Sebab Tuhan adalah Roh; dan dimana ada Roh Allah, disitu ada kemerdekaan 2 Korintus 3:17

Kamis, 27 Mei 2021

Robophilia, di Era IoT

Proyek Internet of Things atau IoT yang dicetuskan oleh Kevin Ashton pada tahun 1999 bertujuan terkenoksinya peralatan-peralatan/ perangkat-perangkat dengan internet mulai menemukan jalan keluar dengan hadirnya jaringan internet 5G apalagi jika meningkat ke 6G. IoT bukan saja ditandai dengan televisi android atau kendaraan otonom yang melaju tanpa sopir di jalan raya melainkan juga berkembangnya robot humanoid yang dilengkapi dengan Artificial Intelligence / Kecerdasan Buatan termasuk di dalamnya robot asmara / Robot seks yang diduga menjadi sesuatu kelaziman baru mulai tahun 2030 an.

Jiajia, robot dari China
Robot / boneka seks yang mampu bercakap-cakap dengan kecerdasan yang ditanamkan dan atau terhubung dengan internet serta melakukan gerakan seperti manusia umumnya merupakan pencetus hadirnya perubahan menuju robophilia yang menguncang tata nilai hubungan intim yang dikenal selama ini. Dengan teknologi robot saat ini... apa lagi jika sepenuhnya masuk IoT dan teknologi robot seks dipastikan aman maka hubungan intim seorang manusia alami tantangan baru. Saat sejumlah berita telah melaporkan terjadinya robophilia yang ekstrim sehingga sejumlah orang memutuskan menikah dengan robot. Misal: Lilly, gadis asal Prancis yang mengakui dirinya tertarik dengan robot. Bahkan rencananya dia ingin menikah dengan robot yang diberi nama InMoovator di tahun 2016.

Robophilia yang saat ini dianggap kelainan jiwa karena menyukai robot dan hal-hal yang terkait dengannya hingga terjerumus kepada ketertarikan seksual dengan robot. Harian Metro melaporkan (21/4/2019) bahwa Francis X Shen mengatakan bahwa robot seks dapat meremukkan bagian tubuh vital pria selama sesi bercinta, terlebih lagi saat sesi panas berlangsung. Hal lain yang dianggap berbahaya adalah pewarna robot yang bahan baku adalah cat. Bagaimana robot seks dan manusia saling berpegangan tangan dan berciuman? Bukan itu bersifat racun terlebih-lebih jika mengandung timbal atau zat lain. Robot seks masih berevolusi menuju "hubungan intim" lebih aman... tetapi penjualan robot seks dilaporkan mengalami peningkatan terlebih-lebih saat Covid-19 melanda dunia dengan nilai penjualan sekitar $ 30 miliar. Dengan meningkatnya produksi robot seks dan tempat bordil yang mengunakan robot sebagai pemuas nafsu maka masalah robophilia akan semakin menjalan seperti kanker.

Dr Helen Driscoll, Dosen Senior dan Peneliti di University of Departement Sunderland, Inggris, mengatakan robot cerdas yang berbeda dari manusia, maka menjadi hal lumrah ketika hubungan manusia dengan robot terjalin lebih dekat di masa depan. Dia menambahkan, teknologi robot saat ini dirancang untuk meningkatkan pengalaman seksual dengan pasangan. Sementara yang lain dirancang untuk membantu meningkatkan rasa percaya diri seksual seseorang. Jika melihat Jepang maka banyak orang muda Jepang sudah menghindari seks. Pria Jepang sudah mengambil pacar virtual mereka untuk pergi berlibur dengan mereka ke pulau Atami. Perubahan perilaku akibat perkembangan teknologi sulit dihindari apalagi Huffington Post melaporkan "Anda sudah dapat memesan manekin online. Dan robot yang interaktif dengan teknologi motion-sensing cenderung menjadi lebih sentral untuk industri seks dalam beberapa tahun ke depan,"

Dalam industri robot seks yang mengesampingkan moralitas dan legalitas - maka bentuk, robot seks adalah:
  • Tidak harus seorang wanita
  • Tidak harus dewasa
  • Tidak harus manusia
  • Tidak harus memiliki rekan di dunia nyata sama sekali
Penjualan robot seks yang dominan saat ini adalah robot wanita dewasa (gynoids) dan robot anak-anak

Robot seks laku dipasaran karena menawarkan kesenangan secara seksual, tetapi hubungan seksualitas bukan tentang kesenangan belaka. Ini tentang berkumpul, tentang mencari dan menemukan kesatuan. Seksualitas menempatkan batasan di sekitar pertemuan seksual manusia, dan menghubungkan seks dengan dua tujuan berbeda: persekutuan dengan orang lain dan keturunan yang mungkin dihasilkan. Rancangan Tuhan bagi manusia secara inheren bersifat seksual - Adam dan Hawa adalah makhluk berjenis kelamin yang dipersatukan dalam pernikahan di dalam taman, dan salah satu perintah pertama Tuhan adalah “beranak dan berkembang biak” sehingga pembawa citra-Nya memenuhi ciptaan.

Sekalipun perkembangan teknologi kecerdasan buatan menuju adanya robot yang diprogram menunjukkan perhatian dan emosi saat berhubungan tetapi tidak dapat mengantikan peran yang ditetapkan TUHAN dimana suami harus mengasihi istrinya seperti Kristus mengasihi jemaat-Nya dan istri menghormati suaminya. Dalam pernikahan, tubuh masing-masing pasangan adalah milik yang lain, dan dengan demikian mereka harus saling melayani dalam seksual mereka. Kesenangan seksual adalah produk sampingan dari hubungan yang berorientasi pada orang lain. Saat dua pasangan masing-masing mencari kebaikan tertinggi satu sama lain dan saling melayani, maka hubungan seksual melampaui pertemuan fisik belaka. Dalam kerangka seperti itu, seksualitas mempertinggi martabat manusiawi masing-masing pasangan. Hal ini tidak dapat terjadi saat berhubungan dengan robot asmara yang hanya melahirkan ilusi keintiman.

Joe Carter membantah bahwa penggunaan robot seks sering disebut-sebut sebagai cara untuk mengurangi permintaan prostitusi. Tetapi banyak penelitian telah menemukan bahwa pengenalan teknologi baru mendukung dan berkontribusi pada perluasan prostitusi. "Ada lebih banyak wanita yang dipekerjakan oleh industri seks daripada waktu lainnya dalam sejarah," kata Kathleen Richardson , seorang profesor etika dan budaya robot dan AI di De Montfort University. “Prostitusi dan produksi pornografi juga meningkat seiring dengan pertumbuhan internet.

Robot seks bukan saja diproduksi dalam ukuran orang dewasa... tetapi juga membuat ukuran anak-anak usia lima tahun. Hipotesis keliru adalah robot seks dapat berfungsi sebagai jalan keluar bagi orang untuk mengekspresikan keinginan mereka, mengarahkan hasrat gelap ke arah mesin dan jauh dari anak-anak sungguhan. Shin Takagi mengaku memiliki hasrat pedofil, berkata, “Saya membantu orang mengekspresikan keinginan mereka, secara legal dan etis. Tidak ada gunanya hidup jika Anda harus hidup dengan keinginan yang tertekan. " Namun, seperti keterlibatan dengan robot seks dewasa yang kemungkinan besar akan meningkatkan permintaan akan pelacur manusia, penggunaan robot seks anak juga diharapkan dapat meningkatkan pelecehan terhadap anak-anak. Seperti yang dikatakan seorang peneliti paraphilia , kontak dengan produk [Takagi] kemungkinan besar akan memiliki "efek penguatan" pada ide pedofil dan "dalam banyak kasus, menyebabkannya ditindaklanjuti dengan urgensi yang lebih besar. "Mengobati pedofil dengan robot seks anak adalah ide yang meragukan dan menjijikkan," kata ahli etika robot Patrick Lin . Robot seks yang menjadi alat kesenangan berdampak kepada moral, misal penggunaan gynoids sebagai objek seksual menimbulkan sejumlah kekhawatiran baik bagi orang Kristen maupun non-Kristen yaitu:
  1. Memisahkan aktivitas seksual dengan persatuan "satu daging" fisik antara pria dan wanita dalam pernikahan (Matius 19:6)
  2. Menumbuhkan dan menormalkan fetish dan paraphili yang menyimpang, termasuk agalmatofilia (ketertarikan seksual pada boneka dan objek figuratif lainnya), somnofilia (gairah seksual pada seseorang yang tidak sadar), dan nekrofilia (ketertarikan seksual pada mayat).
  3. Mengurangi empati laki-laki dengan mengajari laki-laki untuk memperlakukan perempuan (dan kadang-kadang anak-anak) sebagai objek dan kanvas kosong untuk mewujudkan fantasi seksual mereka.
  4. Mengikis keintiman di antara pasangan yang sudah menikah. Kenyataan ini bertolak belakang dengan pendapat Dr. Trudy Barber, seorang ahli efek teknologi pada hubungan seksual, seks antar pasangan akan semakin terselamatkan untuk acara-acara khusus saat robot masuk untuk memenuhi kebutuhan kita sehari-hari.
Gutiu berpendapat ada efek negatif lain jika berhubungan dengan robot seks, yaitu keterasingan dan pengasingan dari masyarakat, perkembangan emosi terhambat, dan ketidakmampuan untuk berkompromi atau menangani penolakan. Kebutuhan seseorang akan seks dengan robot bisa menunjukkan tanda penarikan fisik dan emosional dari upaya berhubungan intim dengan manusia. 'Interaksi berulang pengguna dengan robot seks', 'akan memperkuat kebiasaan antisosial dan menegaskan kerapuhan dan keengganan mereka untuk mengatasi tantangan sosial pribadi'. Blay Whitby dan Kathleen Richardson sependapat. Whitby menegaskan, 'mungkin menjadi lebih terisolasi secara sosial'. Richardson berpendapat bahwa alasan mengapa hubungan intim dengan robot akan mengarah pada isolasi adalah karena 'robot tidak dapat memenuhi sosialitas spesifik spesies manusia, hanya manusia lain yang dapat melakukan itu'.

Diduga kecenderungan pihak regulator adalah membuat suatu regulasi bukan melarang robot seks (sexbots) sebab mereka mengambil jalan tengah antara hipotesis yang mengatakan ketersediaan sexbots akan membantu melawan kesepian di antara mereka yang tidak memiliki pasangan seksual, sementara juga berpotensi mengurangi permintaan prostitusi dan mencederai manusia. Namun penentangnya misal yang mempelajari Alkitab menyatakan melawan Robot Seks, sebab teknologi baru itu "bagian dari budaya pemerkosaan" dan kemungkinan akan merangsang eksploitasi lebih lanjut dan kejahatan seks. (Sejujurnya, sebagian besar prototipe sexbots adalah perempuan, bukan laki-laki.) Regulator juga tertarik dengan uang yang berputar dalam industri sexbots yang cenderung meningkat.

Nilai-nilai kekristenan mendapatkan tantangan baru dengan munculnya robot seks hingga robophilia di era IoT (internet of Thing) sebab robot dapat merampas hingga keintiman di tempat tidur dan menjadi teman berbicara yang "menyenangkan" tergantung dengan kecerdasan buatan yang ditanam dan atau terhubung dengan internet. Jika anda jatuh dalam robophilia maka anda jatuh dalam perzinahan hingga diperlukan pertobatan dan darah Yesus untuk mengampuni hal tersebut.

Gereja dan umat TUHAN harus menyadari bahaya robot seks sebab kita akan segera masuk era IoT dengan diluncurkan jaringan internet 5G dan masuk industri 4.0 dimana robot makin memiliki peran penting dalam segala aspek kehidupan manusia.

Kiranya TUHAN menolong dalam beradaptasi di era robot. Semoga kasih karunia dan iman kepada TUHAN tetap menjadi bagian hidup kita dan didapati oleh-Nya setia mengiring TUHAN.


Tulisan lainnya:
Manusia, Kecerdasan Buatan dan Robot
Etika Terapan Teknologi Robotika
Xenobot Sesuai Kehendak Tuhan?
Rekayasa Perilaku Manusia Dan Teknologi
Life Engineering Sebuah Tantangan


Share this

Random Posts

Kontak

Pesan untuk admin dapat melalui: Kirim Email

Label Mobile

biblika (83) budaya (47) dasar iman (96) Dogmatika (75) Hermeneutika (75) karakter (42) konseling (81) Lainnya (91) manajemen (66) pendidikan (58) peristiwa (69) Resensi buku (9) Sains (53) Sistimatika (71) sospol (64) spritualitas (91) tokoh alkitab (44) Video (9)