Duri Dalam Daging

Dan supaya aku jangan meninggikan diri karena penyataan-penyataan yang luar biasa itu, maka aku diberi suatu duri di dalam dagingku, yaitu seorang utusan Iblis untuk menggocoh aku, supaya aku jangan meninggikan diri. Tentang hal itu aku sudah tiga kali berseru kepada Tuhan, supaya utusan Iblis itu mundur dari padaku. Tetapi jawab Tuhan kepadaku: "Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna." Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku. 2 Korintus 12:7-9

Paulus alami duri dalam daging berdasarkan penjelasan di 2 Korintus 12:7 terjadi setelah percaya kepada Yesus, dan secara lebih spesifik, setelah ia menerima penyataan-penyataan surgawi yang luar biasa dengan penjelasan secara kronologisnya adalah:
1. Paulus Sudah Menjadi Percaya. Peristiwa pertobatan Paulus (saat itu masih Saulus) dicatat dalam Kisah Para Rasul 9. Semua peristiwa yang ia ceritakan dalam 2 Korintus 12 terjadi jauh setelah pertobatannya. Ia sudah menjadi seorang rasul dan pelayan Injil.
2. Urutan Peristiwa dalam 2 Korintus 12: 2-4: Paulus menceritakan pengalamannya 14 tahun yang lalu (dari waktu ia menulis surat ini) diangkat ke surga tingkat ketiga ("Firdaus"). Ini adalah pengalaman rohani yang luar biasa dan mendalam yang dialaminya sebagai seorang percaya.
3. Ayat 7: Setelah menerima penyataan-penyataan yang hebat itu, kemudian diberikanlah kepadanya "duri dalam daging". "Dan supaya aku jangan meninggikan diri karena penyataan-penyataan yang luar biasa itu, diberikan kepadaku suatu duri di dalam dagingku, yaitu seorang utusan Iblis untuk menggocoh aku, supaya aku jangan meninggikan diri."

Duri dalam daging dialami Paulus SETELAH ia menjadi orang percaya kepada Yesus. Tuhan mengizinkan "duri" ini justru karena Paulus sudah menjadi percaya dan telah menerima berkat dan penyataan yang luar biasa. Tujuannya adalah: Untuk mencegah kesombongan rohani: Pengalaman rohani yang tinggi berisiko membuat seseorang menjadi angkuh. "Duri" ini berfungsi sebagai pengingat yang konstan akan kelemahannya sendiri, sehingga ia tetap bergantung pada Tuhan. Penyataan yang luar biasa diimbangi dengan kelemahan yang menyakitkan, sehingga ia tetap rendah hati. Jadi, "duri dalam daging" bukanlah kutukan atas masa lalunya yang menganiaya jemaat, melainkan alat penjagaan ilahi dalam pelayanannya yang sudah berjalan, untuk memastikan bahwa kuasa yang dinyatakan melalui pelayanannya adalah kuasa Kristus, bukan kehebatan pribadi Paulus.

"Duri dalam daging" yang dialami Paulus adalah salah satu teka-teki alkitabiah yang paling banyak diperdebatkan. Karena Paulus sendiri tidak menjelaskan secara spesifik, para penafsir telah mengajukan berbagai kemungkinan selama berabad-abad, yaitu antara lain:

  • Gangguan Fisik (Penyakit atau Kondisi Medis) atau percaya bahwa "daging" merujuk secara harfiah pada tubuh fisiknya. Misalnya: - Gangguan Penglihatan: Teori ini didukung oleh pernyataan Paulus dalam Galatia 4:15 ("...karena aku, kamu telah rela mencungkil matamu dan memberikannya kepadaku.") dan Galatia 6:11 di mana ia menulis dengan "huruf-huruf yang besar". Tulisan besar bisa mengindikasikan masalah penglihatan.
    - Sakit Kepala/Migrain: Gejala seperti sakit kepala hebat yang bisa membuatnya tidak berdaya untuk sementara waktu.
    - Epilepsi: Serangan epilepsi dapat menjelaskan mengapa ia mungkin dianggap "lemah" dan bisa datang tiba-tiba.
    - Gangguan Bicara: Beberapa berpendapat Paulus adalah pembicara yang tidak menarik (2 Korintus 10:10), yang mungkin disebabkan oleh cacat bicara.
  • Pencobaan atau Pergumulan Spiritual. Paulus menyebutnya "utusan Iblis", beberapa tafsiran mengarah pada serangan spiritual yang terus-menerus. Misal:
    - Pencobaan untuk Berdosa: Suatu kecenderungan atau kelemahan karakter tertentu yang terus-menerus ia lawan (seperti kemarahan, kesombongan, atau pikiran yang tidak suci).
    - Serangan Iblis secara Langsung: Gangguan atau tekanan spiritual yang nyata dari Iblis untuk menghalangi pelayanannya, mirip dengan apa yang dialami Ayub, tetapi dalam skala yang lebih kecil.
  • Penganiayaan dan Tekanan Eksternal. "Duri" ini bisa jadi adalah perlawanan dan penderitaan yang ia hadapi dari orang-orang lain. Misal:
    - Permusuhan dari Sesama Yahudi: Oposisi terus-menerus dari orang-orang sebangsanya yang menolak Injil dan menganiayanya di setiap kota (lihat 2 Korintus 11:24-26).
    - Tentangan dari Para Penentang di Korintus: Secara khusus, beberapa ahli menyarankan bahwa "duri" itu adalah para penentangnya yang memfitnah dan merusak karyanya di jemaat Korintus. Mereka adalah "duri" yang terus mengganggunya.
  • Gangguan Emosional atau Psikologis, beberapa penafsir modern melihatnya sebagai sebuah pergumulan internal. Misal:
    - Perasaan Bersalah atas Masa Lalunya: Kenangan akan masa lalunya yang menganiaya jemaat Tuhan (Stefanus) bisa menjadi "duri" psikologis yang terus menyiksanya.
    - Depresi atau Kecemasan: Suatu bentuk pergumulan mental yang membuatnya merasa lemah dan tertekan.
  • Kombinasi dari Beberapa Hal, beberapa penafsir berpendapat bahwa "duri dalam daging" adalah sebuah metafora yang sengaja dibuat samar oleh Paulus sehingga dapat mencakup semua bentuk penderitaan, tantangan, dan kelemahannya, baik fisik, spiritual, maupun eksternal.

Paulus sengaja tidak menyebut secara spesifik, di duga karena:
- Fokus pada Solusi, bukan Masalah: Tujuannya bukan untuk membuat orang berfokus pada penderitaannya, tetapi pada jawaban Tuhan dan kuasa-Nya yang sempurna dalam kelemahan.
- Relevansi Universal: Dengan tidak menyebutkannya secara spesifik, pengalaman Paulus menjadi relevan bagi setiap orang percaya yang bergumul dengan "duri" mereka sendiri, apa pun bentuknya. Setiap kita dapat memasukkan pergumulan kita sendiri ke dalam frasa itu dan menemukan penghiburan yang sama.

Duri dalam daging membuat Paulus berada kondisi lemah dan hal ini disadari oleh dirinya. Keberadaan duri dalam daging membuat Paulus alami perubahan dari pergumulan pribadi terhadap masalah yang dihadapi kemudian menuju penerimaan yang penuh iman dan pengertian spiritual yang mendalam. Perubahan sikap Paulus adalah:

  1. Diawali dengan permohonan doa agar duri dalam daging dicabut oleh TUHAN. Paulus awalnya memandang "duri" ini sebagai sesuatu yang negatif dan menghambat. Ia menggambarkannya sebagai: "Sebuah duri di dalam dagingku" sebagai sesuatu yang menyakitkan, mengganggu, dan terus-menerus ada. Duri itu adalah "Utusan Iblis"; sesuatu yang berasal dari musuh spiritualnya yang bertujuan untuk menyiksanya agar jangan meninggikan diri. Meski menyakitkan, ia menyadari ada tujuan ilahi di baliknya, yaitu untuk mencegahnya menjadi sombong karena penyataan-penyataan luar biasa yang diterimanya. Karena itu, sikap pertamanya adalah berdoa dengan sungguh-sungguh untuk memohon kelepasan. "Tetapi tiga kali aku berseru kepada Tuhan, supaya utusan Iblis itu mundur dari padaku." (2 Korintus 12:8). Ini menunjukkan bahwa Paulus adalah manusia biasa yang ingin terbebas dari penderitaan.
  2. Paulus alami transformasi dengan menerima Jawaban "Tidak" dari Tuhan terhadap permohonan doanya. Titik baliknya adalah ketika ia menerima jawaban dari Tuhan. Tuhan tidak mengabulkan permintaannya untuk menghilangkan "duri" tersebut, tetapi memberikan jawaban yang jauh lebih dalam: "Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna." (2 Korintus 12:9a) Jawaban ini mengubah seluruh perspektif Paulus. Tuhan tidak mengambil penderitaannya, tetapi memberikan jaminan akan kasih karunia dan penyertaan-Nya.
  3. Sikap Akhir: Penerimaan, Sukacita, dan Kekuatan di dalam Kelemahan. Setelah mendengar jawaban Tuhan, sikap Paulus berubah total. Ia tidak lagi memohon agar "duri"-nya diangkat, tetapi justru menerima dan bahkan bermegah di dalamnya. Sikap akhir Paulus dapat dinyatakan dengan pernyataan bahwa Paulus "Bermegah dalam Kelemahan". Ia berkata, "Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku." (2 Korintus 12:9b). Ia melihat kelemahannya sebagai "panggung" bagi kuasa Kristus untuk dinyatakan. Paulus rela dan puas dengan keadaan. Ia tidak lagi mengeluh tetapi menerima kondisinya dengan rela karena tahu Tuhan punya tujuan.

Duri dalam daging dikenal dalam teologi Paulus namun hal ini di alami oleh banyak orang yang percaya kepada Yesus dimana suatu kelemahan justru menjadi saluran kasih karunia dan kuasa TUHAN. Bentuk "duri dalam daging" di masa kini adalah seperti:
- Kondisi Kesehatan Kronis: Penyakit jangka panjang (seperti diabetes, lupus, fibromyalgia), cacat fisik, atau gangguan mental seperti depresi dan kecemasan yang harus dikelola seumur hidup.
- Pergumulan atau Kelemahan Karakter: Sebuah kecenderungan untuk mudah marah, perasaan tidak aman (inferiority complex), atau pertarungan melawan dosa tertentu yang sulit untuk dibebaskan.
- Keadaan Hidup yang Sulit: Hidup dalam kemiskinan, merawat anggota keluarga yang sakit parah, atau mengalami ketidaksuburan (infertility).
- Hubungan yang Sulit: Memiliki hubungan yang tegang dan menyakitkan dengan keluarga, pasangan, atau rekan kerja yang tidak kunjung membaik.
- Keterbatasan: Seorang yang sangat cerdas tetapi memiliki keterbatasan dalam bersosialisasi, atau seorang yang sangat berbakat tetapi tidak diakui.

Prinsip Ilahi yang penting berlaku bagi kita semua tentang "Duri" berdasarkan kisah Paulus adalah:
- Tujuannya Sama: Mencegah Kesombongan. Tuhan bisa mengizinkan "duri" dalam hidup kita untuk membuat kita rendah hati, bergantung sepenuhnya pada-Nya, dan bukan pada kekuatan kita sendiri.
- Jawaban Tuhan Sama: "Cukuplah Kasih Karunia-Ku". Janji Tuhan kepada Paulus adalah janji bagi semua orang percaya. Di dalam setiap kelemahan kita, kasih karunia-Nya cukup untuk menopang dan memampukan kita.
- Paradoks yang Sama: "Jika Aku Lemah, Maka Aku Kuat". Kekuatan sejati kita sebagai orang Kristen justru terlihat ketika kita mengakui kelemahan kita dan membiarkan Kristus bekerja melalui kelemahan itu.
- Disimpulkan bahwa "duri dalam daging" bukanlah milik Paulus saja. Itu adalah pengalaman manusia yang diangkat menjadi wahana untuk kuasa ilahi.

Kita tidak tahu persis berapa lama waktu yang dibutuhkan Paulus dari pertama kali mengalami "duri" itu hingga ia bisa sepenuhnya menerima dan mensyukurinya. Alkitab tidak memberi timeline yang spesifik tetapi ada tahapan progresif dan dapat melakukan mengestimasi rentang waktunya berdasarkan 2 Korintus 12:7-10. Yaitu:

  • Tahap 1: Pengalaman Awal dan Doa (Ayat 7-8). "Duri" itu diberikan setelah ia mendapat penyataan luar biasa. Reaksi pertamanya adalah berdoa meminta kelepasan. Ia melakukannya "tiga kali". Berdoa "tiga kali" dalam konteks Alkitabiah (seperti Yesus di Taman Getsemani) seringkali melambangkan serangkaian doa yang sungguh-sungguh dan berulang dalam suatu periode waktu, bukan hanya tiga kali dalam satu hari. Ini menunjukkan sebuah proses pergumulan yang berlangsung cukup lama. Ia tidak langsung menerima.
  • Tahap 2: Menerima Jawaban Tuhan (Ayat 9a). Setelah periode berdoa itu, Tuhan akhirnya menjawab. Jawaban-Nya bukan "ya" untuk menghilangkan duri, tetapi sebuah kebenaran baru: "Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna." Momen ini adalah titik baliknya. Di sini, Paulus mulai memahami tujuan ilahi di balik penderitaannya.
  • Tahap 3: Penerimaan dan Sukacita (Ayat 9b-10) Setelah mendengar dan merenungkan jawaban Tuhan, sikap Paulus berubah total. Ia sekarang bisa berkata, "Karena itu aku senang dan rela di dalam kelemahan, di dalam siksaan, di dalam kesukaran, di dalam penganiayaan dan kesesakan oleh karena Kristus. Sebab jika aku lemah, maka aku kuat." Inilah puncaknya, di mana ia tidak hanya menerima, tetapi "senang dan rela" (bersukacita) dalam kelemahannya.
  • Estimasi rentang waktu, di sini Paulus memberi kita satu petunjuk waktu yang penting:
    "Aku tahu tentang seorang Kristen; empat belas tahun yang lampau -- entah di dalam tubuh, aku tidak tahu, entah di luar tubuh, aku tidak tahu, Allah yang mengetahuinya -- orang itu tiba-tiba diangkat ke tingkat yang ketiga dari surga." (2 Korintus 12:2). Penyataan itu terjadi 14 tahun sebelum ia menulis surat 2 Korintus yaitu pernyataan "Duri dalam daging". Surat 2 Korintus ditulis pada saat ia sudah mencapai tahap penerimaan dan sukacita penuh (Tahap 3).
  • * Kesimpulan Estimasi: Proses Paulus dari pertama kali mendapat "duri" hingga bisa menulis dengan keyakinan penuh seperti dalam 2 Korintus 12:10 memakan waktu hingga 14 tahun, atau kurang dari 14 tahun atau disimpulkan:
    - Kemungkinan Terlama: Jika "duri" itu diberikan segera setelah pengalaman surgawinya, maka proses penerimaannya bisa memakan waktu sekitar 14 tahun.
    - Kemungkinan Tercepat: Jika "duri" itu diberikan beberapa tahun setelah pengalaman surgawinya, maka prosesnya lebih singkat, mungkin beberapa tahun.
    - Ini bukanlah proses instan. Butuh waktu bertahun-tahun bagi Paulus untuk bergumul dalam doa, mendengar suara Tuhan, dan akhirnya mengalami perubahan paradigma yang radikal dalam memandang kelemahannya.

Bagi Paulus pun yang merupakan seorang rasul besar sekalipun, butuh waktu lama untuk sampai pada titik penerimaan. Ini memberi kita ruang untuk tidak frustasi jika kita masih bergumul dengan "duri" kita. Kunci Perubahannya adalah Firman Tuhan: Perubahan sikap Paulus tidak terjadi karena "duri"-nya hilang, tetapi karena ia mendengar dan mempercayai janji Tuhan ("Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu..."). Penerimaan datang dari pengertian akan kebenaran Allah, bukan dari perubahan keadaan. Tujuan Akhirnya adalah Kekuatan Ilahi: Tuhan membiarkan proses ini berlangsung sampai Paulus benar-benar memahami bahwa kelemahannya adalah saluran bagi kuasa Kristus. Proses waktu diperlukan untuk pelajaran yang sangat mendalam ini. Paulus melalui sebuah perjalanan iman yang panjang yang akhirnya mengubah kelemahannya dari sebuah kutukan menjadi sebuah mahkota, karena di dalamnya, kuasa Kristus menjadi sempurna.

Setelah Paulus menerima "duri dalam daging" dengan ucapan syukur, dalam perjalanan misi Paulus yang ketiga hadir Lukas (tabib yang disebut dalam Kolose 4:14 sebagai “Lukas, tabib yang kami kasihi”). Identitas Lukas adalah seorang tabib dan Pendamping Setia Paulus. Lukas adalah dokter (Yunani: iatros), kemungkinan berlatar belakang Yunani atau Hellenis, terlatih dalam ilmu kedokteran pada masa Romawi (abad ke-1 M). Ia mendampingi Paulus dalam perjalanan misionaris ketiga (Kisah Para Rasul 16:10 dan seterusnya – ditandai dengan penggunaan “kami” dalam narasi). Pada akhir hidup Paulus, Lukas adalah satu-satunya yang tetap setia saat yang lain meninggalkan: “Lukas saja yang menyertai aku.” (2 Timotius 4:11)

Diduga Lukas merawat Paulus secara medis karena Lukas adalah tabib profesional dan bepergian bersama Paulus selama bertahun-tahun. Ia pasti merawat luka, kelelahan, atau penyakit fisik Paulus (misalnya akibat cambukan, kapal karam, atau perjalanan jauh). Sekalipun “duri dalam daging” diduga tidak bisa diobati secara medis secara utuh sepenuhnya) mengingat itu adalah “utusan Iblis” yang diizinkan Tuhan untuk tujuan rohani (mencegah kesombongan). Namun Lukas diduga melakukan pendampingan holistik: fisik, emosional, dan rohani. Bukan penyembuh “duri”, tapi penopang dalam penderitaan.

Kehadiran Lukas diperkirakan melakukan hal-hal yang bersifat khusus, seperti:
1. Perawatan Fisik yaitu kemungkinan memberikan: Obat herbal (umum pada masa itu), perawatan luka (Paulus sering dicambuk, dirajam) dan manajemen nyeri atau demam (jika “duri” berupa penyakit kronis seperti malaria atau gangguan penglihatan)
2. Dukungan Emosional. Paulus sering depresi atau putus asa (2 Korintus 1:8). Lukas, sebagai sahabat dekat, menjadi pendengar, penghibur, dan penyemangat.
3. Saksi Rohani. Lukas menulis Injil Lukas dan Kisah Para Rasul – dua kitab terpanjang di Perjanjian Baru. Ia merekam penderitaan Paulus sebagai teladan iman, termasuk bagaimana Paulus tetap melayani meski sakit.
4. Teladan Kasih Karunia Tuhan. Kehadiran Lukas menunjukkan: Tuhan menyediakan penolong manusiawi meski tidak menghapus penderitaan. Kasih karunia Tuhan bekerja melalui komunitas (termasuk tabib).

Lukas Bukan Penyembuh, tapi penopang kasih karunia. Lukas tidak menghapus “duri dalam daging” Paulus, karena itu adalah alat Tuhan. Lukas menjadi “tangan Tuhan” dalam bentuk manusiawi: merawat, mendampingi, dan mencatat.
Analogi Modern:Bayangkan seorang pasien kanker stadium lanjut: Dokter onkologi (seperti Lukas) tidak bisa menyembuhkan total, tapi: Memberi kemoterapi, mengurangi rasa sakit, menemani sampai akhir. Diduga kehadiran Lukas: mengurangi beban fisik, tapi tidak menghapus rencana Tuhan. Pendapat teolog antara lain:
- F.F. Bruce: “Lukas kemungkinan merawat Paulus dari berbagai penyakit perjalanan, tapi ‘duri dalam daging’ adalah penderitaan yang Tuhan izinkan tetap ada.”
- John Stott: “Lukas adalah bukti bahwa kasih karunia Tuhan datang tidak hanya secara supranatural, tetapi juga melalui sahabat dan keahlian manusia.”

Duri dalam daging tidak menghentikan pelayanan Paulus. TUHAN menyediakan segala sarana dan prasarana yang diperlukan oleh Paulus dalam kelemahan termasuk akibat adanya duri dalam daging. Pelajaran bagi orang percaya saat ini untuk tidak melihat "duri" Anda sebagai bukti bahwa Tuhan meninggalkan Anda. Lihatlah itu sebagai kesempatan untuk mengalami kecukupan kasih karunia-Nya dan kuasa-Nya yang sempurna dalam kelemahan Anda, persis seperti yang dialami Paulus.

Dengan hadirnya duri dalam daging dalam pelayanan dan kehidupan Paulus, memberikan dampak yang penting, berupa:

  • Kerendahan Hati vs. Kesombongan Rohani. Menekankan bahwa karunia rohani yang luar biasa (penglihatan, wahyu) berpotensi menimbulkan kesombongan — dan Allah menggunakan penderitaan/kelemahan sebagai alat pembentukan karakter.
  • Teologi Kelemahan dan Kasih Karunia. Inti Injil Paulus: kuasa Allah justru nyata dalam kelemahan manusia (bandingkan. 2 Korintus 4:7; 12:9–10). Ini kontras dengan nilai dunia yang mengagungkan kekuatan, prestise, dan kemampuan.
  • Penderitaan dalam Pelayanan. “Duri dalam daging” (yang identitas pastinya masih diperdebatkan — bisa sakit fisik, musuh, godaan, gangguan mental, dll.) bukan hukuman, tapi alat disiplin ilahi untuk menjaga kerendahan hati dan ketergantungan pada Kristus.
  • Otoritas yang Dibentuk oleh Salib. Paulus menolak model kepemimpinan yang berbasis pada kehebatan pribadi. Otoritasnya sah justru karena ia serupa dengan Kristus yang lemah di kayu salib — tetapi justru di situlah kuasa Allah dinyatakan.

Hadirnya duri dalam daging adalah pesan yang disampaikan Paulus bahwa kelemahan, penderitaan, dan kerendahan hati sebagai tanda pelayanan sejati dalam Kristus yang berbeda dengan para “rasul palsu” (2 Korintus 11:13) yang membanggakan pencapaian duniawi, penglihatan, dan karisma rohani. Paulus enggan bermegah, tetapi terpaksa menyebut pengalaman mistisnya (“diangkat ke tingkat ketiga dari sorga”, “diangkat ke Firdaus”) — namun ia memilih tidak membanggakannya demi kerendahan hati dan agar jemaat tidak menilainya melebihi apa yang mereka lihat dan dengar darinya. Bagaimana dengan "para rasul" saat ini?







Tulisan lainnya di werua.blogspot:
Bermegah Dalam Kelemahan
Allah Itu Mencukupi
Bunga Bakung Diantara Duri-Duri
Yesus Pun Hidup Dalam Ketegangan
Penciptaan Amat Baik
TUHAN Itu Penyembuh
Lelah Menjalani Kehidupan
Perjanjian Garam Kasih Karunia - DIgarami Oleh Api
Berhitung Biaya Mengikuti Yesus
Teguh Dalam TUHAN


Posting Komentar

komentar

Lebih baru Lebih lama

Random Posts


Sebab Tuhan adalah Roh; dan dimana ada Roh Allah, disitu ada kemerdekaan 2 Korintus 3:17