Jan Aart Scholte melihat bahwa ada beberapa definisi yang dimaksudkan orang dengan globalisasi:
- Internasionalisasi: Globalisasi diartikan sebagai meningkatnya hubungan internasional. Dalam hal ini masing-masing negara tetap mempertahankan identitasnya masing-masing, namun menjadi semakin tergantung satu sama lain.
- Liberalisasi: Globalisasi juga diartikan dengan semakin diturunkankan batas antar negara, misalnya hambatan tarif ekspor impor, lalu lintas devisa, maupun migrasi.
- Universalisasi: Globalisasi juga digambarkan sebagai semakin tersebarnya hal material maupun imaterial ke seluruh dunia. Pengalaman di satu lokalitas dapat menjadi pengalaman seluruh dunia.
- Westernisasi: Westernisasi adalah salah satu bentuk dari universalisasi dengan semakin menyebarnya pikiran dan budaya dari barat sehingga mengglobal.
- Hubungan transplanetari dan suprateritorialitas: Arti kelima ini berbeda dengan keempat definisi di atas. Pada empat definisi pertama, masing-masing negara masih mempertahankan status ontologinya. Pada pengertian yang kelima, dunia global memiliki status ontologi sendiri, bukan sekadar gabungan negara-negara.
Globalisasi memiliki dukungan yang kuat dari para pemimpin negara yang berpengaruh di dunia seperti G-20 dengan propaganda yang menyebutkan globalisasi sesuatu hal yang positif. Pernyataan pemimpin negara tersebut banyak didukung oleh sejumlah pemimpin agama di dunia untuk mewujudkan tata dunia baru. Meski ada dukungan dari sisi politisi dan sejumlah agamawan, tetapi juga muncul yang menentang semangat globalisasi.
Sosiolog Roland Robertson cenderung melihat bahwa esensi globalisasi itu berwajah ganda: menyeragamkan tetapi juga menegaskan perbedaan; ada fenomena yang mengarah kepada persatuan tetapi juga ada fenomena yg menegaskan identitas-identitas yang berbeda-beda, terbatas dan lokal. Yang terjadi bukan hanya globalisasi tetapi juga “glokalisasi”: artinya kecenderungan globalisasi yang bermuara pada penegasan perbedaan serta identitas-identitas lokal (baik nasional maupun etnik), yang mengandung potensi mengexklusifkan kelompok yang satu dari yang lainnya. Globalisasi pun di satu sisi mempertegas represi (pemerintah-pemerintah, badan-badan internasional) terhadap masyarakat-masyarakat lokal. Munculnya globalisasi memperlihatkan bahwa ‘ideal dunia’ yang dicanangkan globalisasi, di hadapkan pada pilihan lain: another world is possible.
Tesis Huntington dalam The Clash of Civilizations adalah asumsi bahwa dunia pasca- Perang Dingin akan berkumpul kembali menjadi aliansi regional berdasarkan keyakinan agama dan keterikatan historis dengan berbagai “peradaban”. Dengan mengidentifikasi tiga kelompok terkemuka— Kristen Barat ( Katolik Roma dan Protestan ), Kristen Ortodoks (Rusia dan Yunani), dan Islam , dengan tambahan pengaruh dari Hinduisme dan Konfusianisme — ia meramalkan bahwa kemajuan globalisasiakan sangat dibatasi oleh hambatan agama-politik. Hasilnya akan menjadi "dunia multipolar." Pandangan Huntington sangat berbeda dari mereka yang meramalkan budaya global yang distandarisasi dan dihomogenkan.
Menghadapi globalisasi, Gereja Katolik Roma mengeluarkan "Ajaran Sosial Gereja (ASG) yang mempengaruhi pertimbangan banyak gereja lainnya. Katolik mengeluarkan ASG karena Gereja Katolik, Pelaku Globalisasi. Ajaran Sosial Gereja terhadap globalisasi adalah:
- Martabat Manusia: Setiap manusia (beriman atau tidak) diciptakan menurut gambar dan rupa Allah dan dipanggil untuk menjadi pelaku serta partisipan dalam penciptaan dunia, masyarakat dan kebudayaan. Dengan menekankan kepada "Hak Asasi Manusia terutama hak-hak sosial ekonomi, sebagai hak positif demi terpenuhinya kebutuhan dasar hidup manusia.
- Hakekat Sosial Manusia: ASG mengandung prinsip liberalisme-komunitarian. Kendati menekankan hak-hak asasi (individu) manusia, ASG menegaskan juga bahwa HAM tidak pernah lepas dari realitas eksistensial manusia sebagai makhluk sosial.
- Kesejahteraan Umum: ASG menegaskan bahwa kesejahteraan umum merupakan kriteria serta indikasi dari masyarakat yg baik, negara yang sukses dan tatanan internasional yang adil.
- Subsidiaritas: Konsep subsidiaritas meliputi pengakuan akan pluralisme yang melihat masyarakat tidak seluruhnya tergantung atau hanya derivasi dari peran serta kekuasaan negara. Subsidiaritas menegaskan bahwa pemerintahan/kekuasaan lebih tinggi tidak boleh mengkooptasi peran dari kelompok yang lebih kecil di bawahnya.
- Solidaritas: Menegaskan bahwa manusia membutuhkan orang lain, juga ketika yang lain itu tidak memiliki hak eksplisit untuk mendapatkan bantuan atau sokongan.
- Pilihan mengutamakan orang miskin: Memberikan perhatian khusus kepada mereka yang tidak dapat bersuara serta tidak mampu, serta memprioritaskan kebutuhan dasar orang miskin dan tersisih dan bukan memberi peluang lebih besar kepada mereka yang kaya serta mampu.
- Mempertahankan serta meneruskan ajaran klasik tentang keadilan yang terdiri atas (a) Keadilan komutatif, (b) Keadilan distributif, dan (c) keadilan sosial.
- Humanisme Integral: Gereja lebih menekankan integrasi, (visi) pemikiran yang holistik serta humanisme yang integral. Hal itu dimaksudkan agar visi tentang ekonomi misalnya tidak begitu saja dilepaskan dari kebudayaan, ekologi, masyarakat, negara, keluarga dan kerja.
Kemunculan pemimpin global sesuatu yang dibicarakan oleh pemimpin dunia. Contoh: Gordon Brown menyerukan pembentukan apa yang digambarkan sebagai "bentuk sementara pemerintahan global" untuk menyerang pandemi COVID-19. Dia berpendapat ada kebutuhan untuk gugus tugas – yang terdiri dari para pemimpin dunia, pakar kesehatan, dan kepala organisasi internasional – yang akan memiliki kekuatan eksekutif untuk mengoordinasikan tanggapan. Pandemi covid membuka wawasan baru perlunya pemimpin dunia dan entah kapan terwujudnya tetapi Alkitab menyatakan bahwa anti Kristus yang akan memimpin dunia secara global.
Sesuai tesis Huntington, kemunculan anti Kristus sesuatu yang tidak terbayangkan tanpa adanya pengendalian sosial terhadap masyarakat global terlebih-lebih jika gereja diberikan keleluasaan bergerak dengan tuntunan Roh Kudus untuk menjawab kelemahan dan sisi negatif dari globalisasi. Gereja diperhadapkan pilihan untuk ikut dan menikmati kesenangan arus globalisasi atau memikul salib karena globalisasi. Jika selama ini pengendalian sosial suatu konfigurasi untuk mencegah penyimpangan sosial serta mengajak dan mengarahkan masyarakat untuk berperilaku dan bersikap sesuai norma dan nilai yang berlaku, nanti saat antikristus muncul justru memimpin tindakan penyimpangan sosial karena usaha menyeragamkan kebijaksanaan dengan menghapus subsidiaritas sambil merendahkan martabat manusia karena tindakannya melarang aktivitas jual-beli jika tidak memakai tanda binatang.
pengendalian sosial / kontrol sosial dibuat karena diharapkan mampu meluruskan anggota masyarakat yang berperilaku menyimpang/membangkang. Pengendalian sosial adalah suatu istilah kolektif yang mengacu pada proses terencana ataupun tidak terencana yang mengajarkan, membujuk atau memaksa individu untuk menyesuaikan diri dengan kebiasaan-kebiasaan dan nilai-nilai kelompok. Penanganan pandemi covid 19 adalah contoh simulasi dari pengendalian sosial dalam praktik globalisasi dimana kebijakan hampir seluruh dunia mengikuti aturan yang dibuat badan dunia meski ditemukan banyak kelemahan di dalam pelaksanaannya. Dengan ada pengendalian sosial ada unsur rayuan, bujukan dan paksaan agar kebiasaan baru dibentuk.
LaHaye berkata kita tampaknya berada di akhir zaman gereja karena Tuhan saat ini sedang menyiapkan panggung untuk fase sejarah berikutnya, yang dikenal sebagai Kesengsaraan. Saya berkata, “Kita dapat melihat bahwa Tuhan sedang mempersiapkan atau mengatur panggung dunia di mana drama besar kesengsaraan akan terungkap." Kesengsaraan muncul karena tindakan kontrol sosial yang dilakukan pihak pemegang otoritas kekuasaan melakukan tekanan. Bila tekanan itu bersifat global maka genaplah pemenuhan nubuat dalam Wahyu. Zaman Anti-kristus berkuasa sifat pengendalian sosial adalah dalam bentuk "Tindakan Represif bersifat aktif" yang menyalahgunakan kekuasaan yang dimiliki.
Pengendalian sosial dalam praktik globalisasi terjadi saat menghadapi pandemi covid kebanyakan bergerak dalam tataran preventif dan kuratif dilakukan oleh pemerintahan negara tertentu adalah pelajaran berharga bagi antikristus, lalu bagaimana dengan persiapan dan tindakan orang Kristen setelah melihat tanda-tanda kedatangan Tuhan Yesus yang mendekat seperti semangat globalisasi. Steve Jordahl menyatakan globalisasi sesuatu yang populer tetapi bukan rencana Allah. Rencana-Nya beritakan Injil kepada semua makhluk bukan menyatukan pemerintahan di bumi?
- Tulisan lainnya:
- Life Engineering Sebuah Tantangan
- Manusia, Kecerdasan Buatan dan Robot
- Tinjauan Terhadap Transhumanisme
- Etika Terapan Teknologi Robotika
- Robophilia, di Era IoT