Ada perbedaan mendasar antara orang Yahudi dan orang Yunani saat awal penginjilan di abad pertama terutama yang terjadi di kota Korintus, dimana orang orang Yahudi menghendaki tanda dan orang-orang Yunani mencari hikmat terkait dengan bagaimana mereka mencari dan menerima kebenaran atau validasi spiritual. Hal itu berdampak:
- Orang-orang Yahudi memiliki ekspektasi dan pendekatan terhadap otoritas dan kebenaran ilahi. Mereka memiliki sejarah panjang dalam menerima wahyu Allah melalui tanda-tanda dan mukjizat yang dilakukan oleh para nabi dan dalam peristiwa-peristiwa penting dalam sejarah Israel (misalnya, Keluaran dari Mesir). Bagi mereka, tanda-tanda ajaib dan demonstrasi kekuatan ilahi menjadi bukti keaslian seorang utusan Allah atau kebenaran suatu pesan. Mereka mencari bukti yang nyata dan terlihat sebagai validasi.
- Orang-orang Yunani memiliki pendekatan intelektual dan filosofis orang-orang Yunani dalam mencari pemahaman dan kebenaran. Korintus adalah kota yang dipengaruhi kuat oleh budaya dan filsafat Yunani. Mereka menghargai hikmat, retorika, logika, dan pemikiran rasional. Mereka mencari kebenaran melalui perdebatan filosofis, argumentasi yang cerdas, dan pemahaman intelektual yang mendalam. Bagi mereka, sebuah ajaran harus masuk akal dan dapat dipertanggungjawabkan secara filosofis.
Judul tulisan kali ini adalah "Hikmat Dalam Salib di Jemaat Korintus" maka sasaran ditujukan kepada orang-orang yang latar belakang Yunani yang cenderung hargai hikmat, retorika, logika dan pemikiran rasional dengan tokoh penting sebagai filsup Yunani yang berhadapan dengan berita Salib adalah Celsus yang dikenal pada abad ke-2 Masehi. Celsus sebelum hadir telah muncul sejumlah filsup lainnya tetapi pandangan Celsus mempengaruhi banyak tokoh yang menentang ajaran Kristen hingga muncul Kaisar Constantine yang mengubah makna "Salib" yang selama sekitar 350 tahun ada dalam pikiran orang Yunani dan Romawi.
Celsus, seorang filsuf Yunani yang menolak konsep penyaliban Kristus dengan argumen bahwa "Tuhan yang mati adalah Tuhan yang lemah". Celsus adalah seorang platonis yang menulis kritik terhadap Kekristenan dalam karyanya The True Word (Λόγος Ἀληθής). Ia menyerang iman Kristen dengan logika filsafat Yunani, terutama:
- Konsep ketuhanan yang tidak berubah (immutable).
- Penolakan terhadap kelemahan fisik dan penderitaan ilahi.
Celcus seperti filsup pendahulunya seperti Aristoteles yang menentang pandangan mitologi dewa-dewi Yunani yang turun menyamar sebagai manusia untuk memuaskan hasratnya maka konsep inkarnasi yang dilakukan Yesus adalah sesuatu yang tidak dikenal dalam filsafat Yunani maupun mitologi Yunani sebab jika TUHAN itu sempurna dan mandiri maka tidak berubah menjadi makhluk berwujud manusia yang lemah yang dipengaruhi oleh ciptaan-Nya dan juga memikirkan diri-Nya sendiri (neosis neoseos) yang berbeda dengan Yesus yang datang dan menderita demi ciptaan-Nya.
Alasan Celsus sebagai wakil dari filsafat Yunani yang menolak Salib antara lain:
- Tuhan Tidak Bisa Mati (Keabadian Mutlak) dengan argumen:
- "Tuhan yang sejati tidak mungkin mati, karena kematian adalah tanda ketidaksempurnaan." Dalam filsafat Yunani (Plato, Aristoteles), Tuhan adalah "actus purus" (tindakan murni) yang tidak terpengaruh oleh materi atau kematian. Jika Tuhan mati, berarti Ia tergantung pada kekuatan lain (misalnya: algojo Romawi), yang bertentangan dengan kemahakuasaan-Nya. - Pandangan ini berakar pada filsafat Yunani tentang ketuhanan yang tidak mungkin menderita atau dikalahkan yang didasari: Konsep ketuhanan yang tidak berubah (immutable) dan Penolakan terhadap kelemahan fisik dan penderitaan ilahi. - Salib adalah Aib (Bukan Kemenangan) dengan alasan "Bagaimana mungkin Tuhan yang mahakuasa membiarkan diri-Nya dihukum seperti budak atau penjahat?" Bagi orang Yunani/Romawi, penyaliban adalah hukuman paling hina (untuk pemberontak dan budak). Celsus menganggap kisah salib sebagai dongeng yang memalukan, bukan kebijaksanaan ilahi (1 Korintus 1:23).
- Inkarnasi adalah Kemustahilan Logis dengan alasan "Tuhan tidak mungkin menjadi manusia, karena yang ilahi tidak bisa tercemar oleh materi." Filsafat Yunani memisahkan yang ilahi (rohani/kekal) dan yang manusiawi (jasmani/fana). Jika Tuhan "turun" ke dunia, Ia kehilangan transendensi-Nya.
Diagram Perbandingan dengan Pandangan Yunani tentang Dewa
Aspek | Tuhan Dalam Filsafat Yunani | Tuhan Kristen (Menurut Celcus) |
---|---|---|
Sifat | Tak berubah, tak terpengaruh, tak bisa menderita | Mati, lemah, tergantung pada manusia |
Kekuasaan | Mahakuasa tanpa intervensi langsung | "Terkalahkan" oleh musuh-Nya |
Kemuliaan | Transenden, tak terikat materi | Rendah diri menjadi manusia |
Pendapat Celsus membuat sejumlah tokoh gereja memberi tanggapan, diantaranya adalah:
- Justinus Martir dan Origenes membantah Celsus dengan landasan argumen:
- Salib adalah puncak kasih, bukan kelemahan. "Allah menunjukkan kuasa-Nya justru melalui kelemahan salib." (Origenes, Contra Celsum).
- Kematian Kristus adalah kemenangan atas dosa. Kematian-Nya bersifat sukarela (Yohanes 10:18), bukan kekalahan.
- Paradoks salib: Kelemahan yang lebih kuat dari manusia (1 Korintus 1:25). - Teologi Paulus berdasarkan 1 Korintus 1:18-25: "Pemberitaan tentang salib adalah kebodohan bagi mereka yang akan binasa, tetapi bagi kita yang diselamatkan, itu adalah kekuatan Allah."
Prinsip dasar yang membedakan antara pandangan filsafat Yunani dengan iman Kristen dalam konteks kosmologi adalah bahwa berdasarkan filsafat Yunani "Tuhan harus terpisah dari dunia untuk menjadi sempurna" sedangka dalam iman Kristen "Tuhan masuk ke dalam dunia untuk menyelamatkannya (Yohanes 1:14)". sebab bila TUHAN menjadi manusia menurut Celsus adalah seperti raja yang menjadi cacing — sebuah kontradiksi yang tidak masuk akal sedangkan berdasarkan ajaran Kristen adalah "Apa yang bodoh bagi dunia (salib) adalah hikmat Allah." — 1 Korintus 1:25, jawaban Kristen terhadap kritik Celsus.
Pertentangan atau benturan radikal antara filsafat Yunani dan iman Kristen tentang hakikat Tuhan dan keselamatan dimulai dari filsup Platois yaitu Tuhan sesuatu yang Transenden Mutlak karena Tuhan tidak bisa berubah (immutable) atau berinteraksi langsung dengan dunia materi berdasarkan Yang ilahi dan yang jasmani terpisah secara ontologis atau dunia ide/ilahi bersifat kekal, sempurna, tak terpengaruh sedangkan dunia materi: fana, rusak, tidak sempurna sehingga Tuhan yang sejati harus "Tak terikat ruang/waktu (transenden)" dan "Tak mungkin menderita (impassible)" sehingga menolak inkarnasi yang dilakukan oleh Firman yang menjadi manusia yaitu Yesus Kristus sebab "Bagaimana Yang Tak Terbatas bisa masuk ke dalam yang terbatas? Ini seperti samudera dimasukkan ke dalam botol!" Lagi pula "Jika Tuhan menjadi manusia, Ia kehilangan sifat ilahi-Nya(ketidakterbatasan, ketidakberubahan)". Hal lain adalah ajaran:
- "Tuhan yang mati adalah kontradiksi. Yang Mahakuasa tidak mungkin dikalahkan oleh algojo Romawi!"
- "Tuhan tidak mungkin lapar (Matius 4:2), lelah (Yohanes 4:6), atau menangis (Yohanes 11:35). Itu adalah sifat makhluk, bukan Pencipta."
Diagram Perbandingan Pola Pikir Celsus dengan Iman Kekristenan
Aspek | Pandangan Celsus | Pandangan Kristen |
---|---|---|
Sifat | Hanya transenden, tidak mungkin berubah | Transenden dan imanen (Yeremia 23:24) |
Inkarnasi | Mustahil dan menghina Tuhan | Kasih tertinggi (Filipi 2:6-8) |
Salib | Bukti kelemahan | Bukti kemenangan atas dosa (Kolose 2:15) |
Tujuan | Tuhan tidak peduli pada dunia | Tuhan menyelamatkan dunia (Yohanes 3:16) |
Terdapat pengaruh "Stoikisme" sebab Celsus melihat inkarnasi Kristen bukan hanya seperti mitos Zeus yang turun ke dunia, tetapi lebih tidak masuk akal karena klaimnya historis melainkan menyatakan Yesus sebagai "Logos yang gagal" karena mati di salib. Bagi Stoik, Logos adalah prinsip rasional alam, bukan pribadi yang menjadi manusia. Berhadapan dengan pengaruh Stoikisme muncul sejumlah pandangan Kristen, diantaranya:
- Origenes (Contra Celsum) dengan pernyataan bahwa Inkarnasi adalah "pemadatan" kasih, bukan pelanggaran transendensi. Perhatikan "Seperti matahari yang menyentuh bumi tanpa kehilangan cahayanya, demikianlah Logos menjadi manusia tanpa kehilangan keilahian-Nya."
- Justinus Martir dengan pernyataan Salib adalah "kebodohan yang lebih bijak dari manusia" (1 Korintus 1:25).
- Augustinus dengan pernnyataan "Allah yang tersembunyi (Deus absconditus) justru menyatakan diri dalam kelemahan salib."
Filsafat Yunani memberikan dampak dalam teologi Kristen hingga saat ini yang menghadirkan Theopaschisme dan Klasik. Hal itu terlihat dalam:
- Theopaschisme (Moltmann) dengan konsep "Allah turut menderita" — menolak impassibility ala Celsus.
- Teologi Klasik (Aquinas) dengan konsep "Allah tidak menderita dalam esensi-Nya, tetapi mengalaminya dalam natur manusia Kristus."
Hikmat dalam salib berdasarkan filsafat Yunani kuno adalah "Inkarnasi adalah penodaan kesempurnaan ilahi terlebih-lebih alami penyaliban" sedangkan hal itu adalah penggenapan kasih ilahi sehingga Kematian dan Kebangkitan Yesus Sang Logos yang menjadi manusia adalah kabar baik bagi manusia dengan paradoks salib yang tetap relevan hingga kini.
Padangan filsafat yang diwakili Celsus adalah kegagalan filsafat Yunani memahami relasi Tuhan-dunia, sementara Kekristenan melihatnya sebagai misteri kasih yang melampaui logika.
- Tulisan lainnya di werua blog:
- Kristen Dan Ajaran Inkarnasi
- Yesus Berhak Menerima Segalanya
- YHWH Berinkarnasi Menjadi Yesus
- Yesus Lahir Berita Kesukaan Besar
- Antara Theotokos Dan Christotokos
- Esensi Hadirat TUHAN
- Yesus Anak Tunggal Allah
- Antara Sang Firman dan Dewa Zeus
- Lambang Salib Sebagai Simbol Krosten
- Alkitab Terhadap Komunikasi Filsafat