Dan prajurit-prajurit bertanya juga kepadanya: "Dan kami, apakah yang harus kami perbuat?" Jawab Yohanes kepada mereka: "Jangan merampas dan jangan memeras dan cukupkanlah dirimu dengan gajimu." Lukas 3:14 - TB
AUDIO "Lukas 3" | ||||
---|---|---|---|---|
/td> | ||||
Kata "Merampas" berasal dari kata "διασείσητε" dengan bentuk kata dasar "διασείω" yang memiliki arti: "memeras, mengguncang dengan keras, mengintimidasi". Makna yang terkandung adalah gagasan tentang mengguncang atau mengagitasi sesuatu atau seseorang secara menyeluruh. Dalam arti kiasan, kata ini digunakan untuk menggambarkan tindakan memeras atau mengintimidasi seseorang, sering kali melalui ancaman atau paksaan. Istilah ini digunakan dalam konteks memberikan tekanan atau kekuatan untuk mendapatkan sesuatu, biasanya uang atau kepatuhan. Hal mengguncang dengan keras, menganiaya (secara harfiah, "mengguncang seseorang ke sana kemari"); sangat mengintimidasi, memaksa (memeras, memeras), memaksa seseorang untuk patuh di bawah ancaman (dirugikan secara fisik, diperlakukan dengan kasar) yang berdampak membuat gemetar, membuat takut atau membuat gelisah. Terkadang juga untuk memaksa orang lain patuh maka jika tidak patuh uang dapat berkurang atau hilang.
Yohanes pembaptis mengenal dunia orang Yunani-Romawi saat itu. Tindakan pemerasan merupakan praktik umum, terutama di antara mereka yang berada dalam posisi memiliki kekuasaan atau otoritas. Tindakan memeras atau mengintimidasi individu untuk mendapatkan uang atau bantuan, tidak hanya merupakan masalah sosial tetapi juga masalah hukum. Penggunaan διασείω dalam Perjanjian Baru mencerminkan pemahaman budaya yang lebih luas tentang korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan, yang lazim di masyarakat Yahudi dan Romawi saat itu.
Pendekatan ilmu sosial memandang pelaku perampasan umumnya didorong oleh berbagai motivasi, yang sering kali kompleks dan saling berkaitan, seperti:- Keinginan Mendapatkan Keuntungan Materil, misal:
- Kebutuhan ekonomi mendesak: Pelaku mungkin melakukan perampasan karena terdesak oleh kebutuhan ekonomi yang mendesak, seperti untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, membayar utang, atau membiayai gaya hidup tertentu.
- Kesempatan: Adanya kesempatan yang dianggap mudah untuk mendapatkan keuntungan secara cepat dapat memicu tindakan perampasan. - Dendam, misalnya permusuhan pribadi sebab pelaku mungkin melakukan perampasan sebagai bentuk balas dendam terhadap korban karena merasa dirugikan atau dianiaya sebelumnya.
- Kebutuhan akan Adrenalin sebab beberapa pelaku mungkin termotivasi oleh sensasi dan kegembiraan yang didapat dari melakukan tindakan kriminal.
- Gangguan Mental yaitu gangguan kepribadian tertentu, seperti antisosial atau narsistik, mungkin lebih cenderung melakukan tindakan kekerasan seperti perampasan.
- Pengaruh zat adiktif seperti penyalahgunaan narkoba atau alkohol dapat mempengaruhi penilaian dan perilaku seseorang, sehingga meningkatkan kemungkinan terjadinya tindakan kriminal.
- Tekanan Sosial, misalnya:
- Lingkungan: Lingkungan sosial yang mendukung atau mentoleransi tindakan kriminal dapat mendorong seseorang untuk melakukan perampasan.
- Peer pressure: Tekanan dari teman sebaya untuk terlibat dalam aktivitas kriminal juga bisa menjadi faktor penyebab.
Para prajurit dari Kerajaan Romawi yang bertugas di Israel saat itu bertugas menjaga stabilitas keamanan agar kekuasaan Romawi dapat terus berlanjut, tetapi banyak dari mereka yang melakukan tindakan perampasan yang diduga terkait membiaya gaya hidup yang melampaui dengan penghasilan yang diterima secara resmi berdasarkan peraturan pemerintah dan atau tekanan lingkungan dari teman-teman dalam satu jawatan. Masalah yang dihadapi para prajurit bukan kasus yang sulit karena nyaris terbebas dari masalah gangguan mental, kebutuhan andrenalin, pengaruh zat adiktif atau masalah dendam yang sangat kuat dengan penduduk di Israel mengigat telah ratusan tahun mereka giat meyebarkan "Budaya Helenis".
Faktor yang mempengaruhi motivasi para prajurit pun hanya disebabkan memiliki akses terhadap senjata. Faktor lain seperti:
- Kondisi ekonomi: Tingkat kemiskinan dan kesenjangan sosial dapat meningkatkan risiko terjadinya tindak pidana.
- Pendidikan: Tingkat pendidikan yang rendah dapat berkorelasi dengan tingkat kejahatan yang tinggi.
- Pengangguran: Tingkat pengangguran yang tinggi dapat mendorong individu untuk mencari cara lain untuk mendapatkan uang.
Bukan hal yang mempengaruhi secara dominan sekalipun motivasi dapat bervariasi atau merupakan kombinasi dari beberapa faktor di atas.
Dengan hadirnya para prajurit Romawi berkuasa di Israel saat itu, maka terjadi penurunan tindakan perampasan yang dilakukan oleh orang Israel terhadap orang Israel sesamanya dan timbul hal yang baru yaitu Kerajaan Asing melalui sikap sejumlah oknum aparatur dari penjajah yang melakukan perampasan. Hal itu dapat disimpulkan berdasarkan sejumlah teks, misalnya:
- Hosea 7:1 ⇿ apabila Aku menyembuhkan Israel, maka tersingkaplah kesalahan Efraim dan kejahatan-kejahatan Samaria: sebab mereka melakukan penipuan: pencuri mendobrak masuk, gerombolan merampas di luar.
- Mikha 2:2 ⇿ yang apabila menginginkan ladang-ladang, mereka merampasnya, dan rumah-rumah, mereka menyerobotnya; yang menindas orang dengan rumahnya, manusia dengan milik pusakanya!
- Larangan terhadap pencurian: Salah satu perintah dasar dalam Sepuluh Hukum Taurat adalah "Jangan mencuri" (Keluaran 20:15). Perintah ini secara jelas melarang segala bentuk pengambilan harta benda orang lain tanpa izin, termasuk perampasan. Peralihan dari pencurian menjadi perampasan adalah sebuah eskalasi kekerasan yang terjadi ketika pelaku pencurian merasa terancam, terdesak, atau ingin memastikan agar aksinya tidak terganggu.
- Keadilan dan keadilan sosial: Alkitab menekankan pentingnya keadilan dan keadilan sosial. Perampasan merupakan tindakan yang tidak adil karena merampas hak milik orang lain.
- Cinta kasih kepada sesama: Ajaran Yesus Kristus menekankan pentingnya mengasihi sesama manusia. Tindakan perampasan bertentangan dengan prinsip kasih karena merugikan orang lain.
- Tanggung jawab atas tindakan: Alkitab mengajarkan bahwa setiap orang akan mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan Tuhan. Tindakan perampasan akan berdampak pada kehidupan seseorang baik di dunia ini maupun di akhirat.
- Kasih karunia dan pengampunan: Meskipun Alkitab mengutuk tindakan perampasan, namun juga mengajarkan tentang kasih karunia dan pengampunan. Korban perampasan diajak untuk mengampuni pelaku, namun bukan berarti membenarkan tindakan tersebut.
Catatan isi Alkitab yang menjadi dasar dari prinsip dan nilai hidup yang diajarkan tentang perampasan berdasarkan, antara lain:
- Ulangan 27:19: "Terkutuklah orang yang memindahkan batu patok batas tanah milik saudaranya."
- Yesaya 1:17: "Belajarlah berbuat baik, carilah keadilan, tegorlah orang yang menindas, bela hak anak yatim, perjuangkanlah perkara janda!"
- Yeremia 22:3: "Beginilah firman TUHAN: Lakukanlah keadilan dan kebenaran, lepaskanlah dari tangan pemerasnya orang yang dirampas haknya, janganlah engkau menindas dan janganlah engkau memperlakukan orang asing, yatim dan janda dengan keras, dan janganlah engkau menumpahkan darah orang yang tak bersalah di tempat ini!"
- Amos 5:11-13: "Aku benci, Aku menolak perayaanmu yang khusyuk dan tidak akan mendapat bau harum persembahanmu yang khusyuk. Jauhkanlah dari pada-Ku bunyi nyanyian kecapi dan bunyi kecapi! Aku tidak mau mendengarkannya. Tetapi biarlah keadilan bergulung bagaikan air, dan kebenaran bagaikan sungai yang tidak pernah kering."
Sejak manusia jatuh ke dalam dosa maka menjadi hamba dosa. Hal ini menjadikan hidup manusia memiliki sifat kecenderungan atau karakteristik tertentu, terkait tindakan merampas sesuatu yang bukan miliknya. Misalnya:
- Merasa Berhak: Mereka sering merasa berhak atas apa yang dimiliki orang lain, tanpa mempertimbangkan hak milik orang tersebut.
- Tidak Memiliki Empati: Mereka sulit merasakan apa yang dirasakan orang lain yang menjadi korban perampasan. Mereka cenderung egois dan hanya memikirkan keuntungan diri sendiri.
- Kurang Bersyukur: Mereka tidak menghargai apa yang sudah mereka miliki dan selalu menginginkan lebih.
- Impulsif: Mereka sering bertindak impulsif tanpa memikirkan konsekuensi dari tindakannya.
- Agresif: Mereka cenderung menggunakan kekerasan atau ancaman untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan.
- Tidak Memiliki Rasa Hormat: Mereka tidak menghormati hukum, aturan, atau hak-hak orang lain.
- Sulit Mengendalikan Diri: Mereka kesulitan mengendalikan nafsu atau keinginan untuk memiliki sesuatu.
- Mempunyai Pola Pikir Negatif: Mereka sering melihat orang lain sebagai ancaman atau saingan yang harus dikalahkan.
Firman TUHAN menjelaskan bahwa korban pelaku perampasan adalah orang lemah. Hal ini nyata berdasarkan teks Alkitab, seperti:
- Amsal 22:22 ⇿ Janganlah merampasi orang lemah, karena ia lemah, dan janganlah menginjak-injak orang yang berkesusahan di pintu gerbang.
- Lukas 11:22 ⇿ Tetapi jika seorang yang lebih kuat dari padanya menyerang dan mengalahkannya, maka orang itu akan merampas perlengkapan senjata, yang diandalkannya, dan akan membagi-bagikan rampasannya.
Orang lemah menjadi korban perampasan saat mereka berhubungan dengan orang yang lebih kuat. Mereka yang lebih kuat adalah sosok yang mempunyai kelebihan karena: Memiliki fisik yang lebih baik, senjata yang lebih baik serta terampil mengunakan senjata tersebut, memiliki kekuasaan yang lebih baik mengingat kedudukannya dalam politik, ekonomi, sosial, budaya termasuk urusan keagamaan.
Orang yang terpandang dalam keluarga atau masyarakat karena memiliki kedudukan yang lebih baik termasuk dalam urusan spiritual dan agama, tidak menjamin bebas dari sikap seorang yang memiliki tabiat merampas. Misalnya:
- Lukas 11:39 ⇿ Tetapi Tuhan berkata kepadanya: "Kamu orang-orang Farisi, kamu membersihkan bagian luar dari cawan dan pinggan, tetapi bagian dalammu penuh rampasan dan kejahatan.
- Yakobus 5:4 ⇿ Sesungguhnya telah terdengar teriakan besar, karena upah yang kamu tahan dari buruh yang telah menuai hasil ladangmu, dan telah sampai ke telinga Tuhan semesta alam keluhan mereka yang menyabit panenmu.
- Amsal 28:24 ⇿ Siapa merampasi ayah dan ibunya dan menyangka bahwa itu bukan suatu pelanggaran, ia sendiri adalah kawan si perusak.
- Mikha 2:2 ⇿ yang apabila menginginkan ladang-ladang, mereka merampasnya, dan rumah-rumah, mereka menyerobotnya; yang menindas orang dengan rumahnya, manusia dengan milik pusakanya! (Orang yang mengunakan kedudukannya yang lebih baik untuk merampas).
Tinjauan ilmu sosial terhadap orang yang terbiasa merampas akan menghadapi berbagai konsekuensi negatif, baik bagi dirinya maupun orang lain. Beberapa di antaranya:
- Hukuman Pidana: Mereka dapat dihukum penjara atau denda jika tertangkap.
- Rusaknya Hubungan Sosial: Mereka akan sulit membangun hubungan yang sehat dengan orang lain.
- Merusak Reputasi: Tindakan merampas akan merusak nama baik dan kepercayaan orang lain.
- Kehidupan yang Tidak Tenang: Mereka akan hidup dalam ketakutan akan konsekuensi dari perbuatannya.
Pengetahuan manusia untuk mencegah terjadinya perampasan, antara lain:
- Peningkatan kesejahteraan masyarakat: Dengan mengurangi kemiskinan dan kesenjangan sosial, maka potensi seseorang untuk melakukan tindakan kriminal dapat diminimalisir.
- Peningkatan kualitas pendidikan: Pendidikan yang berkualitas dapat memberikan keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak.
- Penegakan hukum yang tegas: Penegakan hukum yang konsisten dan efektif dapat memberikan efek jera bagi pelaku kejahatan.
- Program rehabilitasi: Program rehabilitasi untuk pelaku kejahatan dapat membantu mereka untuk memperbaiki diri dan tidak mengulangi perbuatannya.
Tindakan seseorang melakukan perampasan berdasarkan catatan Alkitab, dapat juga disebabkan iman percaya seseorang kepada Yesus Kristus. Kitab Ibrani 10:34 tertulis, "Memang kamu telah turut mengambil bagian dalam penderitaan orang-orang hukuman dan ketika harta kamu dirampas, kamu menerima hal itu dengan sukacita, sebab kamu tahu, bahwa kamu memiliki harta yang lebih baik dan yang lebih menetap sifatnya".
Dalam kasus tertentu, tindakan percaya kepada Yesus menjadikan harta milik kita diambil sebab menjadi sasaran untuk dirampas. Perampasan dapat terjadi karena adanya sistem hukum yang dibuat oleh mereka yang berkuasa atau tanpa sistem hukum pun hal itu dilakukan. Dalam kasus khusus seperti ini, sikap yang benar sebagai pengikut Kristus adalah:
- Sukacita dalam Penderitaan: Ayat ini mengajarkan kita untuk bersukacita bahkan dalam situasi sulit seperti kehilangan harta benda. Sukacita ini bukan berasal dari kondisi kita, melainkan dari pengharapan kita kepada Allah dan warisan kekal di surga.
- Harta yang Lebih Baik: Ketika kita kehilangan harta duniawi, kita diingatkan bahwa kita memiliki harta yang jauh lebih berharga dan kekal, yaitu kehidupan kekal bersama dengan Kristus.
- Perspektif Kekal: Ayat ini mendorong kita untuk memiliki perspektif yang lebih luas dan lebih panjang. Kehilangan harta benda hanyalah sementara, tetapi kehidupan kekal bersama Kristus adalah selamanya.
Seperti Ayub yang dicobai oleh Iblis, maka orang percaya dalam kasus tertentu yaitu dalam konteks Ibrani 10:34, maka sebaiknya hal itu dipandang antara lain sebagai:
- Menguji Iman: Ketika harta kita dirampas, iman kita diuji. Ayat ini mengajarkan kita untuk tetap percaya kepada Allah bahkan dalam situasi yang sulit.
- Melepaskan Ikatan Duniawi: Perampasan harta benda dapat menjadi sarana bagi Allah untuk membebaskan kita dari belenggu materi dan mengarahkan hati kita kepada-Nya.
- Menemukan Kebahagiaan yang Sejati: Kebahagiaan sejati tidak terletak pada harta benda, tetapi pada hubungan kita dengan Allah.
Dalam menghadapi kasus khusus seperti dalam konteks Ibrani 10:34, semoga kiranya Yesus Kristus Tuhan memberikan segala sesuatu menurut kasih karunia-Nya sehingga dapat tetap setia menjadi murid-Nya dan alami kemenangan sehingga dapat upah besar di surga.
- Kerugian Materil, misalnya:
- Kehilangan harta benda: Ini adalah kerugian yang paling umum, di mana korban kehilangan barang-barang berharga seperti uang, perhiasan, elektronik, atau kendaraan.
- Kerusakan properti: Selain kehilangan barang, korban juga bisa mengalami kerusakan pada properti mereka, seperti rumah atau kendaraan yang dirusak oleh pelaku.
- Biaya tambahan: Korban seringkali harus mengeluarkan biaya tambahan untuk mengganti barang yang hilang, memperbaiki kerusakan, atau meningkatkan keamanan. - Kerugian Fisik, misalnya:
- Cedera fisik: Korban perampasan bisa mengalami berbagai jenis cedera fisik, mulai dari luka ringan hingga luka berat, bahkan kematian.
- Gangguan kesehatan: Cedera fisik yang dialami korban dapat menyebabkan gangguan kesehatan jangka panjang, seperti nyeri kronis atau disabilitas. - Kerugian Emosional, misalnya:
- Trauma: Perampasan adalah pengalaman yang traumatis dan dapat menyebabkan korban mengalami gangguan stres pasca-trauma (PTSD), kecemasan, depresi, atau gangguan tidur.
- Rasa takut: Korban seringkali merasa takut dan tidak aman setelah mengalami perampasan, terutama jika peristiwa tersebut terjadi di dekat rumah atau tempat kerja mereka.
- Kehilangan rasa percaya: Korban mungkin kehilangan kepercayaan pada orang lain atau pada lingkungan sekitar mereka. - Kerugian Sosial, misalnya:
- Isolasi sosial: Korban mungkin merasa terisolasi dari orang-orang terdekat mereka atau menghindari aktivitas sosial karena takut mengalami peristiwa serupa.
- Masalah dalam hubungan: Perampasan dapat menyebabkan masalah dalam hubungan dengan pasangan, keluarga, atau teman.
- Panggilan untuk Bertobat:
- Hidup Baru: Yohanes Pembaptis datang sebagai pembawa kabar baik tentang pertobatan. Ia mengajak orang-orang untuk meninggalkan cara hidup lama yang penuh dosa dan memulai hidup baru yang sesuai dengan kehendak Allah.
- Buah-buah Pertobatan: Salah satu buah pertobatan yang nyata adalah perubahan perilaku. Melalui larangan merampas, Yohanes mendorong para prajurit untuk meninggalkan kebiasaan buruk yang telah mereka lakukan sebelumnya. - Keadilan dan Kebenaran:
- Prinsip Keadilan: Ajaran Yohanes Pembaptis menekankan pentingnya keadilan. Merampas merupakan tindakan yang tidak adil karena merugikan orang lain.
- Menghormati Hak Orang Lain: Dengan melarang merampas, Yohanes mengajarkan para prajurit untuk menghormati hak-hak orang lain, termasuk hak atas harta benda. - Hidup Sederhana dan Puas:
- Cukupkan Diri: Yohanes juga mengingatkan para prajurit untuk cukupkan diri dengan apa yang mereka miliki. Larangan merampas sejalan dengan ajakan untuk hidup sederhana dan tidak serakah.
- Fokus pada Spiritualitas: Dengan meninggalkan kebiasaan merampas, para prajurit dapat lebih fokus pada pertumbuhan spiritual mereka. - Konteks Sosial berhubungan dengan "Kekuasaan dan Penyalahgunaan" sebab pada masa itu, para prajurit seringkali menyalahgunakan kekuasaan mereka untuk merampas harta benda rakyat. Yohanes Pembaptis ingin mengubah pandangan mereka tentang kekuasaan dan mendorong mereka untuk menggunakannya demi kebaikan.
Pesan dari Tuhan melalui Yohanes Pembaptis bagi kita adalah, antara lain:
- Setiap orang: Terlepas dari profesi atau status sosial, kita semua dipanggil untuk hidup jujur, adil, dan menghormati hak-hak orang lain.
- Anggota Tubuh Kristus sebagai komunitas orang percaya harus menjadi teladan dalam hidup yang benar dan adil.
- Masyarakat harus berusaha untuk berjuang terhadap menghadapi ketidakadilan dan keserakahan dengan cara yang benar sesuai dengan jalan dari TUHAN.
Implikasi untuk kehidupan sehari-hari berdasarkan tinjauan perampasan di Alkitab memuat hal-hal seperti:
- Menghormati hak milik orang lain: Setiap orang memiliki hak atas harta bendanya. Kita harus menghormati hak milik orang lain dan tidak mengambilnya tanpa izin.
- Menjaga keamanan: Kita perlu mengambil langkah-langkah untuk menjaga keamanan harta benda kita dan orang-orang di sekitar kita.
- Membantu korban: Jika kita mengetahui adanya kasus perampasan, kita dapat membantu korban dengan memberikan dukungan moral atau melaporkan kejadian tersebut kepada pihak berwajib.
- Membangun masyarakat yang adil: Kita perlu berperan aktif dalam membangun masyarakat yang adil dan berkeadilan, di mana setiap orang memiliki kesempatan yang sama.
Ada catatan khusus dalam Alkitab terhadap mereka yang melakukan tindakan perampasan di mata Tuhan, seperti:
- Mazmur 35:10 ⇿ segala tulangku berkata: "Ya, TUHAN, siapakah yang seperti Engkau, yang melepaskan orang sengsara dari tangan orang yang lebih kuat dari padanya, orang sengsara dan miskin dari tangan orang yang merampasi dia?"
- Amsal 22:23 ⇿ Sebab TUHAN membela perkara mereka, dan mengambil nyawa orang yang merampasi mereka.
- Mengikuti Ajaran Yesus, contoh:
- Mengasihi Musuh: Ajaran Yesus yang paling mendasar adalah mengasihi musuh. Meskipun sulit, sikap ini mendorong orang percaya untuk tidak membalas dendam atau menyimpan kebencian terhadap pelaku perampasan.
- Menerima dengan Rela: Dalam Matius 5:41, Yesus mengajarkan untuk memberikan jubah luar kepada orang yang mengambil jubah dalam. Ini mengajarkan kita untuk rela melepaskan apa yang kita miliki, bahkan ketika itu diambil secara paksa.
- Berdoa untuk Pelaku: Kita diajak untuk berdoa bagi mereka yang menyakiti kita, termasuk para pelaku perampasan. Doa ini menunjukkan kasih kita yang tulus dan harapan kita agar mereka bertobat. - Mencontohkan Kristus, misal:
- Rendah Hati: Kristus, meskipun sebagai Raja, menunjukkan kerendahan hati yang luar biasa. Ketika Ia disalib, Ia tidak membalas kejahatan dengan kejahatan.
- Pengampunan: Kristus mengajarkan kita untuk mengampuni, bahkan kepada mereka yang telah berbuat salah kepada kita. - Mengandalkan Tuhan, contoh:
- Kepercayaan: Dalam segala situasi, orang percaya harus tetap percaya bahwa Tuhan akan menyertai dan menolong mereka.
- Harapan: Harapan pada janji-janji Allah memberikan kekuatan untuk menghadapi segala kesulitan.
- Damai Sejahtera: Meskipun mengalami kerugian, orang percaya dapat tetap memiliki damai sejahtera yang berasal dari Roh Kudus.
Dalam praktiknya, sikap orang percaya yang menjadi korban perampasan dapat diwujudkan melalui:
- Melaporkan Kejadian: Meskipun mengampuni, melaporkan kejadian perampasan ke pihak berwajib adalah tindakan yang bijaksana untuk mencegah terjadinya kejahatan serupa dan mendapatkan perlindungan hukum.
- Mencari Dukungan: Berbagi pengalaman dengan komunitas iman atau konselor dapat membantu dalam proses penyembuhan emosional.
- Membantu Orang Lain: Mengarahkan perhatian pada orang lain yang membutuhkan dapat membantu melupakan penderitaan diri sendiri.
- Memaafkan: Memutuskan untuk memaafkan pelaku perampasan adalah proses yang membutuhkan waktu, tetapi akan membawa pembebasan dan kedamaian batin.
Teks dalam Alkitab yang menjadi rujukan saat alami perampasan sehingga menjadi korban perampasan bagi mereka yang hidupnya dipimpin oleh Roh Tuhan dengan sepenuhnya, adalah seperti:
- Matius 5:39: "Tetapi Aku berkata kepadamu: Janganlah melawan orang yang berbuat jahat kepadamu; melainkan siapapun yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu.
- Lukas 6:27: "Tetapi Aku berkata kepadamu yang mendengarkan: Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang-orang yang membencimu."
- Roma 12:19: "Saudara-saudaraku, janganlah kamu sendiri menuntut balas, tetapi berilah tempat kepada murka Allah; sebab ada tertulis: "Pembalasan adalah hak-Ku, Akulah yang akan membalasnya," demikianlah firman Tuhan."
Dampak dari tindakan yang dilakukan Tuhan terhadap mereka yang tidak mau bertobat dari perbuatan merampas sesuatu yang bukan miliknya adalah nyawa dari orang tersebut akan alami hal-hal yang tidak diingini sehingga ratapan menjadi bagiannya saat hukum Tuhan dinyatakan pada waktu dan cara Tuhan.
- Tulisan lainnya:
- Mentalitas Anak-Anak Allah
- Bekerja Tidak Mencuri
- Praktik Kekerasan di Bumi
- Pengaruh Keberdosaan Terhadap Kekuasaan Politik
- Kekerasan Dan Penganiayaan Terhadap Orang Kristen
- Geng Bersenjata Saat Kekosongan Kekuasaan
- Bersembunyi Saat kerusuhan, Suatu Saran
- Orang Lemah Dan Penciptanya Menurut Kitab Amsal
Jenis | Bahasa | |
---|---|---|
Indonesia | Inggris | |
Musik | ||
Short | Menyusul | Menyusul |
Animasi | Menyusul | Menyusul |