Sebab Tuhan adalah Roh; dan dimana ada Roh Allah, disitu ada kemerdekaan 2 Korintus 3:17

Selasa, 29 April 2025

Antara Sang Firman Dan Dewa Zeus

Barnabas mereka sebut Zeus dan Paulus mereka sebut Hermes, karena ia yang berbicara. Maka datanglah imam dewa Zeus, yang kuilnya terletak di luar kota, membawa lembu-lembu jantan dan karangan-karangan bunga ke pintu gerbang kota untuk mempersembahkan korban bersama-sama dengan orang banyak kepada rasul-rasul itu. Kisah Para rasul 14:12-13

Ketika Barnabas dan Paulus ada di Listra yang menganut politeisme, yaitu kepercayaan dan penyembahan terhadap banyak dewa atau dewi maka terjadilah masalah saat Paulus menyembuhkan seorang pria yang lumpuh sejak lahir. Mukjizat ini menjadi pemicu utama dari peristiwa di ayat 12-13. Melihat kesembuhan yang luar biasa ini, penduduk Listra bereaksi dengan cara yang khas bagi kepercayaan politeistik mereka. Penduduk Listra menyimpulkan bahwa Paulus dan Barnabas adalah dewa-dewa yang menjelma menjadi manusia. Mereka mengira Barnabas adalah Zeus (dewa tertinggi dalam mitologi Yunani, yang sering diasosiasikan dengan petir dan kekuatan), dan Paulus, karena ia adalah pembicara utama, mereka kira adalah Hermes (dewa utusan, perdagangan, dan kefasihan). Karena keyakinan mereka, penduduk Listra, bersama dengan imam kuil Zeus yang berada di luar kota, membawa lembu jantan dan karangan bunga ke gerbang kota. Mereka bermaksud untuk mempersembahkan kurban kepada Paulus dan Barnabas sebagai dewa. Paulus dan Barnabas mengoyak pakaian mereka, melompat ke tengah-tengah orang banyak, dan berseru bahwa mereka hanyalah manusia biasa yang memberitakan Injil tentang Allah yang hidup.

Masyarakat politeistik seperti di Listra menganggap manifestasi kuasa Allah sebagai dewa yang turun ke bumi melakukan mukjizat. Sejumlah alasan mengapa hal itu terjadi:
- Kerangka Kepercayaan yang Ada: Masyarakat politeistik sudah memiliki kerangka kepercayaan yang mapan tentang bagaimana kekuatan ilahi bekerja. Mereka percaya bahwa dewa-dewi memiliki kekuatan untuk mempengaruhi dunia fisik dan melakukan hal-hal yang luar biasa (mukjizat). Dalam mitologi mereka, sering diceritakan tentang dewa-dewi yang menyamar menjadi manusia dan berinteraksi langsung dengan dunia. Jadi, ketika mereka melihat sesuatu yang melampaui kemampuan manusia biasa, interpretasi yang paling logis bagi mereka adalah bahwa itu pasti perbuatan ilahi, dan dalam kerangka politeisme mereka, itu berarti kedatangan salah satu dewa mereka.
- Kurangnya Pemahaman tentang Konsep Allah yang Transenden: Konsep tentang Allah yang transenden, yaitu Allah yang melampaui ciptaan-Nya dan tidak terikat oleh hukum alam seperti yang dipahami dalam Yudaisme dan Kekristenan, asing bagi masyarakat politeistik. Mereka cenderung melihat kekuatan ilahi sebagai sesuatu yang lebih imanen, hadir dan berinteraksi langsung dalam dunia fisik dalam bentuk dewa-dewi. Oleh karena itu, manifestasi kekuatan yang luar biasa secara alami dihubungkan dengan kehadiran fisik dewa.
- Pengalaman dengan Mitologi dan Legenda: Masyarakat politeistik kaya akan mitos dan legenda tentang dewa-dewi yang turun ke bumi, melakukan perbuatan ajaib, dan berinteraksi dengan manusia. Kisah-kisah ini membentuk ekspektasi dan pemahaman mereka tentang bagaimana kekuatan ilahi mungkin bermanifestasi. Ketika mereka melihat Paulus melakukan mukjizat, itu mungkin mengingatkan mereka pada kisah-kisah dewa-dewi mereka.
- Identifikasi Spontan dengan Dewa yang Dikenal: Dalam kasus di Listra, penduduk secara spesifik mengidentifikasi Barnabas sebagai Zeus dan Paulus sebagai Hermes. Ini kemungkinan didasarkan pada ciri-ciri yang mereka amati: Barnabas mungkin terlihat lebih berwibawa (Zeus sering digambarkan demikian), dan Paulus adalah pembicara utama (Hermes adalah dewa utusan dan kefasihan). Mereka mencoba mencocokkan apa yang mereka lihat dengan pemahaman mereka tentang dewa-dewi mereka.
- Kurangnya Pengetahuan tentang Allah Israel dan Mesias: Masyarakat di Listra tidak memiliki pemahaman tentang Allah Israel yang esa, yang menyatakan diri-Nya melalui para nabi dan akhirnya melalui Yesus Kristus. Mereka tidak memiliki kerangka teologis untuk memahami bahwa mukjizat yang dilakukan Paulus adalah tanda kuasa dari Allah yang satu dan benar, yang bekerja melalui hamba-Nya dan menjadi tantangan bagi Paulus dan Barnabas untuk mengoreksi pemahaman mereka dan mengarahkan penyembahan mereka kepada Allah yang benar.

Kisah dalam Alkitab mengingatkan sejumlah mitologi Yunani yang beredar di tempat yang dikunjungi Paulus dan Barnabas. Dalam mitologi Yunani, Zeus memang sering kali "menjadi manusia" atau mengambil bentuk manusia/makhluk lain, tetapi tujuan untuk menipu, menguji, atau memanipulasi manusia — biasanya demi kepentingan pribadi atau keinginan sesaat. Contohnya:

  • Zeus Menyamar sebagai Orang Miskin untuk Menguji Keramahan Manusia. Hal ini terdapat dalam cerita Zeus dan Hermes Mengunjungi Baucis dan Philemon yaitu Zeus dan Hermes menyamar sebagai pengembara miskin bertujuan menguji keramahan manusia dengan tindakan menghukum desa yang menolak mereka, tetapi memberi hadiah kepada pasangan tua (Baucis dan Philemon) yang mau menjamu mereka yang berakibat seluruh desa ditenggelamkan, kecuali rumah Baucis dan Philemon yang diubah menjadi kuil. Cerita ini memiliki pesan moral bahwa Zeus bertindak sebagai hakim, tetapi motif utamanya adalah membuktikan kesombongan manusia, bukan menebus dosa mereka.
  • Zeus Menyamar sebagai Suami Orang untuk Memperdaya Perempuan dengan kisah cerita Zeus Menjadi Amphitryon (Suami Alkmene) dengan tujuan memuaskan nafsu terhadap Alkmene sehingga membuatnya melahirkan Herakles (Hercules), anak haram Zeus dengan akibat Herakles menjadi pahlawan, tetapi Alkmene dan Amphitryon menderita karena penipuan Zeus. Pesan yang disampaikan adalah Zeus menggunakan tipu daya hanya untuk kepentingan sendiri, bukan kebaikan manusia.
  • Zeus Menjadi Manusia Tampan untuk Memperkosa dengan cerita Zeus dan Callisto dengan mengambil bentuk kadang sebagai dirinya sendiri dalam wujud manusia, kadang sebagai Artemis (dewi perawan) dengan tujuan memperkaya Callisto (perawan suci Artemis) dengan tipu daya dan berakibat Callisto hamil, diusir Artemis, lalu diubah menjadi rasi bintang Ursa Major. Cerita ini memberi pesan bahwa Zeus tidak peduli pada konsekuensi bagi korbannya.

Zeus "Menjadi Manusia" dalam Mitologi Yunani, sering turun ke dunia dalam wujud manusia atau makhluk lain, tetapi bukan untuk tujuan penebusan atau solidaritas dengan manusia, melainkan untuk:
- Memenuhi nafsu/keinginan pribadi (misalnya: mendekati perempuan/pria mortal) yang cenderung urusan seksual dan kesenangan sesaat.
- Menipu atau menguji manusia dengan memberi hukuman atau memberi hadiah tidak mengubah manusia secara moral.
- Ikut campur dalam konflik duniawi dan membuktikan bahwa manusia tidak bisa melawan para dewa atau dewi sebab mereka memiliki kekuasaan mutlak.

Perbedaan Mendasar antara Sang Firman inkarnasi menjadi Yesus dan Dewa Zeus menjadi Manusia

Aspek Zeus di Mitologi Yunani Inkarnasi Kristus.
Tujuan Nafsu, manipulasi, atau hiburan Penyelamatan manusia (Yohanes 3:16)
Sifat Egois, tidak etis, dan tidak konsisten Penuh kasih, suci, dan rela berkorban
Penderitaan Zeus menghindari penderitaan Kristus sengaja menderita dan mati
Dampak Menciptakan masalah (misal: konflik, anak haram) Membawa rekonsiliasi dengan Allah (Roma 5:10)

Tindakan Zeus dan sejumlah dewa atau dewi dalam mitologi Yunani bukan bagian dari bentuk "Inkarnasi" dalam iman Kristen. Hal ini disebabkan antara lain:
- Zeus tidak meninggalkan keilahiannya: Ia hanya menyamar, bukan benar-benar menjadi manusia dengan segala keterbatasannya.
- Tidak ada pengorbanan: Zeus tidak pernah mati atau menderita untuk manusia.
- Tidak ada transformasi moral: Perilaku Zeus justru sering tidak bermoral (pemerkosaan, tipu daya).

Masyarakat Yunani kuno memuja Zeus dan dewa-dewi Olympian yang sering berperilaku tidak bermoral karena beberapa alasan yang berkaitan dengan kebutuhan religius, struktur sosial, dan cara memahami dunia. Hal itu terlihat diantaranya dalam:

  • Dewa-Dewa sebagai Personifikasi Kekuatan Alam dan Nasib, misal:
    Zeus mewakili kekuatan yang tidak terelakkan: - Sebagai dewa langit dan petir, Zeus melambangkan kekuatan alam yang tak terkendali (gempa, badai, kekeringan).
    - Orang Yunani kuno menyembahnya bukan karena moralitasnya, tetapi karena takut akan murkanya >> Jika petir menghancurkan desa, itu dianggap sebagai "peringatan dari Zeus".
    - Dewa-dewi bukan teladan moral, tetapi penjelasan atas chaos kehidupan >> Banjir = Kemarahan Poseidon atau Perang = Hasil permainan para dewa sehingga mereka disembah untuk "menenangkan" kekuatan ini, bukan untuk moralitas.
  • Mitos sebagai Cara Memahami Dunia yang Kacau, misal:
    - Mitos Zeus yang tidak bermoral mencerminkan realitas manusia sebab masyarakat Yunani kuno hidup di dunia penuh kekerasan, ketidakadilan, dan nasib buruk.
    - Dewa-dewi yang kejam, manipulatif, dan tidak adil justru menjadi cermin pengalaman hidup mereka terlihat dalam kisah Zeus yang memperkosa Leda dan menelantarkan korban-korbannya mirip dengan kisah para tiran Yunani.
    - Tidak ada konsep "Tuhan yang baik" dalam agama politeistik sehingga agama Yunani kuno tidak menuntut dewa-dewi untuk menjadi moralis melainkan bagaimana memperoleh perlindungan atau keuntungan praktis (panen baik, kemenangan perang).
  • Fungsi Sosial-Politik Pemujaan Zeus:
    - Legitimasi kekuasaan terkait raja dan tiran Yunani sering mengklaim keturunan dari Zeus (misalnya, Alexander Agung) akibatnya menyembah Zeus = mengakui hierarki sosial yang ada.
    - Pemersatu budaya Yunani yaitu kuil Zeus di Olympia menjadi pusat penyatuan kota-kota Yunani yang saling bermusuhan sehingga Olimpiade diadakan untuk menghormatinya
  • .
  • Ketidakberdayaan Manusia versus Kekuatan Dewa, misal:
    - Manusia Yunani kuno tidak mengharapkan dewa yang adil tetapi mereka percaya nasib (Moira) sudah ditentukan, dan dewa-dewi hanya memainkan peran dalam drama kosmis. Contoh: Dalam Iliad, Zeus dengan sewenang-wenang menentukan hasil Perang Troya.
    - Persembahan dan ritual adalah "transaksi" sebab jika Zeus diberi kurban, ia mungkin mengabulkan permintaan ini menyangkut bukan tentang menyembah yang "baik", tetapi tentang bertahan hidup.

Konsep Dewa Zeus dalam mitologi Yunani yang dianut masyarakat Yunani saat itu mengalami penolakan dari filsuf yang mempelajari filsafat Yunani seperti Plato karena bersifat "Antropomorfisme yang tidak masuk akal" yaitu:
- Zeus yang Suka Berzinah dan Memperkosa, terlihat dalam mitos Zeus menyamar sebagai Amphitryon untuk memperdaya Alkmene (ibu Herakles), Zeus menjadi angsa untuk memperkosa Leda (ibu Helena dari Troya) atau Zeus menculik Europa dengan menyamar sebagai banteng putih. Plato memberi kritik bahwa tidak pantas bagi dewa (yang seharusnya sempurna) bertindak seperti manusia bejat dan hal ini merusak moral pemuda karena mengajarkan bahwa dewa pun tidak bermoral (*Republic 377e-378e*) serta "Dewa tidak boleh digambarkan sebagai penyihir yang mengubah bentuknya, atau sebagai penipu yang berbohong."(*Republic 381d-382a*).
- Zeus yang Mudah Marah dan Dengki, terlihat dalam mitos Zeus menghukum Prometheus dengan rantai dan elang yang memakan hatinya setiap hari, hanya karena mencuri api untuk manusia atau juga Zeus melemparkan Hephaestus dari Olympus karena ia lahir cacat. Plato melakukan kritik bahwa Dewa sejati tidak boleh kejam atau pendendam karena itu adalah sifat manusia yang lemah (*Republic 379b-380c*) serta Keadilan ilahi harus sempurna, bukan seperti tirani yang bertindak sewenang-wenang.
- Zeus yang Berperang dan Berkelahi, terlihat dalam mitos Zeus terlibat pertengkaran dengan Hera, bahkan mengancam akan memukulnya sebab para dewa Olympian saling bersekongkol dan berkhianat (misalnya, Hera yang menipu Zeus dalam Iliad). Kritik dari Plato Dewa tidak boleh digambarkan seperti manusia yang emosional dan tidak stabil (Republic 378d). Konflik antar dewa adalah tidak logis, karena dewa seharusnya sempurna dan harmonis.
- Zeus yang "Menyesal" dan Berubah Pikiran, terlihat dalam mitos Zeus menyesal telah menelan Metis (istrinya) karena takut anaknya akan mengalahkannya (Theogony Hesiod) atau dalam beberapa versi, Zeus ragu-ragu sebelum memutuskan sesuatu. Kritik dari Plato "Dewa tidak boleh berubah pikiran, karena perubahan adalah tanda ketidaksempurnaan" (*Republic 380d-381c*). Pengetahuan dewa harus mutlak, tidak boleh ada penyesalan atau ketidaktahuan.
- Solusi Plato adalah bahwa "Tuhan sesuatu yang Rasional" Plato menolak mitos-mitos tradisional dan mengusulkan konsep ketuhanan yang filosofis yaitu: Tuhan adalah baik secara mutlak (Republic 379b), Tuhan tidak berubah (tidak seperti Zeus yang berubah-ubah), Tuhan tidak berbohong atau menipu (Republic 382e) dan "Dewa adalah baik, dan hanya penyebab dari apa yang baik, bukan penyebab kejahatan." (Republic 379c).

Filsup Yunani lainnya yaitu Aristoteles, menolak konsep dewa yang terlibat langsung dalam urusan manusia karena hal itu bertentangan dengan prinsip-prinsip metafisika dan teologi filosofisnya. Penjelasan tentang alasan Aristoteles:
- Dewa sebagai "Penggerak Tak Tergerakkan" (Unmoved Mover) dengan alasan bahwa Tuhan (atau "Yang Ilahi") adalah "Penggerak Pertama" yang menggerakkan alam semesta tanpa diri-Nya sendiri bergerak atau berubah. Fungsi Tuhan: Memberi gerak pada alam semesta sebagai tujuan akhir (telos), bukan sebagai aktor yang campur tangan dengan analogi seperti magnet yang menggerakkan besi tanpa menyentuhnya. Alasan Penolakan Campur Tangan Langsung: Jika Tuhan terlibat dalam urusan manusia, Ia akan kehilangan kemandirian (aseity), karena menjadi tergantung pada ciptaan dan berubah, padahal kesempurnaan-Nya menuntut ketidakberubahan (immutability).
- Tuhan adalah "Pemikir Murni" (Pure Act) yang Tidak Material. Esensi Tuhan menurut Aristoteles adalah "actus purus" (tindakan murni tanpa potensi) yang hanya memikirkan dirinya sendiri (noesis noeseos). Tidak memiliki keinginan, emosi, atau kebutuhan untuk terlibat dengan manusia. Kontras dengan dewa-dewi mitologi (seperti Zeus) yang turun ke dunia karena nafsu atau amarah. Masalah dengan Antropomorfisme yaitu Aristoteles menolak penggambaran dewa yang seperti manusia (marah, cemburu, mencintai) dan terikat waktu dan ruang (misalnya, muncul dalam bentuk fisik).
- Hukum Alam dan Sebab-Sebab Sekunder berdasarkan Prinsip Kosmologi Aristoteles yaitu: Alam semesta diatur oleh hukum alam yang rasional, bukan oleh intervensi langsung dewa. Contoh: Api membakar karena sifat alaminya, bukan karena dewa Hephaestus mengaturnya setiap saat. Peran Tuhan: Hanya sebagai penyebab final (tujuan segala gerak), bukan penyebab efisien yang ikut campur sehingga memiliki implikasi bagi Manusia yaitu Manusia harus mempelajari alam dan berfilsafat untuk memahami kebenaran, bukan mengharapkan mukjizat atau pertolongan langsung dari dewa.
- Kritik terhadap Agama Tradisional Yunani yang tertuang dalam Politics dan Nicomachean Ethics, Aristoteles menyatakan: Dewa mitologis (seperti Zeus) adalah proyeksi ketakutan dan harapan manusia, bukan realitas filosofis. Agama berguna secara politis untuk menjaga keteraturan sosial, tetapi tidak rasional jika dianggap literal.

Perbedaan dengan Konsep Ketuhanan dari Aristoteles dengan mitologi Yunani dan Kristen

Aspek Tuhan Aristoteles Mitologi Dewa-Dewi Yunani Tuhan Kristen
Sifat Tidak berubah, tidak material Berubah-ubah, antropomorfik Tidak berubah, tetapi menjadi manusia (inkarnasi)
Keterlibatan Tidak campur tangan langsung Campur tangan untuk nafsu/hukuman Campur tangan untuk keselamatan
Tujuan Sebab final alam semesta Kepentingan pribadi Kasih dan keadilan

Meski Aristoteles menolak dewa yang turun ke dunia tetapi iman Kristen sekalipun menerima "Penggerak Tak Tergerakkan", tetapi menambahkan bahwa Allah juga berkehendak aktif (Summa Theologiae) dan juga berinkarnasi yaitu Firman menjadi manusia yang dikenal sebagai Yesus Kristus. Selain Aristoteles Filsuf Yunani seperti Celsus mengejek konsep inkarnasi Kristen karena dianggap mirip dengan "mitos Zeus yang turun ke dunia", tetapi dengan tujuan yang lebih mulia. Terhadap Celsus maka iman Kristen yang menyatakan bahwa Inkarnasi Kristus bukanlah mitos, tetapi peristiwa historis dengan tujuan penebusan (1 Yohanes 4:2-3). Kristus benar-benar menjadi manusia dengan sengaja menderita, bukan untuk kepentingan diri-Nya.

Pernyataan Yesus sebagai Firman yang mengenakan daging serupa dengan manusia suatu deklarasi iman yang menentang dan mendapatkan perlawanan dari kalangan Mahkamah Agama Yahudi, Kepercayaan tradisonal dari Yunani dan juga kalangan ahli filsafat Yunani tetapi TUHAN memberikan Roh Kudus yang meneguhkan sehingga murid-murid Yesus menjadi saksi yang hidup bagi sekelilingnya yang tidak mengenal Yesus dan kemudian sebagian tidak percaya kepada pemberitaan Injil tetapi Injil yaitu Yesus sebagai sang Firman yang menjadi manusia dan menderita disalibkan, dikuburkan dan bangkit naik ke surga tetap sebagai kekuatan Allah yang menyelamatkan bagi setiap orang yang percaya baik orang Yahudi maupun orang Yunani dan juga setiap manusia di bumi.

TUHAN menyatakan diri-Nya karena DIA mengasihi dan ingin menyelamatkan manusia. Inkarnasi Yesus adalah yang disaksikan oleh para murid Yesus merupakan kebenaran Ilahi bahwa TUHAN telah dan selalu mencari dan menyelamatkan manusia agar tidak binasa melainkan beroleh hidup kekal melalui iman percaya kepada Yesus Kristus TUHAN.







Tulisan lainnya di werua blog:
Kristen Dan Ajaran Inkarnasi
Yesus Berhak Menerima Segalanya
YHWH Berinkarnasi Menjadi Yesus
Yesus Lahir Berita Kesukaan Besar
Antara Theotokos Dan Christotokos
Esensi Hadirat TUHAN
Yesus Anak Tunggal Allah
Pilih Kristus Seutuhnya
Pemahaman Filsafat Teodisi Terhadap TUHAN
Alkitab Terhadap Komunikasi Filsafat


Share this

Random Posts

Label Mobile

Dogmatika (75) Hermeneutika (79) Lainnya (97) Resensi buku (9) Sains (57) Sistimatika (71) Video (9) biblika (86) budaya (53) dasar iman (103) karakter (44) konseling (86) manajemen (72) pendidikan (59) peristiwa (72) sospol (67) spritualitas (94) tokoh alkitab (44)