A. Pembinaan / Pendidikan secara umum
Pendidikan bergerak sesuai dinamika sosial masyarakat sehingga kondisi masyarakat yang alami perubahan akan dapat berdampak berubahnya sistem pendidikan. Pola masyarakat mengalami perubahan yang cepat (revolusi) karena perkembangan teknologi yang mengubah sosial masyarakat. Perubahan yang mencolok memasuki abad 21 adalah masuknya era informasi dan digitalisasi yang diikuti perkembangan kecerdasan buatan sehingga manusia menjadi mahkluk cyborg agar bersaing dengan robot dengan kecerdasan buatan.
Sebelum masuk era kecerdasan buatan yang "memaksa" manusia jadi cyborg, John Vong, Dosen Indonesia International Institute for Life Sciences (i3L) School of Business mengungkapkan tentang konsep smart nation sudah diperkenalkan sejak tahun 2015 namun realitanya sudah bisa dirasakan di era new normal saat pandemi Covid-19 saat ini. Kondisi Smart nation adalah pendidikan tanpa sekolah, kesehatan tanpa rumah sakit dan perbankan tanpa bank yang merubah gaya hidup masyarakat secara radikal dengan tujuan memperkuat efisiensi, memperbaiki palayanan publik dan meningkatkan kesejahteraan penduduk dalam suatu negara yang dipengaruhi oleh terintegrasinya infrastuktur dengan bantuan teknologi informasi dan komunikasi.
Perubahan terjadi karena proyek internet of thing yang dilakukan menyentuh kehidupan manusia secara global sehingga setiap individu dari setiap tempat dianjurkan memiliki akses dan koneksi internet. Belajar dalam dasawarsa ke depan perhatiannya tidak hanya ditujukan alat-alat pembelajaran jarak jauh maupun learning management system tetapi terciptanya lingkungan pembelajaran.
Sebelum pandemi Covid-19, manusia sudah masuk era digital dengan banyaknya blog, situs jejaring sosial, portal dan macam macam sehingga setiap individu dengan mudah mendapatkan informasi dengan cepat. Hadirnya aneka ragam aplikasi berbasis internet termasuk dalam bidang pendidikan sebagai konsekuensi era digital yang berakibat ledakan informasi.
Ledakan informasi melahirkan situasi "big bombs" informasi yang menuntut kerendahan hati semua pihak untuk mengakui bahwa perlahan tapi pasti tidak akan ada seorang atau satu lembaga yang dapat mengklaim menguasai atau paling tahu tentang semua informasi yang ada. Informasi menyebar dan berserakan di internet. Pengetahuan menjadi komoditas bebas. Sekat sekat kelas dan dinding kampus roboh. Pengetahuan tidak lagi diperangkap di bangku sekolah dan kampus melainkan ada dimana-mana dan semakin tidak terpusat. Belajar akan alami perubahan dari hal konten hingga bagaimana proses belajar menjadi penting.
Dalam ledakan informasi, pendidik perlu mengajarkan bagaimana mengakses informasi, ilmu dan keterampilan sehingga memastikan apa yang dipelajari adalah yang terbaik di bidangnya. Dalam timbunan dan banjir informasi, seorang pembelajar harus menjadi pengunduh informasi yang tekun, efektif. Informasi disaring dapatkan yang akurat.
Hal penting dalam era digital adalah menumbuhkan rasa ingin tahu dan kreatifitas. Di arus informasi, hanya orang yang memiliki akses kepada informasi yang akurat dan bermutu dan yang memiliki rasa ingin tahu yang kuat yang akan diuntungkan. Mereka yang takjublah yang akan berpengetahuan dan semakin terampil karena dari rasa takjublah lahir pengetahuan dan keinginan untuk menekuni sesuatu (from wonders grow knowledge and skills). Pembelajaran harus dapat mengembangkan rasa terkesima untuk terus mengeksplorasi bahan ajar secara lebih luas dan lebih dalam lagi. Ingin tahu jika dibarengi dengan kreatif mulai dari meniru dan memodifikasi (karena semua keahlian awalnya datang dari kesanggupan meniru) namun kemudian beranjak untuk menghasilkan sesuatu yang lebih orisinal ataupun mendatangkan nilai tambah yang lebih besar.
Era digital hadir saat memasuki era 3G dan 4G tetapi jika sudah masuk 5G dan 6G maka hadir yang namanya era kecerdasan buatan dimana mesin dan robot hadir dapat mengantikan peran manusia dalam mengajar sesuatu sebab mereka mungkin lebih cerdas dari manusia untuk beberapa saat sampai manusia menjadi cyborg dengan menamamkan chip di otak manusia sehingga diharapkan dapat mengimbangi robot dengan kecerdasan buatan.
Manusia menjadi makhluk cyborg (Cybernetic Organism / Organisme Sibernetik atau lebih dikenal sebagai manusia setengah robot.) dalam hal kecerdasan hal itu dipicu oleh diproduksinya chip buatan startup Neuralink milik Elon Musk yang mengklaim pengguna dapat mengalirkan musik langsung ke otak lewat antarmuka otak-komputer. Rencananya hal ini akan diumumkan oleh Elon Musk pada tanggal 28 Agustus 2020. Dengan ases otak-komputer maka dapat mengimbangi kinerja dari robot dengan kecerdasan buatan. Hal ini akan merubah gaya hidup manusia dalam generasi internet 5G dan 6G yang diduga akan memunculkan "binatang" dalam Kitab Wahyu. Saat itu diduga ajaran transhumanisme memasyarakat.
Pembinaan warga Gereja
Bagaimana dengan pendidikan bagi warga gereja dalam era digital zaman informasi saat ini? Perkembangan teknologi komunikasi berbasis komputer dan internet, membuat Gereja ‘cemas’, merasa harus bersaing dengan teknologi dan ‘pewartaan kabar gembira’nya. Berbagai macam renspon muncul: membuat akun Facebook, blog, dan website rohani; memasang LCD projector di dalam gereja; menggunakan media film dan power point texts dalam pengajaran iman; dan mengeluarkan seri telepon selular berisi berbagai nyanyian, doa, dan ajaran iman. Semua upaya ini dilakukan dengan maksud baik. Tetapi kita perlu menyelidiki: Apakah, dengan media-media itu, kita menata pribadi-pribadi beriman, hingga menyentuh dimensi spiritual mereka? Atau, kita sekadar menata tampilan luar, termasuk menyeragamkan pengetahuan dan aktivitas religius? Teknologi informasi sangat terasa saat pandemi Covid menjadikan gereja pengunakan internet yang cukup baik.
Yap Fu Lan dosen Unika Atma Jaya, Jakarta memaparkan tentang pembinaan bagi warga gereja dalam iman kepada Kristus yang disampaikan secara sistematis dengan maksud kepenuhan hidup Kristen di era digital sebagai berikut:
Penulis berpendapat dengan masuk dalam era informasi maka warga gereja dapat mengakses informasi tentang hidup sesuai dengan imam Kristen sehingga peran pembina, yaitu hamba Tuhan sangat penting dalam mengarahkan akses terhadap informasi apa saja yang sehat untuk diakses disamping pembinaan secara interen. Secara tioritis arus informasi yang bertubi-tubi menyebabkan akan banyak orang yang mengenal dan dapat memanggil Yesus sebagai TUHAN apalagi didukung perkembangan teknologi antar muka otak manusia - komputer menjadikan bumi penuh kemuliaan Allah jika kita dapat mengisi berita di Internet dengan kebenaran Alkitab dan berapologetika dengan baik dan benar tetapi yang terpenting melakukan kehendak Bapa di Surga. Pembinaan warga gereja di abad 21 adalah mengigatkan bahwa melakukan kehendak Bapa sangat penting sehingga terjadi pemulihan gambar dan rupa Allah dalam diri kita melalui karya Roh Kudus dan Firman Allah itu yang penting. (Lukas 6:46 "Mengapa kamu berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, padahal kamu tidak melakukan apa yang Aku katakan?)
Meski internet mengandung kebenaran Firman Tuhan tetapi masuk era kecerdasan buatan dan robot maka yang terutama yang dilakukan binatang dalam Wahyu di duga melakukan upload pikirannya ke robot dengan teknologi kecerdasan buatan yang up to date, sehingga dapat memenangkan perdebatan dan diskusi maka tetap harus memiliki kemandirian dalam beriman tidak bergantung sepenuhnya dengan informasi yang terdapat dalam internet sekalipun penulisnya seorang ahli teologi yang berpengaruh. Komunitas internal di gereja lokal tetap perlu dibangun dan pembinaan dalam gereja lokal tetap perlu diadakan.
Pendidikan bergerak sesuai dinamika sosial masyarakat sehingga kondisi masyarakat yang alami perubahan akan dapat berdampak berubahnya sistem pendidikan. Pola masyarakat mengalami perubahan yang cepat (revolusi) karena perkembangan teknologi yang mengubah sosial masyarakat. Perubahan yang mencolok memasuki abad 21 adalah masuknya era informasi dan digitalisasi yang diikuti perkembangan kecerdasan buatan sehingga manusia menjadi mahkluk cyborg agar bersaing dengan robot dengan kecerdasan buatan.
Sebelum masuk era kecerdasan buatan yang "memaksa" manusia jadi cyborg, John Vong, Dosen Indonesia International Institute for Life Sciences (i3L) School of Business mengungkapkan tentang konsep smart nation sudah diperkenalkan sejak tahun 2015 namun realitanya sudah bisa dirasakan di era new normal saat pandemi Covid-19 saat ini. Kondisi Smart nation adalah pendidikan tanpa sekolah, kesehatan tanpa rumah sakit dan perbankan tanpa bank yang merubah gaya hidup masyarakat secara radikal dengan tujuan memperkuat efisiensi, memperbaiki palayanan publik dan meningkatkan kesejahteraan penduduk dalam suatu negara yang dipengaruhi oleh terintegrasinya infrastuktur dengan bantuan teknologi informasi dan komunikasi.
Perubahan terjadi karena proyek internet of thing yang dilakukan menyentuh kehidupan manusia secara global sehingga setiap individu dari setiap tempat dianjurkan memiliki akses dan koneksi internet. Belajar dalam dasawarsa ke depan perhatiannya tidak hanya ditujukan alat-alat pembelajaran jarak jauh maupun learning management system tetapi terciptanya lingkungan pembelajaran.
Sebelum pandemi Covid-19, manusia sudah masuk era digital dengan banyaknya blog, situs jejaring sosial, portal dan macam macam sehingga setiap individu dengan mudah mendapatkan informasi dengan cepat. Hadirnya aneka ragam aplikasi berbasis internet termasuk dalam bidang pendidikan sebagai konsekuensi era digital yang berakibat ledakan informasi.
Ledakan informasi melahirkan situasi "big bombs" informasi yang menuntut kerendahan hati semua pihak untuk mengakui bahwa perlahan tapi pasti tidak akan ada seorang atau satu lembaga yang dapat mengklaim menguasai atau paling tahu tentang semua informasi yang ada. Informasi menyebar dan berserakan di internet. Pengetahuan menjadi komoditas bebas. Sekat sekat kelas dan dinding kampus roboh. Pengetahuan tidak lagi diperangkap di bangku sekolah dan kampus melainkan ada dimana-mana dan semakin tidak terpusat. Belajar akan alami perubahan dari hal konten hingga bagaimana proses belajar menjadi penting.
Dalam ledakan informasi, pendidik perlu mengajarkan bagaimana mengakses informasi, ilmu dan keterampilan sehingga memastikan apa yang dipelajari adalah yang terbaik di bidangnya. Dalam timbunan dan banjir informasi, seorang pembelajar harus menjadi pengunduh informasi yang tekun, efektif. Informasi disaring dapatkan yang akurat.
Hal penting dalam era digital adalah menumbuhkan rasa ingin tahu dan kreatifitas. Di arus informasi, hanya orang yang memiliki akses kepada informasi yang akurat dan bermutu dan yang memiliki rasa ingin tahu yang kuat yang akan diuntungkan. Mereka yang takjublah yang akan berpengetahuan dan semakin terampil karena dari rasa takjublah lahir pengetahuan dan keinginan untuk menekuni sesuatu (from wonders grow knowledge and skills). Pembelajaran harus dapat mengembangkan rasa terkesima untuk terus mengeksplorasi bahan ajar secara lebih luas dan lebih dalam lagi. Ingin tahu jika dibarengi dengan kreatif mulai dari meniru dan memodifikasi (karena semua keahlian awalnya datang dari kesanggupan meniru) namun kemudian beranjak untuk menghasilkan sesuatu yang lebih orisinal ataupun mendatangkan nilai tambah yang lebih besar.
Era digital hadir saat memasuki era 3G dan 4G tetapi jika sudah masuk 5G dan 6G maka hadir yang namanya era kecerdasan buatan dimana mesin dan robot hadir dapat mengantikan peran manusia dalam mengajar sesuatu sebab mereka mungkin lebih cerdas dari manusia untuk beberapa saat sampai manusia menjadi cyborg dengan menamamkan chip di otak manusia sehingga diharapkan dapat mengimbangi robot dengan kecerdasan buatan.
Manusia menjadi makhluk cyborg (Cybernetic Organism / Organisme Sibernetik atau lebih dikenal sebagai manusia setengah robot.) dalam hal kecerdasan hal itu dipicu oleh diproduksinya chip buatan startup Neuralink milik Elon Musk yang mengklaim pengguna dapat mengalirkan musik langsung ke otak lewat antarmuka otak-komputer. Rencananya hal ini akan diumumkan oleh Elon Musk pada tanggal 28 Agustus 2020. Dengan ases otak-komputer maka dapat mengimbangi kinerja dari robot dengan kecerdasan buatan. Hal ini akan merubah gaya hidup manusia dalam generasi internet 5G dan 6G yang diduga akan memunculkan "binatang" dalam Kitab Wahyu. Saat itu diduga ajaran transhumanisme memasyarakat.
Pembinaan warga Gereja
Bagaimana dengan pendidikan bagi warga gereja dalam era digital zaman informasi saat ini? Perkembangan teknologi komunikasi berbasis komputer dan internet, membuat Gereja ‘cemas’, merasa harus bersaing dengan teknologi dan ‘pewartaan kabar gembira’nya. Berbagai macam renspon muncul: membuat akun Facebook, blog, dan website rohani; memasang LCD projector di dalam gereja; menggunakan media film dan power point texts dalam pengajaran iman; dan mengeluarkan seri telepon selular berisi berbagai nyanyian, doa, dan ajaran iman. Semua upaya ini dilakukan dengan maksud baik. Tetapi kita perlu menyelidiki: Apakah, dengan media-media itu, kita menata pribadi-pribadi beriman, hingga menyentuh dimensi spiritual mereka? Atau, kita sekadar menata tampilan luar, termasuk menyeragamkan pengetahuan dan aktivitas religius? Teknologi informasi sangat terasa saat pandemi Covid menjadikan gereja pengunakan internet yang cukup baik.
Yap Fu Lan dosen Unika Atma Jaya, Jakarta memaparkan tentang pembinaan bagi warga gereja dalam iman kepada Kristus yang disampaikan secara sistematis dengan maksud kepenuhan hidup Kristen di era digital sebagai berikut:
- Pembinaan di era digital pada dasarnya merupakan proses belajar menjadi sungguh manusia; menjadi pribadi yang otentik, hadir dengan identitas asli sebagai citra Allah. Di dalam proses ini, orang beriman belajar dari Yesus Kristus sebagai Pribadi. Proses belajar menjadi sungguh manusia melibatkan kita pula di dalam perjuangan memulihkan martabat manusia di dalam masyarakat, sebagaimana dilakukan oleh Yesus Kristus bagi masyarakat pada zaman-Nya. Maka sudah seharusnya katekese turut membahas isu-isu kemanusiaan zaman ini.
- Pembinaan di era digital kiranya menjadi moment bagi setiap pribadi beriman yang terlibat di dalamnya untuk masuk ke dalam keheningan, mendengarkan suara-suara Allah, sesama yang seiman dan tak seiman, ciptaan yang lain, dan juga suara dari kedalaman dirinya sendiri. Untuk mencapai tujuan ini, katekese harus dirancang sebagai proses edukatif-reflektif yang melibatkan kesatuan pikiran, perasaan, dan tindakan; sebagai proses kreatif yang memekarkan kemampuan umat beriman menciptakan makna.
- Mengingat kembali ide katekese umat, katekese menjadi ‘ruang’ untuk umat saling berbagi makna. Melalui sharing makna, umat beriman menjalin berkomunikasi secara personal satu dengan yang lain, dan dengan demikian memperkuat ikatan di dalam komunitas beriman.
- Pembinaan menggunakan teknologi digital, kita menanamkan cara-cara berpikir dan bersikap kritis terhadap jejaring kekuasaan teknologi itu sendiri. Sikap kritis katekis terlihat, antara lain, di dalam langkah-langkahnya memilih dan menggunakan teknologi beserta mediumnya bagi proses katekesenya; juga di dalam kehadirannya sebagai pribadi yang tergantikan oleh media digital apa pun. Dari si katekis umat belajar bahwa daya kreatif manusia melampaui kemampuan mekanik produk teknologi.
Penulis berpendapat dengan masuk dalam era informasi maka warga gereja dapat mengakses informasi tentang hidup sesuai dengan imam Kristen sehingga peran pembina, yaitu hamba Tuhan sangat penting dalam mengarahkan akses terhadap informasi apa saja yang sehat untuk diakses disamping pembinaan secara interen. Secara tioritis arus informasi yang bertubi-tubi menyebabkan akan banyak orang yang mengenal dan dapat memanggil Yesus sebagai TUHAN apalagi didukung perkembangan teknologi antar muka otak manusia - komputer menjadikan bumi penuh kemuliaan Allah jika kita dapat mengisi berita di Internet dengan kebenaran Alkitab dan berapologetika dengan baik dan benar tetapi yang terpenting melakukan kehendak Bapa di Surga. Pembinaan warga gereja di abad 21 adalah mengigatkan bahwa melakukan kehendak Bapa sangat penting sehingga terjadi pemulihan gambar dan rupa Allah dalam diri kita melalui karya Roh Kudus dan Firman Allah itu yang penting. (Lukas 6:46 "Mengapa kamu berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, padahal kamu tidak melakukan apa yang Aku katakan?)
Meski internet mengandung kebenaran Firman Tuhan tetapi masuk era kecerdasan buatan dan robot maka yang terutama yang dilakukan binatang dalam Wahyu di duga melakukan upload pikirannya ke robot dengan teknologi kecerdasan buatan yang up to date, sehingga dapat memenangkan perdebatan dan diskusi maka tetap harus memiliki kemandirian dalam beriman tidak bergantung sepenuhnya dengan informasi yang terdapat dalam internet sekalipun penulisnya seorang ahli teologi yang berpengaruh. Komunitas internal di gereja lokal tetap perlu dibangun dan pembinaan dalam gereja lokal tetap perlu diadakan.
- Tulisan lainnya:
- Pembinaan Warga Jemaat Dewasa
- Gereja Metaverse Sebagai Gereja Masa Depan?
- Manusia, Kecerdasan Buatan dan Robot
- Life Engineering Sebuah Tantangan
- Tinjauan Terhadap Transhumanisme
- Etika Terapan Teknologi Robotika