khusus dan Tenaga Profesional. Belum ada lembaga perlindungan anak yang khusus dan memadai untuk menangani kasus seperti korban perkosaan atau eksploitasi. Kekurangan tenaga profesional yang terlatih dalam penanganan kasus anak juga menjadi kendala serius.
7. Koordinasi dan Kerja Sama yang Lemah. Koordinasi antar lembaga pemerintah, LSM, dan masyarakat sipil masih belum optimal, sehingga penanganan kasus anak sering tumpang tindih atau lambat.
8. Ketimpangan Akses Layanan di Daerah. Daerah terpencil dan tertinggal masih sangat minim fasilitas layanan perlindungan anak, seperti ruang konseling, pengadilan anak, atau layanan kesehatan terintegrasi.
Bila memperhatikan teladan Yusuf dan Maria dalam membesarkan Yesus berdasarkan "Teori Tumbuh-Kembang Anak dari Lukas 2:51-52" tercatat ada empat aspek yang dibangun secara terintegrasi, yaitu:
Aspek Tumbuh-Kembang | Kata/Frasa Lukas 2:52 | Makna bagi anak |
---|---|---|
Fisik | "bertambah besar” (προκόπτω) | Pertumbuhan tubuh yang sehat, teratur, sesuai usia. |
Intelektual | “bertambah hikmat” | Peningkatan pengetahuan, daya nalar, kemampuan berpikir kritis. |
Sosio-emosional | “disukai oleh manusia” | Kecakapan sosial, empati, regulasi emosi yang baik. |
Spiritual | “makin dikasihi oleh Allah” | Kedalaman iman, karakter Kristus, orientasi rohani yang kuat. |
Keempat aspek tumbuh kembang terjadi secara seimbang sebab jika satu diabaikan, perkembangan anak menjadi fragmented atau pincang. Aspek tumbuh kembang terkait dengan konteks hak anak meliputi:
- Hak atas kesehatan dan pendidikan berupa fisik + intelektual → negara dan orang tua wajib menyediakan gizi seimbang, layanan kesehatan, dan pendidikan yang inklusif dan inklusif khusus bagi ABK yang berhubungan dengan UU No 35/2014 menjamin “kepentingan terbaik anak” secara menyeluruh.
- Hak atas identitas dan partisipasi berupa masalah sosio-emosional + spiritual → anak berhak didengar, dipandang berharga, dan dibimbing rohani tanpa diskriminasi (Konvensi Hak Anak, Pasal 12–14).
- Hak atas perlindungan dengan ketentuan jika empat aspek tidak dipenuhi, anak rentan terhadap kekerasan, eksploitasi, atau penelantaran—melanggar Pasal 13–16 UU Perlindungan Anak.
Organisasi seperti gereja pun memiliki peran dalam pemenuhan hak anak di Indonesia terutama dijalankan melalui konsep Gereja Ramah Anak (GRA)—sebuah gerakan lintas denominasi yang menempatkan anak sebagai subjek penting dalam pelayanan gereja. Secara praktis, peran tersebut dapat dilihat pada lima bidang utama:
- Pelayanan Spiritual dan Sosial-Holistik dengan menyelenggarakan:
- Sekolah Minggu / Minggu Gembira sebagai ruang pendidikan iman sekaligus pembentukan karakter.
- Pelatihan paduan suara, seni, dan keterampilan untuk mengasah bakat anak.
- Konseling dan pendampingan iman yang menekankan etika, sopan santun, serta hubungan dengan Tuhan dan sesama. - Penyediaan Sarana-Prasarana “Ramah Anak” seperti:
- Ruang khusus anak yang aman, nyaman, dan terpisah. Contoh: area bebas asap rokok.
- Alat peraga, mainan edukatif, dan media visual yang sesuai tahap perkembangan anak.
- Dana khusus dari kolekte jemaat untuk menunjang kegiatan anak. - Advokasi dan Perlindungan Khusus, seperti:
- Pendampingan hukum dan konseling psikososial bagi anak korban kekerasan atau eksploitasi.
- Kerja sama dengan Pemerintah Daerah (Kabupaten/Kota Layak Anak) dalam program perlindungan anak.
- Sistem pelaporan berkala kepada Majelis Jemaat dan mungkin Pemda agar kebijakan GRA selaras dengan kebijakan publik. - Pendataan dan Pemenuhan Hak-hak Konkret, seperti:
- Registrasi data anak (nama, usia, jenis kelamin) untuk memastikan pelayanan sesuai kebutuhan individual.
- Program prioritas yang mencakup hak sipil dan kebebasan, kesehatan dasar, pendidikan, serta lingkungan keluarga alternatif bagi anak yatim atau rentan. - Jejaring dan Kemitraan Lintas Sektor:
- Koordinasi dengan organisasi gereja lain, agama lain, dunia usaha, dan LSM untuk memperluas cakupan layanan.
- Pelatihan kapasitas pendamping agar layanan anak profesional dan berkelanjutan. - Tantahan yang Masih Dihadapi Gereja, seperti:
- Belum semua gereja lokal memahami sepenuhnya konsep GRA, sehingga layanan masih parsial.
- Keterbatasan ruang dan waktu (kegiatan hanya 1–1,5 jam/minggu, tempat sering berganti).
- Kompetensi pendamping yang perlu ditingkatkan agar responsif terhadap kebutuhan psikososial anak.
Pemikiran konsep gereja ramah anak dilandasi sejumlah teks ayat Alkitab, diantaranya adalah:
- Anak sebagai Berkat dan Amanah yaitu: Mazmur 127:3-5 “Sesungguhnya anak-anak lelaki adalah milik pusaka dari pada TUHAN… Seperti anak-anak panah di tangan pahlawan…” → Anak adalah karunia Tuhan yang harus dipelihara, bukan sekadar milik orang tua.
- Hak atas Perlindungan, yaitu: Matius 18:10 “Jangan menganggap rendah seorang dari anak-anak kecil ini… Ada malaikat mereka di sorga…” → Anak memiliki perlindungan spiritual dan hak atas rasa aman juga Yakobus 1:27, Ibadah yang murni = “mengunjungi yatim piatu… dalam kesusahan mereka.” → Gereja dipanggil menjaga anak yatim dan rentan secara praktis.
- Hak atas Pendidikan dan Didikan Rohani, yaitu: Ulangan 6:6-7 “Ajarkanlah firman itu berulang-ulang kepada anak-anakmu… saat engkau duduk, dalam perjalanan…” → Anak berhak mendapatkan bimbingan iman dan nilai-nilai hidup sejak dini dan Amsal 22:6 “Didiklah anak menurut jalan yang patut…” → Pendidikan harus sesuai potensi dan tahap perkembangannya.
- Hak atas Kasih Sayang dan Penghormatan, yaitu: Markus 10:13-16 Yesus marah ketika murid-murid menghalangi anak-anak: “Biarkan anak-anak itu datang kepada-Ku…” → Anak berhak diterima, dipeluk, dan diberkati, bukan diabaikan atau dipinggirkan dan Amsal 17:6 “Anak cucu adalah mahkota orang tua…” → Anak berhak dihargai sebagai pembawa kehormatan keluarga.
- Hak atas Kesejahteraan dan Warisan yaitu: Amsal 13:22 “Orang baik meninggalkan warisan bagi anak cucunya…” → Anak berhak atas warisan lahir & batin yang layak.
Alkitab menyajikan prinsip-prinsip dan nilai yang dapat kita aplikasikan dalam memahami dan membantu anak-anak dalam situasi sulit ini ketika menghadapi pemasalahan dalam mendapatkan hak sebagai anak. Beberapa prinsip tersebut antara lain:
- Kasih dan Pengasuhan: Alkitab menekankan pentingnya kasih dan pengasuhan bagi anak-anak. Banyak kisah tentang orang tua yang mengasihi dan melindungi anak-anak mereka, bahkan dalam situasi yang sulit.
- Keadilan dan Kasihan: Alkitab mengajarkan kita untuk memperlakukan semua orang dengan adil dan penuh kasih, terutama yang lemah dan membutuhkan. Anak-anak yang mengalami kesulitan adalah kelompok yang sangat rentan dan membutuhkan perlindungan.
- Pertolongan terhadap yang Lemah: Alkitab mendorong kita untuk membantu orang-orang yang membutuhkan, termasuk anak yatim piatu dan orang miskin.
- Harapan dan Penghiburan: Alkitab memberikan harapan dan penghiburan bagi mereka yang menderita. Kisah-kisah dalam Alkitab menunjukkan bahwa bahkan dalam situasi yang paling sulit sekalipun, ada harapan untuk masa depan yang lebih baik.
Bila hak anak lalai dipenuhi dapat berdampak kurang baik terhadap sang anak. Alkitab mencatat dampak menyakitkan ketika hak-hak dasar anak tidak terpenuhi, baik karena kelalaian orang tua, ketidakadilan masyarakat, maupun tekanan eksternal. Contoh narasi dan ayat yang menggambarkan kehidupan anak yang terabaikan haknya:
1. Anak-anak dihalangi mendekati Yesus – hak atas perhatian dan kasih sayang. Lukas 18:15-17 mencatat “Murid-murid-Nya memarahi orang-orang itu… Tetapi Yesus memanggil mereka dan berkata: ‘Biarkanlah anak-anak itu datang kepada-Ku, dan jangan kamu menghalang-halangi mereka…’” Ayat ini berdampak kepada anak-anak merasa tidak dihargai dan ditolak oleh orang dewasa yang seharusnya melindungi mereka.
2. Ishak – hak atas kepemilikan dan keadilan yang tidak diperjuangkan. Kejadian 26:17-22 mencatat Ishak mengalah dua kali ketika sumurnya direbut oleh gembala Gerar; ia memilih tidak mempertahankan hak atas sumber air yang vital untuk kehidupan dan ternaknya. Ayat ini memiliki dampak Ishak menjadi kekurangan sumber daya bagi kelangsungan hidup anak dan keluarga.
Pola pengalah berkelanjutan yang dapat membuat anak belajar bahwa haknya pantas direnggut orang lain jika tidak diperjuangkan.
3. Penderitaan akibat ketidakadilan sosial – hak atas keadilan dan rezeki. Amsal 13:23 “Ada yang lenyap karena tidak ada keadilan… Huma orang miskin menghasilkan banyak makanan, tetapi ada yang lenyap karena tidak ada keadilan.” Ayat ini berdampak anak miskin menjadi korban sistem yang tidak menjamin akses atas pangan, pendidikan, atau perlindungan hukum dan terjadi generasi kemiskinan berkelanjutan ketika hak atas sumber daya dasar tidak dipenuhi.
Secara luas bila hak-hak anak tidak terpenuhi berpotensi menimbulkan permasalahan multidimensi dan berkelanjutan hingga ke generasi berikutnya. Masalah yang ditimbulkan antara lain:
- Dampak Fisik, seperti:
- Gizi buruk dan stunting → pertumbuhan otak terganggu, daya tahan tubuh rendah, risiko penyakit kronis.
- Kekerasan fisik/eksploitasi → cacat permanen, trauma fisik, bahkan kematian dini. - Dampak Psikologis dan Emosional, seperti:
- Trauma dan PTSD akibat pelecehan, kekerasan, atau perang.
- Depresi, kecemasan, perilaku agresif → sulit membangun kepercayaan dan hubungan sosial.
- Gangguan perkembangan emosi → rendahnya empati, potensi menjadi pelaku kekerasan di masa depan. - Dampak Pendidikan dan Kognitif, seperti:
- Putus sekolah → keterampilan minim, kesempatan kerja terbatas.
- Kemampuan kognitif dan literasi rendah → sulit keluar dari lingkaran kemiskinan.
- Generasi “lost decade” → negara kehilangan potensi SDM berkualitas. - Dampak Ekonomi dan Sosial, seperti:
- Pekerja anak dan eksploitasi ekonomi → upah murah, risiko kecelakaan kerja, hilangnya masa bermain.
- Pernikahan anak → risiko kesehatan ibu dan bayi, potensi kekerasan rumah tangga, kemiskinan berkelanjutan.
- Tingkat kriminalitas meningkat karena rendahnya edukasi dan peluang kerja. - Dampak Lingkungan dan Budaya, seperti:
- Tidak berpartisipasi dalam pengambilan keputusan → kebijakan tidak ramah anak.
- Budaya kekerasan berulang di keluarga dan masyarakat → lingkaran setan kekerasan antar-generasi.
- Kerusakan lingkungan (bencana, polusi) berdampak langsung pada kesehatan dan masa depan anak. - Dampak Spiritual dan Moral, seperti:
- Kehilangan harapan → potensi bunuh diri, kekerasan terhadap diri sendiri.
- Moral longgar → rentan terhadap eksploitasi, perdagangan manusia, terorisme.
Permasalahan hak anak di Indonesia kurang mendapat tempat meskipun ketika hak anak diabaikan dapat menimbulkan hilangnya potensi individu, beban sosial ekonomi, ketidakstabilan sosial, dan kerugian nasional jangka panjang. Masalah ini tercermin dari alokasi anggaran Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang hanya senilai Rp17 miliar tahun anggaran 2025 dengan sepuluh milyar rupiah hanya untuk gaji pegawai. Hal menarik untuk diamati tentang investasi bagaimanakah untuk memastikan masa depan bangsa tidak lenyap bersama generasi yang hilang terkait adanya persoalan dan atau permasalahan hak anak. Waktu akan membuka tabir dan menjawab tentang persoalan anak di masa yang akan datang.
Sebagai catatan akhir, Gereja Inggris mengingat kehidupan dan pelayanannya Eglantyne Jebb yang berperan menghadirkan hak anak melalui cara peringatan pada kalender liturgi pada tanggal 17 Desember sehingga umat TUHAN diingatkan tentang hak anak yang telah menjadi isu global saat ini. Bagaimanakah dengan situasi dan perkembangan konsep Gereja Ramah Anak (GRA) di jemaat lokal?
- Tulisan lainnya di werua blog:
- Yesus Dan Anak-Anak
- Pengasuhan ANak Homeless dan Anak Konflik Bersenjata
- Mendidik Anak Mengembangkan Potensi Anak
- Anak Terlantar Dan Pertolongannya
- Mendidik Generasi Z Dalam TUHAN
- Keadilan Dalam Mendidik Dan Membesarkan Anak
- Bullying di Lingkungan Anak
- Pemulihan Hati Bapa
- Ibu Melupakan Anaknya Sendiri
- Generasi Alpha Dan Permasalahannya