“Karena itu, perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif, dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat.” Efesus 5:15-16
Alkitab menyatakan bahwa hari hari di akhir zaman adalah jahat. Semakin dekat dengan kedatangan Yesus manusia diajar untuk dapat mengunakan waktu yang ada dengan hikmat Tuhan agar menjadi arif menurut penilaian Tuhan dengan cara antara lain: “Carilah TUHAN selama Ia berkenan ditemui; berserulah kepada-Nya selama Ia dekat!” (Yesaya 55:6)
Mencari wajahNya melalui ibadah sesuatu secara tradisi gereja dilakukan dari segala abad dan akan terus berlangsung selama IA berkenan ditemui sebab masih diberi nafas hidup dan kesempatan untuk menghampiriNya. Mencari Tuhan dilakukan dengan mempergunakan waktu yang ada sekalipun hari-hari yang dilalui adalah jahat.
Beribadah terkadang sulit dilakukan di hari-hari yang jahat, Misalnya:
Saat tulisan dibuat, dunia sedang dilanda wabah penyakit menular corona (covid-19) sehingga sejumlah gereja mengadakan kebaktian / ibadah online (streaming) mengunakan internet atau radio. Wabah penyakit menular adalah tanda kedatangan Yesus kedua semakin dekat..... tetap memaksa melakukan social distance adalah sebuah praktek dalam kesehatan masyarakat untuk mencegah orang sakit melakukan kontak dengan orang sehat guna mengurangi peluang penularan penyakit.
Sejak 2 Febuari 2020, Gereja Kingdom Family Church di Kwun Tong dan Yan Fook yang berkantor pusat di Cheung Sha Wan telah menutup gereja mereka sehingga ibadah hari Minggu diselenggarakan secara online. Perubahan kebaktian menjadi online mengunakan internet kemudian meluas ke berbagai gereja di penjuru dunia dengan ditetapkan covid-19 sebagai pandemi global oleh Badan Kesehatan Dunia sehingga terlihat mana gereja yang sudah memiliki team multi media sehingga dapat streaming / online mana yang tidak memiliki kemampuan akses internet memadai.
Imbauan mengadakan kebaktian ibadah gereja secara online sebelum kasus wabah corona terjadi sudah disuarakan oleh pemerintah, contoh saat teroris menyerang tiga gereja di Surabaya dengan meledakkan bom pada tanggal 13 Mei 2018.. Dengan alasan keamanan, pihak kepolisian meminta semua gereja di Surabaya meniadakan ibadah. Beberapa gereja kemudian menyiarkan khotbah dalam bentuk online, dan dihimbau untuk berkumpul di tempat yang aman dan saling menguatkan satu sama lain. Ibadah online yang dilakukan gereja tertentu menjadikan gereja tersebut tetap dapat melakukan ibadah. Ibadah online yang semula ditujukan untuk jemaat yang tidak dapat hadir karena terbaring sakit atau bepergian keluar kota atau keluar negeri atau menjangkau orang-orang yang mungkin segan hadir ke gereja untuk alasan-alasan tertentu menjadi untuk semua jemaat karena gangguan keamanan.
Gereja menyiarkan kebaktian secara online muncul sejak hadirnya internet dan dinamakan gereja daring. Gereja daring atau cyberchurch digunakan oleh pengembang web Tim Bednar dalam paper "We Know More Than Our Pastors" (Kami Tahu Lebih banyak Dari para Pendeta Kami). Ulasan dalam gerakan blogging tersebut memberi pengaruh pada pengalaman iman. George Barna menggunakan istilah dalam bukunya yang berjudul Revolution untuk menggambarkan berbagai pengalaman rohani yang disampaikan melalui internet. Barna melihat gereja daring atau cyberchurch sebagai salah satu masa depan dari bentuk gereja itu sendiri.
Gereja "virtual" misalnya membuka gereja daring dalam komunitas Facebook selain mengunakan video, audio podcast, dan blog serta menggunakan teknologi video conference. Orang dapat hadir dan melakukan ibadah atau kegiatan penyembahan bersama-sama secara daring dengan segala keterbatasan misalnya kesulitan melakukan sakramen baptisan atau perjamuan kudus. Banyak gereja daring yang tetap mempertahankan unsur-unsur yang dapat ditemukan dalam tradisi gereja, seperti khotbah dan puji-pujian. Namun, mereka juga berusaha untuk beradaptasi dengan norma-norma sosial media digital, sepeti misalnya pengguna yang menghadiri gereja-gereja ini biasanya dikenal dengan nama pengguna mereka; dan ada sesi obrolan sebelum, setelah, atau bahkan selama pelayanan gereja daring berlangsung.
Kegiatan ibadah adalah membangun relasi vertikal, tetapi juga relasi horizontal (Ibrani 10:25 Janganlah kita menjauhi diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti yang dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasehati, dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat.) Tanpa persekutuan dengan sesama orang percaya, ibadah akan kehilangan maknanya. Yang mendukung online mendukung khotbah streaming lebih menekankan kesatuan secara spiritual, sedangkan kelompok yang lain menganggap bahwa kesatuan secara spiritual hanya bisa terjadi dalam konteks kesatuan secara lokal (ada tatap muka). Perbedaan lokasi dipandang akan menghalangi terciptanya kesatuan secara spiritual.
Gereja online tidak dapat mengantikan penggembalaan yang tradisional dalam menjalankan fungsi pastoral sehingga sebaiknya ada pemimpin kelompok dalam mengikuti ibadah online dan hamba Tuhan setempat seyogyanya ada bersama dengan jemaatnya. Pemimpin kelompok kecil setempat juga bisa menjalankan peranan pastoral. Dia bisa memperhatikan jemaat secara langsung, berinteraksi dengan mereka, bahkan memberikan konseling.
Ibadah online yang di-streaming hanyalah khotbah. Elemen ibadah yang lain sebaiknya tetap dilakukan di masing-masing tempat secara terpisah. Jika keseluruhan ibadah berupa streaming, maka ibadah bisa terlihat seperti sebuah konser belaka, karena jemaat hanya pasif menonton dan menikmati ibadah.
Seiring penggunaan internet terus berkembang dan orang-orang Kristen semakin banyak yang menggunakan situs web, blog, jejaring sosial, situs media jasa, chatroom, forum diskusi, dan sarana elektronik lainnya untuk untuk koneksi sosial, pendidikan, dan pengayaan iman mereka. Internet menjadi bagian hidup sehari hari apalagi kalau teknologi bertambah maju, kuota bertambah murah dan jaringan semakin baik serta penetrasinya internet kini sudah mencapai 54,86% penduduk Indonesia (Mei 2019).
Pengunaan jaringan internet dalam ibadah adalah memanfaatkan sisi positif dari internet, seperti:
Ibadah online bukanlah alasan untuk tidak menghadiri pertemuan ibadah di gereja lokal tetapi khusus untuk jemaat yang karena alasan khusus dan kondisi khusus tidak dapat hadir sebab dalam pertemuan ibadah lokal lebih membawa atmosfer beribadah dibandingkan secara online.
Ibadah online dalam budaya gereja di Indonesia harus diperhatikan sebab menjadi bagian dari era informasi yang melanda masyarakat dimana masyarakat dapat mengakses internet dengan bebas dan juga tantangan menghadapi kejahatan teror serta bencana yang menyebabkan tidak dapat menghadiri ibadah.
Ibadah mencari TUHAN adalah kesempatan yang diberikan Tuhan. Alangkah baiknya jika kita dapat gunakan kesempatan tersebut meski situasi kurang mendukung sebab hari hari jahat dan sukar. Tuhan memberkati.
Alkitab menyatakan bahwa hari hari di akhir zaman adalah jahat. Semakin dekat dengan kedatangan Yesus manusia diajar untuk dapat mengunakan waktu yang ada dengan hikmat Tuhan agar menjadi arif menurut penilaian Tuhan dengan cara antara lain: “Carilah TUHAN selama Ia berkenan ditemui; berserulah kepada-Nya selama Ia dekat!” (Yesaya 55:6)
Mencari wajahNya melalui ibadah sesuatu secara tradisi gereja dilakukan dari segala abad dan akan terus berlangsung selama IA berkenan ditemui sebab masih diberi nafas hidup dan kesempatan untuk menghampiriNya. Mencari Tuhan dilakukan dengan mempergunakan waktu yang ada sekalipun hari-hari yang dilalui adalah jahat.
Beribadah terkadang sulit dilakukan di hari-hari yang jahat, Misalnya:
- Saat terjadinya teror terhadap kegiatan ibadah
- Terjadinya Bencana
- Sakit / Gangguan kesehatan tubuh
Saat tulisan dibuat, dunia sedang dilanda wabah penyakit menular corona (covid-19) sehingga sejumlah gereja mengadakan kebaktian / ibadah online (streaming) mengunakan internet atau radio. Wabah penyakit menular adalah tanda kedatangan Yesus kedua semakin dekat..... tetap memaksa melakukan social distance adalah sebuah praktek dalam kesehatan masyarakat untuk mencegah orang sakit melakukan kontak dengan orang sehat guna mengurangi peluang penularan penyakit.
Sejak 2 Febuari 2020, Gereja Kingdom Family Church di Kwun Tong dan Yan Fook yang berkantor pusat di Cheung Sha Wan telah menutup gereja mereka sehingga ibadah hari Minggu diselenggarakan secara online. Perubahan kebaktian menjadi online mengunakan internet kemudian meluas ke berbagai gereja di penjuru dunia dengan ditetapkan covid-19 sebagai pandemi global oleh Badan Kesehatan Dunia sehingga terlihat mana gereja yang sudah memiliki team multi media sehingga dapat streaming / online mana yang tidak memiliki kemampuan akses internet memadai.
Imbauan mengadakan kebaktian ibadah gereja secara online sebelum kasus wabah corona terjadi sudah disuarakan oleh pemerintah, contoh saat teroris menyerang tiga gereja di Surabaya dengan meledakkan bom pada tanggal 13 Mei 2018.. Dengan alasan keamanan, pihak kepolisian meminta semua gereja di Surabaya meniadakan ibadah. Beberapa gereja kemudian menyiarkan khotbah dalam bentuk online, dan dihimbau untuk berkumpul di tempat yang aman dan saling menguatkan satu sama lain. Ibadah online yang dilakukan gereja tertentu menjadikan gereja tersebut tetap dapat melakukan ibadah. Ibadah online yang semula ditujukan untuk jemaat yang tidak dapat hadir karena terbaring sakit atau bepergian keluar kota atau keluar negeri atau menjangkau orang-orang yang mungkin segan hadir ke gereja untuk alasan-alasan tertentu menjadi untuk semua jemaat karena gangguan keamanan.
Gereja menyiarkan kebaktian secara online muncul sejak hadirnya internet dan dinamakan gereja daring. Gereja daring atau cyberchurch digunakan oleh pengembang web Tim Bednar dalam paper "We Know More Than Our Pastors" (Kami Tahu Lebih banyak Dari para Pendeta Kami). Ulasan dalam gerakan blogging tersebut memberi pengaruh pada pengalaman iman. George Barna menggunakan istilah dalam bukunya yang berjudul Revolution untuk menggambarkan berbagai pengalaman rohani yang disampaikan melalui internet. Barna melihat gereja daring atau cyberchurch sebagai salah satu masa depan dari bentuk gereja itu sendiri.
Gereja "virtual" misalnya membuka gereja daring dalam komunitas Facebook selain mengunakan video, audio podcast, dan blog serta menggunakan teknologi video conference. Orang dapat hadir dan melakukan ibadah atau kegiatan penyembahan bersama-sama secara daring dengan segala keterbatasan misalnya kesulitan melakukan sakramen baptisan atau perjamuan kudus. Banyak gereja daring yang tetap mempertahankan unsur-unsur yang dapat ditemukan dalam tradisi gereja, seperti khotbah dan puji-pujian. Namun, mereka juga berusaha untuk beradaptasi dengan norma-norma sosial media digital, sepeti misalnya pengguna yang menghadiri gereja-gereja ini biasanya dikenal dengan nama pengguna mereka; dan ada sesi obrolan sebelum, setelah, atau bahkan selama pelayanan gereja daring berlangsung.
Kegiatan ibadah adalah membangun relasi vertikal, tetapi juga relasi horizontal (Ibrani 10:25 Janganlah kita menjauhi diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti yang dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasehati, dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat.) Tanpa persekutuan dengan sesama orang percaya, ibadah akan kehilangan maknanya. Yang mendukung online mendukung khotbah streaming lebih menekankan kesatuan secara spiritual, sedangkan kelompok yang lain menganggap bahwa kesatuan secara spiritual hanya bisa terjadi dalam konteks kesatuan secara lokal (ada tatap muka). Perbedaan lokasi dipandang akan menghalangi terciptanya kesatuan secara spiritual.
Gereja online tidak dapat mengantikan penggembalaan yang tradisional dalam menjalankan fungsi pastoral sehingga sebaiknya ada pemimpin kelompok dalam mengikuti ibadah online dan hamba Tuhan setempat seyogyanya ada bersama dengan jemaatnya. Pemimpin kelompok kecil setempat juga bisa menjalankan peranan pastoral. Dia bisa memperhatikan jemaat secara langsung, berinteraksi dengan mereka, bahkan memberikan konseling.
Ibadah online yang di-streaming hanyalah khotbah. Elemen ibadah yang lain sebaiknya tetap dilakukan di masing-masing tempat secara terpisah. Jika keseluruhan ibadah berupa streaming, maka ibadah bisa terlihat seperti sebuah konser belaka, karena jemaat hanya pasif menonton dan menikmati ibadah.
Seiring penggunaan internet terus berkembang dan orang-orang Kristen semakin banyak yang menggunakan situs web, blog, jejaring sosial, situs media jasa, chatroom, forum diskusi, dan sarana elektronik lainnya untuk untuk koneksi sosial, pendidikan, dan pengayaan iman mereka. Internet menjadi bagian hidup sehari hari apalagi kalau teknologi bertambah maju, kuota bertambah murah dan jaringan semakin baik serta penetrasinya internet kini sudah mencapai 54,86% penduduk Indonesia (Mei 2019).
Pengunaan jaringan internet dalam ibadah adalah memanfaatkan sisi positif dari internet, seperti:
- Mendekatkan yang jauh. Menjadikan jarak tidak berarti.
- Mempersingkat waktu.
- Pertukaran informasi semakin mudah.
Ibadah online bukanlah alasan untuk tidak menghadiri pertemuan ibadah di gereja lokal tetapi khusus untuk jemaat yang karena alasan khusus dan kondisi khusus tidak dapat hadir sebab dalam pertemuan ibadah lokal lebih membawa atmosfer beribadah dibandingkan secara online.
Ibadah online dalam budaya gereja di Indonesia harus diperhatikan sebab menjadi bagian dari era informasi yang melanda masyarakat dimana masyarakat dapat mengakses internet dengan bebas dan juga tantangan menghadapi kejahatan teror serta bencana yang menyebabkan tidak dapat menghadiri ibadah.
Ibadah mencari TUHAN adalah kesempatan yang diberikan Tuhan. Alangkah baiknya jika kita dapat gunakan kesempatan tersebut meski situasi kurang mendukung sebab hari hari jahat dan sukar. Tuhan memberkati.
- Tulisan lainnya:
- Ibadah Dalam Kitab Timotius
- Musik dan Pujian Dalam Ibadah
- Menari Dalam Ibadah dan Tradisi
- Drama Dalam Ibadah
- Mengapa Hidup Berjemaat itu penting
- Gereja Metaverse Sebagai Gereja Masa Depan?