Etimologi Bersukacitalah dalam pengharapan berasal dari "τῇ ἐλπίδι χαίροντες" yaitu sesuatu berkat anugerah yang disediakan TUHAN kepada umat-Nya yang mendapatkan kemurahan TUHAN karena iman sehingga dimampukan melakukan ibadah yang sejati yaitu mempersembahkan persembahan yang hidup, kudus dan berkenan kepada Allah dengan ceria penuh kegembiraan dan kesukaan.
Bersukacitalah - χαίροντες berasal dari kata dasar χαίρω (chairó - khah'-ee-ro). Menurut HELPS Word-studies kata ini artinya bergembira dalam kasih karunia Tuhan ("bersukacita") – secara harafiah, untuk mengalami kasih karunia Tuhan ( kebaikan ), menjadi sadar (gembira) akan kasih karunia-Nya dan memiliki "hubungan etimologis langsung dengan xaris (anugerah)
Kata kerja chairo dan bentuk-bentuk kognatnya muncul tujuh puluh empat kali dalam Perjanjian Baru, mulai dari salam imperatif ("Bersukacitalah!" atau "Salam!") hingga deskripsi sukacita yang mendalam yang dicurahkan oleh Roh Kudus. Baik dalam menyampaikan kesopanan dalam komunikasi sehari-hari maupun merayakan realitas penebusan, kata tersebut secara konsisten mencerminkan sukacita yang berakar pada karya kasih karunia Allah.Ruang lingkup dari sikap sukacita dalam ajaran Alkitab adalah:
- Sukacita Sebagai Salam yang dipakai dalam korespondensi Yunani Klasik, infinitif "bersukacita" (chairein) menjadi salam konvensional. Para penulis Perjanjian Baru menggunakan rumus yang sama dalam Kisah Para Rasul 15:23 ; Kisah Para Rasul 23:26 ; Yakobus 1:1 ; 2 Yohanes 1:10-11 , tetapi di bawah ilham, maknanya menjadi lebih kaya—memberikan kedamaian dan sukacita di dalam Kristus, bukan sekadar kesopanan. Ucapan malaikat kepada Maria, "Salam, hai kamu yang sangat dikasihi! Tuhan menyertai kamu" ( Lukas 1:28 ), juga memadukan salam yang lazim dengan proklamasi berkat mesianik. Sebaliknya, penghormatan palsu terhadap Yudas ( Matius 26:49 ) dan para prajurit yang mencemooh Yesus ( Matius 27:29 ; Markus 15:18 ; Yohanes 19:3 ) menggambarkan bagaimana bentuk kata yang sama dapat diputarbalikkan menjadi ejekan sinis, yang menonjolkan jurang moral antara penghormatan sejati dan palsu kepada Tuhan.
- Sukacita Kristologis dan Penebusan yaitu sukacita memahkotai karya penyelamatan Allah di dalam Kristus. Pada kelahiran-Nya orang Majus “sangat bersukacita dengan sukacita yang besar” ( Matius 2:10 ). Yesus mengantisipasi kemenangan kebangkitan: “Kamu akan berdukacita, tetapi dukacitamu akan berubah menjadi sukacita” ( Yohanes 16:20 ) dan “tidak ada seorang pun yang akan mengambil sukacitamu darimu” ( Yohanes 16:22 ). Para murid mengalami janji itu ketika mereka “bersukacita ketika mereka melihat Tuhan” ( Yohanes 20:20 ). Wahyu 19:7 membawa tema tersebut hingga penyempurnaannya: “Marilah kita bersukacita dan bersorak-sorai, dan memuliakan Dia, karena hari perkawinan Anak Domba telah tiba.”
- Sukacita dalam Persekutuan dan Pelayanan terdapat di bagian-bagian surat menghubungkan sukacita dengan kemitraan Injil. Paulus memberi tahu jemaat Filipi, “Dalam segala hal…Kristus diberitakan; dan dalam hal itu aku bersukacita, ya, dan aku akan bersukacita” ( Filipi 1:18 ). Dia bersukacita atas ketaatan jemaat di Roma ( Roma 16:19 ), kehadiran Stefanus dan rekan-rekannya ( 1 Korintus 16:17 ), laporan Titus yang membesarkan hati ( 2 Korintus 7:13 ), dan ketertiban orang percaya di Kolose ( Kolose 2:5 ). Yohanes menggemakan sentimen tersebut: “Aku sangat bersukacita bahwa beberapa dari anak-anakmu hidup dalam kebenaran” ( 2 Yohanes 1:4 ; 3 Yohanes 1:3 ). Oleh karena itu, kepemimpinan Kristen yang sejati mengukur keberhasilan bukan dari jumlah atau pujian tetapi dari melihat orang percaya bertumbuh dalam iman dan kasih.
- Sukacita di tengah Penderitaan karena chairo (sukacita) seringkali hadir bersamaan dengan rasa sakit. Yesus memerintahkan, “Bersukacitalah dan bergembiralah, karena upahmu besar di surga” ( Matius 5:12 ), segera setelah menggambarkan penganiayaan. Para rasul “meninggalkan Mahkamah Agama dengan gembira karena mereka telah dianggap layak menderita penghinaan” ( Kisah Para Rasul 5:41 ). Petrus menasihati: “Bersukacitalah karena kamu turut menderita bersama-sama dengan Kristus” ( 1 Petrus 4:13 ). Sukacita semacam itu bukanlah stoisisme atau eskapisme; sukacita itu muncul dari keyakinan bahwa pencobaan memiliki tujuan yang berdaulat dan menuntun kepada kemuliaan kekal.
- Sukacita sebagai Perintah Apostolik karena Alkitab memuat kata-kata imperatif: "Bersukacitalah senantiasa di dalam Tuhan. Saya akan mengatakannya lagi: Bersukacitalah!" ( Filipi 4:4 ); "Bersukacitalah senantiasa" ( 1 Tesalonika 5:16 ); "Bersukacitalah, tujukanlah pada pemulihan" ( 2 Korintus 13:11 ). Dengan demikian, sukacita bukanlah sekadar anjuran yang terikat pada keadaan, melainkan tindakan iman yang taat, yang ditopang oleh Roh Kudus ( Roma 14:17 ) dan dijalin dengan doa dan rasa syukur ( Roma 12:12 ; Filipi 4:6 ).
- Sukacita korporat karena Kitab Suci menggambarkan sebuah komunitas di mana suka dan duka dibagikan: "Bersukacitalah dengan orang yang bersukacita; menangislah dengan orang yang menangis" ( Roma 12:15 ). Perumpamaan Yesus tentang domba yang hilang dan anak yang hilang berpuncak pada perayaan bersama ( Lukas 15:5-7, 15:32 ). Surga sendiri berpartisipasi ketika orang berdosa bertobat, menggarisbawahi dimensi misioner dari sukacita.
- Sukacita Eskatologis yang terkait harapan masa depan memperkuat sukacita saat ini. "Lihatlah, Aku telah mengatakannya kepadamu sebelumnya" ( Yohanes 14:28 )—bahkan kesedihan atas kepergian Kristus menjadi benih sukacita ketika Roh Kudus datang. Wahyu 11:10 menunjukkan orang jahat bersukacita sejenak atas para saksi yang terbunuh, tetapi kegembiraan mereka dikalahkan oleh sukacita abadi orang-orang tebusan. Sukacita sejati adalah milik Anak Domba dan umat-Nya.
Bentuk sukacita di atas lahir dari suatu pengharapan adanya keyakinan tentang berkat anugerah yang disediakan TUHAN kepada umat-Nya yang terkadang melampaui akal budi dan pengertian manusia. Keyakinan bahwa TUHAN dapat mengulang apa yang terjadi kepada Yusuf yang direka-reka yang buruk oleh saudaranya sehingga di jual menjadi budak di Messir tetapi oleh TUHAN menjadi kebaikan bagi Yusuf dan segenap keluarga besarnya. Keyakinan akan rahmat TUHAN Mahakuasa membuat sukacita yang diajarkan dalam Kitab Suci bertumpu bukan semata-mata apa yang dilihat oleh panca indra manusia melainkan karena iman bahwa TUHAN Baik dan Setia mengetahui jalan yang harus ditempuh oleh umat pilihan-Nya sehingga sukacita kemuliaan yang diterima (pada waktu TUhan) jauh melampaui dukacita dan kesenggaraan yang dijalani saat ini.
Untuk mengenal makna kata pengharapan yang lebih mendekati arti sebenarnya dari teks ayat di atas tidak dapat dilepaskan dari kata ἐλπίδι yang memiliki kata dasar ἐλπίς yaitu harapan atau iman yang erat hubungannya dari kata dasar elpo "mengantisipasi, biasanya dengan senang hati. Pengharapan ada bersifat sesuatu yang pasti sehingga dengan senang hati menyambutnya. Harapan yang pasti tersebut bersifat teguh dan ditempa oleh Roh Kudus bahwa Allah akan menggenapi setiap janji yang telah Ia buat di dalam Kristus. Pengharapan ini didasarkan pada karakter Allah ( Ibrani 6:18 ) dan dijamin oleh kebangkitan Yesus Kristus ( 1 Petrus 1:3 ) sehingga pengharapan dalam Roma 12:12 bukan hanya bersifat angan-angan saja melainkan diletakkan pada karya salib yang telah selesai dan kasih bertindak di masa kini, harapan terbentang ke depan menuju penyempurnaan penebusan ( 1 Korintus 13:13 ).
Firman TUHAN menyatakan bahwa dasar pengharapan kita sebagai orang yang beriman adalah Yesus Kristus sebab DIA adalah Juruselamat (1 Timotius 1:1) sebab Yesus telah bangkit dari kematian (1 Petrus 1:21) dan memberi pengharapan akan kemuliaan (Kolose 1:27). Di luar Dia, orang-orang non-Yahudi “tanpa pengharapan dan tanpa Allah di dalam dunia” ( Efesus 2:12 ), tetapi dalam persatuan dengan-Nya, orang percaya memiliki warisan yang tidak dapat binasa.
Pengharapan yang menjadi harapan yang unik terdapat dalam Kristus Yesus antara lain:
- Harapan dan pembenaran terkait pembenaran oleh iman yang membuka pintu pengharapan: "melalui Dia kita beroleh jalan masuk oleh iman kepada kasih karunia ini, di mana kita berdiri, dan kita bermegah dalam pengharapan akan menerima kemuliaan Allah" ( Roma 5:2 ). Karena Allah telah mencurahkan kasih-Nya ke dalam hati kita, "pengharapan tidak mengecewakan" ( Roma 5:5 ). Oleh karena itu, pengharapan bukanlah tambahan opsional bagi Injil; melainkan buahnya yang tak terelakkan.
- Harapan, Penderitaan, dan Ketekunan terkait penderitaan memurnikan harapan. Kesengsaraan → ketekunan → karakter yang terbukti → harapan ( Roma 5:3-4 ). Orang percaya “diselamatkan dalam harapan” ( Roma 8:24 ) dan karenanya “menantinya dengan sabar” ( Roma 8:25 ). Ketika gelombang mengancam untuk menerjang, harapan muncul sebagai jangkar ( Ibrani 6:18 ) dan ketopong ( 1 Tesalonika 5:8 ). Paulus dapat berdiri di hadapan rantai dan badai karena “aku memakai rantai ini untuk harapan Israel” ( Kisah Para Rasul 28:20 ) dan “Aku mendesak kamu untuk berbesar hati, karena tidak akan ada kehilangan nyawa” ( Kisah Para Rasul 27:22 , lih. 27:20).
- Harapan Terberkati Akan Kedatangan Kristus Kembali sebagai fokus klimaks dari pengharapan Perjanjian Baru adalah penampakan Yesus Kristus yang nyata dan mulia: "sementara kita menantikan pengharapan kita yang penuh bahagia dan penyataan yang mulia dari Allah yang Mahabesar dan Juruselamat kita Yesus Kristus" ( Titus 2:13 ). Pengharapan ini tidak samar atau bersyarat; pengharapan ini dijamin oleh kasih karunia yang sama yang membawa keselamatan ( Titus 2:11 ). Karena itu, gereja hidup dalam penantian yang penuh harap ( Filipi 1:20 ) dan menolak untuk berduka "seperti orang-orang lain yang tidak memiliki pengharapan" ( 1 Tesalonika 4:13 ).
Bersukacita dalam pengharapan berdasarkan iman kepada Yesus Kristus bukanlah optimisme manusiawi. secara sederhana pengharapan yang tertulis di Roma 12:12 hadir karena:
- Pengharapan berdasarkan Janji Allah yang berakar pada kebenaran Allah yang tidak berubah, yaitu:
- Janji keselamatan (Roma 5:1-2).
- Pemeliharaan Allah dalam penderitaan (Roma 8:28).
- Kemenangan akhir atas dosa dan maut (Roma 8:37-39).
* Pengharapan ini bersifat pasti karena didasarkan pada karakter Allah yang setia (Ibrani 10:23). - Pengharapan yang mengubah respons terhadap keadaan karena "Bersukacita dalam pengharapan" adalah:
- Sukacita ini bukan karena keadaan baik, tetapi karena keyakinan bahwa Allah bekerja untuk kebaikan (Filipi 4:4).
- "Sabarlah dalam kesesakan" suatu pengharapan yang memberi kekuatan untuk bertahan karena percaya bahwa penderitaan sementara dan kemuliaan kekal menanti (Roma 8:18).
- "Bertekunlah dalam doa" suatu pengharapan mendorong ketekunan doa karena percaya bahwa Allah mendengar dan menjawab (1 Tesalonika 5:17). - Pengharapan yang diberikan oleh Roh Kudus sebab Roh Kudus adalah pemberi pengharapan (Roma 15:13). Roh Kudus mengingatkan orang percaya akan janji-janji Allah dan menghasilkan buah Roh (termasuk sukacita dan kesabaran) bahkan dalam pencobaan (Galatia 5:22-23).
- Pengharapan dalam "Konteks Komunitas" sebab Roma 12 ditulis untuk jemaat (bukan individu saja). Pengharapan ini diperkuat dalam persekutuan melalui:
- Saling menasihati (Ibrani 10:24-25).
- Melayani dengan karunia yang diberikan (Roma 12:6-8).
- Memikul beban bersama (Galatia 6:2). - Kontras dengan "Dunia yang Tanpa Pengharapan" karena dunia sering berharap pada hal yang rapuh (kekayaan, kesehatan, manusia). Pengharapan dalam Kristus adalah sauh yang kuat dan aman bagi jiwa (Ibrani 6:19) karena:
- Dibangun di atas kebangkitan Kristus (1 Petrus 1:3).
- Terjamin oleh janji Allah yang tidak mungkin berdusta (Ibrani 6:18).
Pengharapan dalam Kristus Yesus suatu yang nyata dalam Tubuh Kristus yang nampak jelas ketika "kamu dipanggil" (Efesus 4:4). Pengharapan mengikat orang percaya tanpa memandang etnis dan status sosial ( Kolose 1:23 ). Jemaat di Tesalonika menjadi teladan karena “ketekunan yang diilhami oleh pengharapan kepada Tuhan kita Yesus Kristus” ( 1 Tesalonika 1:3 ). Pengharapan mendorong misi, kemurahan hati, dan persatuan sehingga kesukaan atau kegembiraan menyebar dalam tubuh Kristus.
Pengharapan yang dikaruniakan oleh Yesus memberikan "Kekuatan Etis dan Pengudusan" sebab setiap orang yang menaruh pengharapan ini kepada-Nya, menyucikan dirinya, sama seperti Kristus adalah suci ( 1 Yohanes 3:3 ). Moralitas Kristen berorientasi pada masa depan: kepastian melihat Kristus mendorong kekudusan saat ini ( 1 Petrus 1:13-21 ). Pengharapan juga menopang penginjilan yang berani dan apologetika yang lembut: “Selalu siap sedia memberi pertanggungan jawab kepada tiap-tiap orang yang meminta pertanggungan jawab tentang pengharapan yang ada padamu” ( 1 Petrus 3:15 ).
Bila kita mendapatkan anugerah bersukacita dalam pengharapan di dalam Kristus Yesus, maka hidup kita menjadi bermakna sebab akan berdampak terhadap antara lain:
- Ketenangan dan Damai Batin
- Ketenangan Batin: Bersukacita dalam pengharapan di dalam Kristus Yesus membawa ketenangan dan damai batin. Ketika seseorang percaya bahwa Tuhan ada bersama mereka dan memiliki rencana yang baik, mereka lebih mudah merasa tenang dan tidak terbawa oleh kecemasan atau ketakutan.
- Dampak Emosional: Ketenangan ini membantu mengurangi stres dan kecemasan, sehingga seseorang dapat menjalani hidup dengan lebih damai dan bahagia. - Kekuatan untuk Menghadapi Kesulitan
- Kekuatan dan Ketekunan: Pengharapan di dalam Kristus Yesus memberikan kekuatan untuk menghadapi kesulitan. Ketika seseorang percaya bahwa Tuhan akan membantu mereka, mereka lebih mudah menemukan kekuatan untuk bertahan dan tidak mudah menyerah.
- Dampak Praktis: Ini membantu seseorang tetap fokus pada tujuan dan tidak terbawa oleh keputusasaan, sehingga mereka dapat lebih efektif dalam mengatasi tantangan hidup. - Pertumbuhan Spiritual
- Pertumbuhan Iman: Bersukacita dalam pengharapan di dalam Kristus Yesus mendorong pertumbuhan iman. Ketika seseorang merasakan sukacita dan ketenangan dari pengharapan, iman mereka menjadi lebih kuat.
- Dampak Spiritual: Pertumbuhan iman ini membawa seseorang lebih dekat kepada Tuhan, sehingga mereka dapat lebih baik mengenal dan mengikuti ajaran-Nya. - Kasih dan Pengampunan
- Kasih dan Pengampunan: Pengharapan di dalam Kristus Yesus mendorong kasih dan pengampunan. Ketika seseorang merasa sukacita dan damai, mereka lebih mudah mengasihani dan mengampuni orang lain.
- Dampak Sosial: Ini membantu memperkuat hubungan dengan orang lain dan menciptakan lingkungan yang lebih harmonis dan penuh kasih. - Pengaruh Positif pada Orang Lain
- Inspirasi dan Pengaruh: Bersukacita dalam pengharapan di dalam Kristus Yesus dapat menjadi sumber inspirasi bagi orang lain. Ketika seseorang menunjukkan sukacita dan ketenangan dalam menghadapi kesulitan, mereka dapat menginspirasi orang lain untuk melakukan hal yang sama.
- Dampak Masyarakat: Ini membantu menciptakan lingkungan yang lebih positif dan mendukung, di mana orang lain juga dapat menemukan ketenangan dan pengharapan. - Kehidupan yang Lebih Bermakna
- Kehidupan Bermakna: Pengharapan di dalam Kristus Yesus memberikan makna dan tujuan dalam hidup. Ketika seseorang percaya bahwa hidup mereka adalah bagian dari rencana Tuhan, mereka merasa lebih berarti dan berharga.
- Dampak Pribadi: Ini membantu seseorang menjalani hidup dengan lebih bersemangat dan berkomitmen, karena mereka percaya bahwa setiap langkah mereka adalah bagian dari tujuan yang lebih besar.
Contoh aplikasi praktis bersukacita dalam pengharapan dalam kehidupan sehari-hari:
- Kesulitan Kesehatan: Seorang pasien yang mengalami penyakit kronis tetapi tetap bersukacita dalam pengharapan di dalam Kristus Yesus. Ia percaya bahwa Tuhan ada bersamanya dan akan memberikan kekuatan untuk bertahan. Pengharapan ini membantunya tetap tenang dan tidak terbawa oleh keputusasaan.
- Kehidupan Keluarga: Seorang orang tua yang menghadapi tantangan dalam mendidik anak tetapi tetap bersukacita dalam pengharapan di dalam Kristus Yesus. Ia percaya bahwa Tuhan akan memberikan petunjuk dan kekuatan untuk menjadi orang tua yang baik. Pengharapan ini membantunya tetap sabar dan penuh kasih.
Sukacita dalam pengharapan membuat Orang Kristen yaitu pengikut Kristus Yesus dapat bertahan dalam masa penganiayaan yang terjadi pada masa awal kekristenan hadir di dunia yang alami tekanan dari pemerintahan Romawi. Ini terlihat melalui prasasti di makam sering kali memuat kata ἐλπίς, yang membuktikan bahwa orang percaya menghadapi kemartiran dengan keyakinan penuh. Lukisan dinding katakombe bergambar jangkar ( kiasan dalam Ibrani 6:19 ) menjadi simbol Kristen yang tersebar luas. Para Bapa Gereja seperti Klemens dari Roma menekankan harapan sebagai motivasi untuk bertekun, menggemakan Ibrani 3:6. Bila masa awal Kekristenan bertahan karena adanya sukacita dalam pengharapan maka menjelang dan dimasa kesukaran maka hal yang sama yaitu bersukacita dalam pengharapan berpengaruh untuk dapat setia sampai akhir mengiring Yesus. Maranatha!
Ingatlah bahwa Kitab Suci mengajarkan orang percaya untuk berdoa memohon peningkatan pengharapan: "Semoga Allah, sumber pengharapan, memenuhi kamu dengan segala sukacita dan damai sejahtera dalam imanmu, sehingga kamu berlimpah-limpah dalam pengharapan oleh kekuatan Roh Kudus" ( Roma 15:13 ). Ibadah dipenuhi dengan pengharapan—lagu-lagu, kredo, dan perjamuan kudus menantikan perjamuan kawin Anak Domba. Bersukacita dalam pengharapan harus masuk dalam permohonan doa dan ibadah yang kita lakukan.
- Tulisan lainnya di werua blog:
- Bersukacitalah
- Pengharapan Umat TUHAN
- Bersukacita Dalam Pengharapan
- TUHAN Adalah Mazmurku
- TUHAN Mengoyakkan Kain Perkabungan
- Pengharapan Umat TUHAN
- TUHAN Itu Pengharapan
- Transformasi Melalui Penderitaan
- Pengharapan Kemuliaan Saat Kedatangan Yesus Kembali
- TUHAN Itu Sumber Penghiburan
