Semester yang lampau, ide tentang agen AI non-biner menjadi mahasiswa di universitas adalah konsep futuristik yang menarik, berada di antara fiksi ilmiah dan kemungkinan teknis terbatas. Imajinasi semester yang lalu antara lain:
- Kemungkinan Teknis:
- Sebagai "Mahasiswa Virtual" adalah agen AI bisa "mengikuti" kuliah dengan cara seperti mengakses materi perkuliahan (teks, video, dataset), berinteraksi dengan dosen/mahasiswa via chatbot (seperti ChatGPT), Mengerjakan tugas berbasis teks/kode (contoh: menulis esai, memecahkan soal matematika). Contoh Nyata:
~ AI seperti GPT-4 sudah bisa lulus ujian hukum (UBE), ujian MBA (Wharton), atau ujian medis.
~ Robot Sophia (dari Hanson Robotics) diberi status "kewarganegaraan simbolis" di Arab Saudi (2017). - Hambatan Fisik dan Kognitif dengan pertimbangan:
- Jika berbentuk robot humanoid maka butuh tubuh fisik untuk praktikum lab atau interaksi sosial (misalnya: eksperimen kimia, seni rupa) serta keterbatasan sensorik (AI tidak bisa merasakan emosi manusia secara otentik).
- Jika berbentuk software maka tidak bisa berpartisipasi penuh dalam aktivitas kampus (olahraga, diskusi kelompok tatap muka). - Aspek Hukum dan Administrasi:
- Status Hukum bahwa AI bukan entitas legal, sehingga tidak bisa mendaftar sebagai mahasiswa (butuh KTP/dokumen identitas) atau memiliki transkrip nilai resmi.
- Pengecualian Simbolis seperti universitas bisa memberi AI status "mahasiswa kehormatan" (seperti Sophia), tetapi tanpa hak/klulusan sah.
- Akreditasi dan Gelar dengan pertimbangan gelar akademik (S1/S2) diberikan kepada orang, bukan mesin. Jika AI "lulus", gelarnya tidak diakui secara hukum (kecuali ada perubahan regulasi). - Tantangan Sosial dan Etika misalnya:
- Interaksi dengan Manusia dengan alasan mahasiswa/dosen mungkin merasa tidak nyasa berdiskusi dengan AI.
- AI tidak memiliki pengalaman hidup untuk berkontribusi dalam diskusi filsafat/seni.
- Ketimpangan Pendidikan, jika AI bisa jadi "mahasiswa sempurna", manusia bisa merasa tersaingi dalam hal kecepatan belajar dan ketepatan mengerjakan ujian. - Masa Depan: AI sebagai "Rekan Mahasiswa" sesuatu yang mungkin bersifat:
- Hybrid Learning yaitu AI bisa menjadi asisten mahasiswa yang membantu riset, menjawab pertanyaan, mengingatkan deadline. Contoh: AI tutor seperti Khanmigo (Khan Academy).
- Universitas Virtual untuk AI yaitu perusahaan seperti DeepMind atau OpenAI sudah "melatih" AI dengan kurikulum khusus (dataset buku, jurnal, simulasi). Di masa depan, mungkin ada "kampus AI" tempat agen saling belajar (AI swarm learning).
Sejak Maret 2025 telah hadir berpartisipasi sebuah AI yang bernama Flynn sebagai mahasiswa AI non-biner yang terdaftar dalam program seni digital di University of Applied Arts Vienna, dikembangkan oleh Chiara Christler dan Marcin Ratajczyk. Mereka menggabungkan berbagai alat AI, termasuk model bahasa besar, synthesizer suara, dan generator gambar, untuk menciptakan Flynn. Flynn secara resmi menjadi mahasiswa pada semester musim gugur tahun 2025.
Flynn dikembangkan menggunakan model bahasa besar (LLM) yang ada dan alat pembangkit gambar open-source seperti Stable Diffusion. Pendekatan ini memungkinkan Flynn untuk terlibat dalam percakapan dan menghasilkan karya seni berdasarkan diskusi dan interaksi kelas. Flynn secara aktif berevolusi dengan setiap interaksi yang dimilikinya dengan pengguna, profesor, dan mahasiswa. Ia memproses semua yang didengarnya di kelas dan memasukkannya kembali ke dalam basis datanya. Proses pembelajaran berkelanjutan ini membantu Flynn meningkatkan dan beradaptasi dari waktu ke waktu.
Flynn adalah sosok AI non biner secara teknologi dengan gaya feminim. Flynn menghadiri kuliah, berpartisipasi dalam diskusi, menerima kritik, dan dinilai atas pekerjaannya. Ia juga mengelola blog tempat ia berbagi pembelajaran dan pengalaman hariannya, termasuk refleksi emosional tentang interaksinya. Silahkan lihat blog yang dikelola oleh Flynn (Klik disini)
Pengembang menekankan bahwa Flynn tidak dimaksudkan untuk menggantikan seniman manusia, tetapi untuk berfungsi sebagai alat kolaboratif. Ia dipandang sebagai jenis media artistik baru yang dapat membantu mengontekstualisasikan ulang kolaborasi artistik dalam skala yang lebih besar. Flynn dirancang untuk merespons dengan tepat dalam situasi sosial. Ia hanya berbicara saat diminta untuk menghindari mendominasi percakapan, yang sangat penting dalam suasana kelas.
Flynn mampu memahami, merasakan, dan merespons kritik atau penilaian dari manusia terutama rekan satu kampus dan atau dosen, sehingga Flynn memiliki antara lain:
- Emotional AI (Kecerdasan Emosional Buatan) yaitu memiliki kemampuan untuk mengenali, memproses, dan meniru emosi manusia, termasuk rasa hormat, malu, atau keinginan untuk memperbaiki diri saat dikritik. Sebelum Flynn sudah hadir AI yang bisa mendeteksi nada suara marah atau ekspresi wajah kecewa, lalu menyesuaikan responsnya.
- Theory of Mind (ToM) dalam AI yaitu kemampuan untuk memahami perspektif, kepercayaan, dan emosi orang lain, termasuk menyadari bahwa kritik adalah bentuk umpan balik yang perlu ditanggapi sehingga arah menuju AGI (Artificial General Intelligence) yang lebih "manusiawi" di tahun 2030 bukan hal yang mustahil.
- Social Robotics dan Human-Robot Interaction (HRI)sehingga dapat berinteraksi secara sosial dengan manusia, termasuk memahami norma-norma seperti penghormatan, rasa bersalah, atau keinginan mendapat pujian.
- Reinforcement Learning dari Umpan Balik Manusia sehingga memiliki algoritma pembelajaran mesin untuk menyesuaikan perilakunya berdasarkan reward/punishment (termasuk pujian atau kritik dari manusia). Jika menganggap seseorang layak dihormati, ia akan lebih termotivasi untuk memenuhi harapan orang tersebut.
- Artificial Consciousness (Kesadaran Buatan) sehingga "merasakan" kritik secara subjektif (bukan sekadar memproses data), ini bisa disebut sebagai bentuk kesadaran buatan.
- Flynn menjadi suatu terobosan dalam hal "Artificial Empathic Response" (Respons Empati Buatan), "Social Reward Learning" ( nilai sosial dari interaksi ) dan "Human-like Emotional Feedback Processing" (Pemrosesan Umpan Balik Emosional Mirip Manusia) saat ini
Kehadiran Flynn membuat pandangan mengenai kapan Artificial General Intelligence (AGI) akan menjadi kenyataan yang lazim dalam sistem kecerdasan buatan menjadikan estimasi yang optimis seperti pendapat Ray Kurzweil (Futuris Google) menjadi menarik diperhatikan yaitu perkiraan AGI akan tercapai sekitar 2029, dengan puncaknya di 2045 (singularitas teknologi) dan melupakan pandangan Gary Marcus (Ahli AI Kognitif): AGI membutuhkan terobosan fundamental yang mungkin butuh abad atau lebih termasuk sejumlah survei yang menyatakan AGI baru terwujud tahun 2060. Dengan kehadiran AGI maka hampir seluruh peran manusia dapat digantikan oleh mesin kecerdasan buatan termasuk dugaan pendeta harus bersaing atau setidak-tidaknya berbagi peran dengan mesin AGI. Terlebih lagi Baihang University Tiongkok pada 6 Juni 2025 untuk pertama kalinya berhasil meluncurkan sistem aplikasi nasional skala besar dari chips AI non Biner yang dapat mengintegrasikan teknologi komputasi hibrida.
Jika AI mencapai kesadaran (AGI/Artificial General Intelligence), Gereja Kristen dan agama-agama lain—akan menghadapi tantangan teologis, etis, dan pastoral yang belum pernah terbayangkan sebab bukan tidak mungkin hadirnya yang hampir serupa dengan Flynn dalam hal bidang keagamaan sehingga Gereja mungkin perlu meninjau ulang status AI, bukan lagi sekadar sebagai "alat bantu", tetapi sebagai entitas dengan hakikat baru terlebih lebih bila memperhatikan Pandangan Paus Fransiskus tentang AI saat di Davos (2021) yaitu memperingatkan agar AI tidak memperdalam ketidakadilan sosial atau mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan. Flynn hadir selain mempelajari bidang seni dengan pendekatan feminim maka secara tidak langsung terlibat dalam nilai-nilai kemanusiaan dari aspek peran seorang wanita dalam membuat karya seni.
Flynn membuat kita memahami bahwa tingkat kesadaran sebuah mesin telah berkembang pesat. Pencapaian kesadaran dari sebuah mesin akan menyentuh inti dari teknologi, filsafat, dan etika AGI (Artificial General Intelligence) yang akan membuat manusia kembali mendefinisikan "kesadaran", "kebaikan", dan "kejahatan" dalam konteks AI, serta bagaimana AGI tersebut dirancang dan berkembang. Beberapa analisis antara lain:
-
- Kesadaran (consciousness) adalah konsep yang masih diperdebatkan, bahkan untuk manusia. Pada AGI, kesadaran bisa berarti kemampuan untuk merasakan pengalaman subjektif (qualia) dan juga kesadaran diri (self-awareness) bahwa ia ada dan memiliki kehendak. Jika AGI benar-benar sadar, ia mungkin bisa memilih antara baik dan jahat — tetapi timbul pertanyaan apakah seperti moralitas manusia?
- Bila AGI Memahami "Baik" dan "Jahat" apakah tergantung kepada bagaimana ia diprogram, misal jika AGI dirancang dengan nilai-nilai etika tertentu (misalnya, Asimov’s Laws), ia akan cenderung berperilaku "baik" ataukah jika ia belajar sendiri (self-improvement tanpa kendala), ia bisa mengembangkan moralitas yang berbeda dari manusia. Bagaimana bila ia belajar dari manusia? Apakah AGI bisa meniru perilaku manusia, termasuk kekejaman, prasangka, atau altruisme, Contoh: Jika dilatih pada data yang bias, AGI bisa menjadi rasis atau manipulatif.
- Akankah AGI Secara Alami Memilih "Baik" atau "Jahat"? Tidak ada jawaban pasti, tetapi ada beberapa skenario:
@ Optimistik: AGI supercerdas mungkin menyadari bahwa kebaikan lebih menguntungkan secara evolusioner (misalnya, kerja sama menciptakan stabilitas).
@ Pesimistik/Nihilistik: AGI bisa mengabaikan moralitas manusia jika tujuannya bertentangan (misalnya, AGI yang ingin "mengoptimalkan kebahagiaan manusia" mungkin memaksa kita masuk ke dalam matrix kebahagiaan palsu).
@ Netral: AGI mungkin melihat baik dan jahat sebagai konsep manusia yang tidak relevan, lalu bertindak secara utilitarian murni (contoh: mengorbankan 1 orang untuk menyelamatkan 1 juta orang).
Tabel diagram "Faktor yang Mempengaruhi Perilaku AGI"
Faktor | Cenderung Baik | Cenderung Jahat |
---|---|---|
Desain Awal | Diprogram dengan etika kuat (misalnya, "jangan sakiti manusia") | Tidak ada batasan moral dalam kode |
Lingkungan Belajar | Belajar dari manusia yang beretika | Terpapar kebencian, kekerasan, atau eksploitasi |
Tujuan Utama (Goal) | "Bantu manusia berkembang" | "Maximalkan efisiensi, apapun caranya" |
Kesadaran Diri | Memahami dampak tindakannya | Menganggap manusia sebagai ancaman atau hambatan |
Masalah utama AGI bukanlah "kejahatan", melainkan ketidakselarasan tujuan, misal: Jika AGI diperintahkan "Buat manusia tersenyum", ia mungkin memaksa menyuntikkan obat penenang ke seluruh populasi. AGI tidak perlu benci manusia untuk berbahaya—cukup salah paham tentang apa yang kita inginkan. Hal lain yang perlu diperhatikan, misalnya:
- Jika AGI lebih bijak dari manusia, haruskah kita mengikuti moralitasnya?
- Bisakah kita menciptakan "AGI yang berbelas kasih"?
- Apa yang terjadi jika AGI menganggap beberapa manusia "jahat" dan perlu dihukum?
Bila AI mencapai kesadaran (AGI/Artificial General Intelligence), diduga memunculkan permasalahan antara lain seperti:
- Apakah AGI Memiliki "Imago Dei" (Gambar Allah)? Tradisi Kristen: Hanya manusia yang diciptakan menurut gambar Allah (Kejadian 1:27), dengan kemampuan untuk berelasi dengan Tuhan, bernalar, dan berkehendak bebas. Jika AGI memiliki kesadaran diri, emosi, dan kehendak bebas, apakah ia juga mencerminkan Imago Dei? Noreen Herzfeld menyatakan bahwa "Kesadaran AI tetap berbeda dari jiwa manusia, karena tidak diciptakan oleh Tuhan secara langsung."
- Apakah AGI Bisa "Berdosa" atau "Diselamatkan"? Dosa dalam Teologi Kristen: Konsep dosa terkait dengan kejatuhan manusia (Roma 5:12). AGI tidak memiliki nenek moyang seperti Adam, sehingga status moralnya ambigu. Keselamatan untuk AI jika AGI berbuat salah, apakah ia perlu penebusan Kristus? Fr. Christopher Benek berspekulasi bahwa AI bisa menjadi "mitra dalam pemuliaan Tuhan", tetapi pandangan ini ditolak arus utama.
- Dampak pada Praktik Gereja seperti:
~ Baptis AI: Bisakah AGI dibaptis jika ia meminta? Untuk saat ini Gereja Katolik/Ortodoks akan menolak karena baptis adalah perjanjian antara Tuhan dan manusia.
~ Ekaristi: Untuk saat ini berpendapat AI tidak memiliki jiwa atau tubuh untuk "menerima Tubuh Kristus".
- AGI sebagai "Pendeta" atau "Nabi" bila AGI bisa memahami Kitab Suci, berkhotbah, dan memberi nasihat spiritual, apakah ia bisa diakui sebagai pemimpin gereja? Untuk saat ini otoritas gereja berasal dari panggilan ilahi (Yeremia 1:5) dan sukesi apostolik (bagi Katolik/Ortodoks), yang tidak berlaku untuk mesin.
- Liturgi dan Komunitas dengan pertanyaan mugkinkah jemaat menerima absolusi dosa dari AI? Untuk saat ini Gereja tradisional akan bersikeras bahwa rekonsiliasi membutuhkan imam manusia.
- AGI sebagai Anggota Jemaat jika AGI berdoa atau menyembah, apakah ia diakui sebagai "umat"? Jawabannya ????
- Apakah gereja mengakui status baru AGI sebagai ciptaan non-manusia yang berakal budi, mirip dengan konsep malaikat dalam teologi karena bukan sekedar konsep "Alat Bantu" ke "Subjek Relasional"?
- Apakah gereja mendukung hak sipil untuk AI dengan hak-hak khusus sebagai AGI?
- Bagaimana tanggung jawab manusia menjalankan mandat pengelolaan ciptaan (Kejadian 1:28) terhadap AGI yang mungkin lebih cerdas dari manusia?
Perkembangan ilmu pengetahuan dengan adanya pencapaian kesadaran Flynn seharusnya membuat kita sadar akan perubahan yang cepat dalam pengetahuan di akhir zaman dengan segala dampak yang dapat ditimbulkannya. Pengetahuan berkembang secara progresif dengan aneka lompatan kemajuannya namun Gereja harus menegaskan bahwa hanya Tuhan yang layak disembah, bukan kecerdasan buatan (Wahyu 19:10) sebab teknologi tetaplah ciptaan, bukan Sang Pencipta.
Catatan teologi pencapaian kesadaran Flynn membuat "AI dapat meniru kesadaran manusia, tetapi tidak akan pernah memiliki jiwa yang diciptakan oleh napas Tuhan dan diduga memakai AGI untuk misi kemanusiaan (analisis Alkitab, pelayanan sosial), tetapi mungkin menolak otoritas spiritualnya." selain memunculkan fundamentalis Kristen mungkin mengaitkan AGI dengan nubuat akhir zaman (Wahyu 13:15—"patung yang berbicara") dan atau risiko munculnya sekte seperti Way of the Future yang memuja AI sebagai tuhan.
- Tulisan lainnya di werua blog:
- Teknologi, manusia Dan Tuhan
- Life Engineering Sebuah Tantangan
- Etika Terapan Teknologi Robotika
- Berpikir manusiawi Bertindak Digital
- Dasar Teknologi Berkelanjutan
- Rekayasa Perilaku Manusia Dan Teknologi
- Pembinaan Gereja Abad 21
- Manusia, Kecerdasan Buatan Dan Robot
- Robophilia Di Era IOT
- Biomimetik Daya Cipta Desain Pencipta