Ayub 40:8 di atas dalam Alkitab Terjemahan Baru ditaruh dalam Ayub 40:3. TUHAN menantang Ayub karena dianggap hendak meniadakan pengadilan TUHAN. Kata pengadilan berasal dari kata מִשְׁפָּטִ֑י-miš·pā·ṭî; yang memiliki pengertian "Penghakiman, keadilan, ketetapan, hukum, keputusan, hak" atau (dengan tepat) sebuah putusan (yang menguntungkan atau tidak menguntungkan) yang diucapkan secara hukum, terutama hukuman atau ketetapan formal (hukum manusia atau hukum ilahi (peserta), individu atau kolektif), termasuk tindakan, tempat, gugatan, kejahatan, dan hukuman. Ayub jatuh ke dalam tindakan yang hendak meniadakan pengadilan TUHAN diawali dengan tindakan mengutuki hari kelahirannya (Ayub 3:1) setelah TUHAN mengizinkan Ayub menderita karena mengabulkan permohonan Iblis terhadap tulang dan daging Ayub alami kesakitan (Ayub 2:5). Sebelum mengutuki hari kelahirannya, istri Ayub menyuruh mengutuki TUHAN lalu mati, sebuah pilihan yang ditawarkan agar tidak menderita akibat iblis menjamah tulang dan daging Ayub sehingga Ayub amat menderita. (Ayub 2:9) Ayub tetap dapat menjaga bibirnya sekalipun ada tekanan dari istrinya tetapi setelah kedatangan tiga sahabat Ayub maka Ayub pun alami perubahan sikap yang diawali dengan mengutuki hari kelahirannya.
Ayub berbicara mengutuki hari kelahirannya saat berbicara dengan para sahabatnya adalah tanda bahwa Ayub lebih terbuka untuk berbicara tentang apa yang tersimpan di hatinya kepada sahabatnya karena beberapa alasan psikologis dan emosional dengan alasan adanya dugaan yaitu:- Rasa Aman dan Kepercayaan
- Kepercayaan yang Terbentuk: Sahabat adalah orang yang telah kita kenal dan percayai selama waktu yang lama. Kita merasa aman untuk berbagi pikiran dan perasaan kita karena kita percaya bahwa mereka tidak akan mengecewakan atau menyalahgunakan kepercayaan kita.
- Zona Aman: Sahabat seringkali menjadi tempat kita merasa nyaman dan aman untuk mengekspresikan diri tanpa takut dihakimi atau dicemooh. - Empati dan Pengertian
- Empati yang Mendalam: Sahabat biasanya memiliki kemampuan untuk memahami dan merasakan emosi kita dengan lebih baik. Mereka seringkali telah mengalami situasi serupa atau setidaknya dapat mengerti perasaan kita.
- Pengertian Tanpa Syarat: Sahabat cenderung lebih pengertian dan tidak menuntut kita untuk selalu berada dalam kondisi terbaik. Mereka menerima kita apa adanya, termasuk saat kita sedang mengalami masalah atau kesulitan. - Kesamaan Pengalaman
- Pengalaman Bersama: Sahabat seringkali telah berbagi pengalaman hidup yang serupa dengan kita, baik itu dalam masa kecil, sekolah, atau kehidupan sehari-hari. Hal ini membuat kita merasa lebih mudah untuk berbagi perasaan karena mereka dapat mengerti konteksnya. Bahasa yang Sama: Kita seringkali memiliki "bahasa" atau kode yang sama dengan sahabat kita, yang memudahkan komunikasi dan pemahaman. - Tidak Ada Agenda Tersembunyi
- Tanpa Motif: Sahabat biasanya tidak memiliki agenda tersembunyi atau motif pribadi ketika kita berbagi perasaan. Mereka mendengarkan kita karena mereka peduli, bukan karena mereka mencari keuntungan atau manfaat.
- Kejujuran dan Transparansi: Kita merasa lebih mudah untuk berbicara dengan sahabat karena kita tahu bahwa mereka akan bersikap jujur dan transparan dalam memberikan dukungan atau saran. - Keterbukaan dan Keterbukaan Balik
- Keterbukaan Sebagai Contoh: Sahabat seringkali lebih terbuka dengan kita terlebih dahulu, sehingga kita merasa lebih nyaman untuk membalas dengan keterbukaan kita sendiri. Keterbukaan ini menciptakan lingkungan yang saling mendukung.
- Pertukaran Emosi: Kita merasa lebih mudah untuk berbagi perasaan karena kita tahu bahwa sahabat kita juga akan berbagi perasaan mereka dengan kita, menciptakan hubungan yang simetris dan seimbang.
- Pengalaman Positif Sebelumnya
- Sejarah Positif: Jika kita telah memiliki pengalaman positif dengan berbagi perasaan kepada sahabat kita di masa lalu, kita lebih cenderung untuk melakukannya lagi di masa depan. Pengalaman positif ini memperkuat kepercayaan dan rasa aman kita.
- Dukungan yang Terbukti: Sahabat yang telah memberikan dukungan nyata dan efektif di masa lalu akan lebih dipercaya sebagai tempat untuk berbagi perasaan. - Keterbatasan dengan Orang Lain
- Takut Dihakimi: Kita seringkali takut untuk berbagi perasaan kepada orang lain karena takut dihakimi atau tidak dipahami. Sahabat, karena kepercayaan dan pengertian yang telah terbentuk, menjadi pilihan yang lebih aman.
- Keterbatasan Hubungan: Dengan orang lain, seperti keluarga atau rekan kerja, kita mungkin merasa terbatas dalam mengekspresikan diri karena adanya ekspektasi atau aturan sosial yang lebih ketat.
Kedatangan sahabat Ayub justru membuat bibir Ayub menjadi bersalah dihadapan TUHAN namun yang bersalah tidak hanya Ayub saja melainkan sahabat-sahabat Ayub pun bersalah di hadapan TUHAN. Ayub merasa dirinya benar sehingga tidak pantas mengalami penderita yang menimpa daging dan tulang di tubuhnya yang berarti tindakan TUHAN ALLAH adalah keliru termasuk di dalamnya kekeliruan mengizinkan Iblis membuat tubuhnya menderita. Ayub memiliki pengertian yang terbatas soal penderitaan manusia sehingga menyalahkan TUHAN ketika alami penderitaan yang hebat dalam tubuh dirinya.
TUHAN memiliki hak penuh untuk membuat suatu ketetapan bagi jalan hidup manusia ciptaan-Nya sehingga Iblis pun tidak dapat semena-mena menjalankan keinginannya terlebih-lebih terhadap manusia yang takut akan TUHAN yaitu orang yang dikasihi-Nya. Iblis harus mendapatkan restu atau izin untuk membuat manusia kepunyaan TUHAN alami penderitaan dan manusia kepunyaan TUHAN yang benar dihadapan TUHAN pun ada kemungkinan diizinkan alami penderitaan yang amat sangat karena semua keputusan ada dalam kekuasaan TUHAN dengan segala pertimbangan-Nya berdasarkan kepribadian TUHAN yang tidak dapat diselami oleh makhluk ciptaan-Nya. Sikap orang manusia kepunyaan TUHAN terhadap ketetapan TUHAN terhadap dirinya menjadi dasar pertimbangan pengambilan keputusan yang dilakukan TUHAN dalam menghakimi dan mengadili manusia. Sistem pengadilan TUHAN dibuat oleh diriNya sendiri sebab tidak ada yang lebih bijaksana dari TUHAN. Dalam kasus Ayub maka sistem pengadilan TUHAN mencakup mengadili Ayub, para sahabat Ayub, Istri Ayub dan juga Iblis yang meminta izin membuat Ayub menderita.
Meniadakan pengadilan TUHAN erat kaitannya dengan mempersalahkan keputusan atau ketetapan TUHAN. Ayub beranggapan bahwa TUHAN itu bersalah. Kata bersalah mengunakan kata תַּ֝רְשִׁיעֵ֗נִי yang berarti "bertindak jahat, telah (menjadi) jahat, berperilaku jahat, mengutuk, berbuat jahat, bersalah, menjatuhkan hukuman atau pergi dengan jahat". Ayub menyatakan bahwa TUHAN bersalah atas tindakan perbuatan jahat yang dilakukan-Nya karena mengganggu atau melanggar ketentuan yang dibuat oleh TUHAN Allah sendiri. Apakah kita sebagai manusia yang diwakili Ayub mengetahui ketentuan atau ketetapan TUHAN yang dibuat oleh TUHAN sendiri karena DIA Mahakuasa dan Mahabijaksana? Siapakah yang diangkat menjadi penasihat TUHAN dalam membuat ketetapan-Nya beserta sistem pengadilan-Nya?
Tuhan dinyatakan bersalah mengunakan kata רָשַׁע berarti juga Tuhan melakukan penyimpangan yang disengaja dari kesetiaan perjanjian sehingga patut dinyatakan sebagai pribadi yang bersalah. Apakah Tuhan mengabulkan iblis saat meminta izin membuat diri Ayub menderita adalah bentuk penyimpangan dari kepribadian-Nya? Adakah suatu perjanjian antara TUHAN dan iblis sehingga TUHAN terkadang mengizinkan Iblis mencobai manusia? Mengapa Iblis pun terkadang berada dalam sidang ilahi? Tindakan Ayub yang sempat menyatakan bahwa TUHAN melakukan penyimpangan terhadap kesetiaan terhadap komitmen-Nya dengan dirinya apakah suatu hal yang tepat?
Salah satu prinsip dari sistem nilai dan etika dalam pengadilan-Nya terdapat dalam Amsal 17:15 yaitu "Orang yang membenarkan orang fasik dan orang yang menghukum orang benar, keduanya kekejian bagi TUHAN." Apakah Ayub adalah benar-benar sebagai orang benar sejati jika tidak melalui ujian? Bukankah jika TUHAN izinkan cara pengujian yang ada dalam ide iblis maka TUHAN setuju sistem ujian tersebut berlaku dalam diri Ayub? TUHAN akan tetap menjaga penerapan רָשַׁע secara tepat sehingga bila Ayub teruji dan melewati yang baik pencobaan yang dilakukan oleh Iblis, ada yang dianugerahkan TUHAN yaitu keadaan Ayub dipulihkan (Ayub 42:7-17).
Tuhan menilai bahwa Ayub mempersalahkan TUHAN melakukan penyimpangan sehingga dirinya menderita adalah untuk membenarkan diri Ayub. Membenarkan diri mengunakan kata תִּצְדָּֽק-tiṣ·dāq yang memiliki konotasi "membebaskan, dibebaskan, menyatakan Anda benar, berlaku adil, menuntun kepada kebenaran, membuat Anda tampak benar ...." Ayub meniadakan pengadilan TUHAN dengan menyatakan TUHAN melakukan berbuat salah karena menyimpang dalam bertindak terhadap dirinya maka hal itu menegaskan bahwa Ayub yang tampak benar.
Ayub apakah melakukan forensik sistem hukum yang biasa dilakukan di pengadilan sehingga akhirnya berkesimpulan yang tampaknya benar adalah Ayub dan yang melakukan kekeliruan adalah TUHAN? Ulangan 25:1 memerintahkan para hakim Israel "untuk membenarkan orang benar dan menghukum orang fasik," yang menetapkan paradigma bagi yurisprudensi yang adil. Salomo berdoa agar Hakim surgawi akan "menghukum orang fasik ... dan membenarkan orang benar dengan memberikan kepadanya sesuai dengan kebenarannya" (1 Raja-raja 8:32; 2 Tawarikh 6:23). Keluaran 23:7 memperingatkan para hakim untuk tidak memutarbalikkan keadilan, karena TUHAN sendiri berfirman, "Aku tidak akan membenarkan orang fasik." Apakah Hakim Surgawi melakukan penyimpangan sehingga Ayub alami penderitaan? Bukankah para hakim di bumi harus belajar dari TUHAN yang adalah Hakim Surgawi?
Ayub bukan satu-satu orang yang diminta oleh iblis agar dapat dicobai. Tujuan Ayub dicobai hanya untuk membuktikan dugaan iblis bahwa Ayub yang dianggap saleh dan jujur pun akan mengutuki TUHAN jika daging dan tulangnya diizinkan untuk alami penderitaan yang dibuat oleh Iblis yaitu barah yang busuk dari telapak kaki hingga kepala Ayub. (Ayub 2:5) Dalam proses perjalanan Ayub, seolah-olah pernyataan iblis itu benar karena dalam Ayub 40:8, terlihat Ayub tidak dapat menerima takdir dari ketetapan TUHAN dan Ayub menyimpulkan sistem penghakiman di pengadilan TUHAN saat menjalani hidup di tanah yang diberikan TUHAN terhadap dirinya adalah keliru. Setelah Ayub membenarkan dirinya dihadapan TUHAN maka TUHAN pun meminta konfirmasi ulang yang menegaskan dari Ayub, apakah benar Ayub tetap berpendapat demikian jika TUHAN menyatakan ada hal-hal yang luput dari perhatian Ayub yang diungkapkan TUHAN secara istimewa kepada Ayub dengan memberikan jawaban atas segala pertanyaan, prasangka dan penilaian Ayub seperti yang tertulis dalam Ayub 38-42.
Ayub yang keras kepala dengan dibuktikan suka berdebat dengan para sahabatnya dengan topik mengapa Ayub alami penderitaan yang hebat saat itu. TUHAN menilai perdebatan antara Ayub dan para sahabatnya menunjukkan bahwa mereka semuanya keliru dan salah. Ayub saat Tuhan menyampaikan firman-Nya secara pribadi kepada Ayub, maka Ayub tidak menunjukkan bahwa dirinya tetap keras kepala dengan TUHAN tetapi Ayub mencabut perkataannya dan bertobat dan juga mengampuni kesalahan yang diperbuat oleh para sahabat kepercayaannya. (Ayub 42) Tindakan Ayub menunjukkan bahwa Ayub dapat menjadi teladan untuk umat TUHAN yang pernah menyalahkan TUHAN dalam hidupnya dan lebih baik daripada Iblis yang selalu menyalahkan kebijakan TUHAN dan tidak pernah menyesal atas sikapnya yang selalu berdebat dengan tidak jemu-jemu terhadap segala keputusan dan ketetapan TUHAN
Lazimnya manusia mengucapkan perkataan atau melakukan tindakan yang mempersalahkan TUHAN dipengaruhi oleh berbagai faktor psikologis, emosional, dan situasional, seperti:
- Kesulitan dan Penderitaan
- Pengalaman Trauma atau Kesusahan: Ketika seseorang mengalami kesulitan besar, seperti kehilangan orang yang dicintai, penyakit kronis, atau situasi ekonomi yang sulit, mereka mungkin merasa frustasi dan bertanya-tanya mengapa TUHAN mengizinkan hal tersebut terjadi. Perasaan ini dapat mengarah pada perkataan atau tindakan yang mempersalahkan TUHAN.
- Ketidakpahaman: Manusia seringkali tidak dapat memahami kehendak TUHAN dalam situasi sulit. Ketidakpahaman ini dapat menyebabkan kebingungan dan frustrasi, yang kemudian mengarah pada tindakan atau perkataan yang mempersalahkan TUHAN. - Ketidakadilan dan Kegagalan Harapan
- Harapan yang Tidak Terpenuhi: Ketika seseorang memiliki harapan besar yang tidak terpenuhi, mereka mungkin merasa kecewa dan menyalahkan TUHAN. Misalnya, seseorang yang berdoa keras untuk kesembuhan tapi tidak mendapatkannya mungkin merasa TUHAN tidak mendengar doanya.
- Ketidakadilan yang Dialami: Mengalami ketidakadilan atau kezaliman dari orang lain juga dapat menyebabkan seseorang merasa TUHAN tidak adil atau tidak peduli. - Ketidakpercayaan dan Keraguan
- Keraguan dalam Iman: Ketika seseorang mengalami keraguan dalam iman atau kepercayaan mereka, mereka mungkin mengucapkan perkataan yang mempersalahkan TUHAN. Keraguan ini dapat dipicu oleh pengalaman pribadi atau pengaruh dari lingkungan sekitar.
- Pengaruh Negatif: Pengaruh dari lingkungan atau orang-orang yang skeptis dapat memperkuat keraguan dan mengarah pada tindakan atau perkataan yang mempersalahkan TUHAN. - Emosi dan Reaksi Mengunakan Insting
- Reaksi Emosional: Ketika seseorang dalam keadaan stres atau marah, mereka mungkin mengucapkan perkataan yang tidak terpikirkan dengan baik. Reaksi emosional ini dapat mengarah pada perkataan yang mempersalahkan TUHAN.
- Pencarian Penyebab: Manusia seringkali mencari penyebab ketika mengalami kesulitan. Jika mereka tidak dapat menemukan penyebab yang jelas, mereka mungkin menyalahkan TUHAN sebagai sumber masalah. - Kurangnya Pemahaman tentang Kehendak TUHAN
- Keterbatasan Pengetahuan: Manusia memiliki keterbatasan dalam memahami kehendak TUHAN. Keterbatasan ini dapat menyebabkan kesalahpahaman dan tindakan yang mempersalahkan TUHAN.
- Pengharapan yang Salah: Kadang-kadang, seseorang memiliki pengharapan yang salah tentang bagaimana TUHAN seharusnya bertindak. Ketika harapan ini tidak terpenuhi, mereka mungkin merasa kecewa dan menyalahkan TUHAN. - Pengaruh dari Lingkungan dan Kultur
- Pengaruh dari Orang Lain: Lingkungan sosial dan orang-orang di sekitar kita dapat mempengaruhi pandangan kita tentang TUHAN. Jika orang-orang di sekitar kita sering mempersalahkan TUHAN, kita mungkin terpengaruh untuk melakukan hal yang sama.
- Kultur yang Mendukung: Beberapa kultur atau lingkungan mungkin lebih menerima atau bahkan mendorong tindakan atau perkataan yang mempersalahkan TUHAN.
Yang menimpa diri kita tidak seberapa dibandingkan dengan yang terjadi kepada Ayub namun Ayub dengan penuh pertobatan, ia mencabut segala sesuatu yang menyalahkan TUHAN termasuk mengampuni para sahabatnya yang dipercaya untuk menolong dirinya keluar dari penderitaan sehingga menyampaikan keluh kesah kepada para sahabatnya. Para sahabat Ayub yang dipercaya oleh Ayub menolong keluar dari permasalahan yang menyebabkan dirinya berkeluh kesah justru membuat beban persoalan semakin rumit.
Puncak kekerasan hati iblis yang berdebat dan menentang keputusan dan ketetapan TUHAN lalu mempersalahkan TUHAN nyata saat berhadapan dengan Yesus Sang Anak Domba Allah yang tidak bercacat cela dan sempurna seperti yang dijanjikan melalui Kitab Yesaya 53:7 yaitu; "Dia dianiaya, tetapi dia membiarkan diri ditindas dan tidak membuka mulutnya seperti anak domba yang dibawa ke pembantaian; seperti induk domba yang kelu di depan orang-orang yang menggunting bulunya, ia tidak membuka mulutnya".
Iblis mengerahkan seluruh kemampuannya yang melampaui tindakannya terhadap Ayub saat berhadapan dengan Yesus Kristus. Ayub yang mengeluarkan sejumlah kalimat saat para sahabatnya mengunjunginya lalu membuka percakapan dengan mengeluarkan keluh kesah berupa mengutuki hari kelahirannya tetapi berbeda dengan Yesus Kristus yang membiarkan diri ditindas sekalipun tidak bercacat dan sempurna. Yesus hanya berbicara seperlunya saja saat dihadapkan ke mahkamah agama dan pengadilan yang dipimpin oleh Pontius Pilatus. Waktu disalib pun Yesus hanya mengatakan tujuh kalimat yang agung sehingga tidak melakukan sedikit pun kesalahan dan tidak ada keluh kesah yang keluar dari mulut-Nya meskipun alami penderitaan yang amat berat.
Yesus Kristus adalah sosok yang sempurna dan tanpa dosa. Saat mengalami penderitaan yang amat hebat dalam proses penyaliban, Yesus menunjukkan sikap yang sangat berbeda dari banyak orang yang mengalami penderitaan. Dia tidak mempersalahkan siapa pun, melainkan dengan kebesaran hati menyerahkan nyawa-Nya kepada Bapa Surgawi. Yesus percaya penuh kepada Bapa sehingga berada saat alami penderitaan tetap tidak menyalahkan siapa pun juga maka Yesus menunjukkan kehendak Bapa melalui penderitaan-Nya. Yaitu:
- Menebus Dosa Manusia - Yesus datang ke dunia untuk menebus dosa manusia. Penyaliban adalah bagian terpenting dari misi-Nya. Yesus mengorbankan diri-Nya untuk menebus dosa manusia, membuka jalan bagi manusia untuk kembali kepada Allah. Inilah kehendak Bapa yang Yesus jalani.
1 Petrus 3:18; "Sebab juga Kristus telah mati sekali untuk segala dosa kita, Ia yang benar untuk orang-orang yang tidak benar, supaya Ia membawa kita kepada Allah; Ia, yang telah dibunuh dalam keadaan-Nya sebagai manusia, tetapi yang telah dibangkitkan menurut Roh, - Menunjukkan Ketaatan kepada Bapa. Dia mengikuti rencana keselamatan Allah dengan penuh kesadaran dan pengabdian. Penyaliban adalah bagian dari rencana keselamatan Allah, dan Yesus menyerahkan diri-Nya dengan penuh ketaatan.
Filipi 2:8; "Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. - Menunjukkan Cinta Tak Terbatas - Yesus menunjukkan kasihNya tak terbatas kepada manusia. Dia bersedia mengorbankan diri-Nya untuk keselamatan manusia, menunjukkan bahwa Dia mencintai manusia dengan sepenuh hati. Penyaliban adalah bentuk cinta tertinggi yang Yesus tunjukkan kepada manusia.
Yohanes 15:13; Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya. - Menunjukkan Kesabaran dan Pengampunan - Yesus menunjukkan kesabaran dan pengampunan yang luar biasa. Meskipun Dia mengalami penderitaan yang hebat, Dia tidak mempersalahkan siapa pun. Sebaliknya, Dia meminta pengampunan bagi mereka yang menyalib-Nya.
Lukas 23:34; "Yesus berkata: "Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat." Dan mereka membuang undi untuk membagi pakaian-Nya." - Yesus Menunjukkan Kepercayaan dan Harapan penuh terhadap Allah Bapa. Dia percaya bahwa Allah akan menggenapi janji-Nya dan memberikan keselamatan kepada manusia melalui pengorbanan-Nya. Penyaliban adalah bagian dari rencana keselamatan Allah, dan Yesus menyerahkan diri-Nya dengan penuh kepercayaan.
Yohanes 17:4; " Aku telah mempermuliakan Engkau di bumi dengan jalan menyelesaikan pekerjaan yang Engkau berikan kepada-Ku untuk melakukannya." - Menunjukkan Contoh yang Sempurna - Yesus memberikan contoh yang sempurna bagi manusia tentang bagaimana bersikap dalam menghadapi penderitaan. Dia mengajarkan bahwa dalam kesulitan dan penderitaan, kita harus tetap percaya dan menyerahkan diri kepada Allah. Penyaliban adalah contoh yang sempurna bagi kita tentang bagaimana menghadapi penderitaan dengan kebesaran hati.
Matius 5:44; "Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu."
Kecenderungan mempersalahkan TUHAN seperti yang dilakukan Ayub karena ingin selalu berada di zona nyaman yang sebenarnya tidak mungkin hal itu terlaksana. Yesus pernah mengajar kepada para murid-Nya yang tertulis dalam Markus 9:49 berbunyi "Karena setiap orang akan digarami dengan api". Digarami api menurut People's New Testament digunakan dalam Alkitab untuk menunjukkan penderitaan, penganiayaan, percobaan, gangguan apapun. Digarami api berbeda dengan dibuang ke dalam lautan api di Neraka. Digarami api adalah suatu masa dimana Allah mengizinkan penderitaan, penganiayaan dan hal yang sejenis menimpa sebab sejak manusia jatuh ke dalam dosa maka manusia berada di bawah tekanan dan kuasa dosa dan kematian, kesukaran adalah sesuatu yang lazim dialami dan Iblis "berhak" mencobai untuk menguji umat manusia yang menunjukkan apakah manusia pun mengikuti Iblis yang selalu berdebat dengan TUHAN dan berakhir dengan mempersalahkan TUHAN hingga akhir hayatnya?
Yesus telah mengalahkan Iblis. Yesus alami penderitaan yang luar biasa namun menyerahkan sepenuhnya kepada Bapa sehingga Iblis sudah sepantasnya menerima keadilan TUHAN pada waktunya sesuai dengan apa yang telah diperbuatnya yaitu dimasukkan ke dalam lubang yang tidak terduga dalamnya disana akan alami penderitaan yang tidak terbayangkan sebagai akulumasi menimpakan permasalahan kepada orang banyak sehingga orang banyak alami penderitaan termasuk tindakannya yang diluar batas terhadap Yesus Kristus melalui tentara Romawi.
Bertumbuhan dalam aneka karunia rohani yang disediakan oleh TUHAN agar hati dan akal budi menjadi lembut tidak keras kepala yang berakibat dapat diajar oleh TUHAN hingga memungkinkan seperti Ayub melakukan pertobatan tidak tetap hidup dalam perdebatan yang menyalahkan TUHAN atas hidup yang tidak nyaman seperti yang diharapkan. Kita sebagai manusia harus merelakan hidup kita bertobat dan mengampuni orang sekeliling kita yang membuat hidup kita menjadi semakin rumit. Manusia kecenderungan menpersalahkan TUHAN tetapi kedewasaan rohani akan menjadikan kita mencabut segala sesuatu yang menyalahkan TUHAN dan bertindak seperti Kristus sehingga Iblis pun dibuat terdiam karena kita menang saat digarami oleh api.
Tuhan telah menyediakan jalan bagi kita supaya kita menjadi benar melalui Kristus Yesus yang mengampuni dosa dan kesalahan kita bukan ingin jadi benar dengan meniadakan pengadilan TUHAN dan disertai mempersalahkan TUHAN atas segala penderitaan dan aneka hal yang lazim diutarakan sebagai untuk menunjukkan jika semuanya berada di zona nyaman maka tidak akan berbuat tindakan dosa. Percaya dan terimalah Dia menjadi juruselamat dan bertobatlah dari tindakan menyalahkan TUHAN serta ampunilah semua manusia dan lembaga yang membuat hidup menjadi semakin sulit dan rumit.
- Tulisan lainnya di werua blog:
- Perjanjian Garam Kasih Karunia Saat Digarami Oleh Api
- Transformasi Melalui Penderitaan
- Tertindas Itu baik bagiku
- Rahasia Kemuliaan Di Balik Penderitaan Berdasarkan Kitab Roma
- Pemahaman Filsafat Teodisi terhadap TUHAN
- Sang Hakim Dan Saat Penghakiman Berdasarkan Kitab Wahyu
- Persiapan Jelang Penghakiman
- Allah Itu Hakim
- Membenarkan Diri Sendiri Berdasarkan Injil Lukas
- Kesatuan Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru Hal Orang Dibenarkan Berdasarkan Kitab Roma