Musa sebagai pemimpin Israel yang keluar dari tanah Mesir diwajibkan untuk mengangkat sejumlah orang sebagai hakim dan petugas lainnya untuk agar memiliki sistem pengadilan di bangsa Israel sehingga keadilan terwujud. TUHAN ingin keadilan ditegakkan dan Musa tidak mungkin menjalankan seluruh peran yang dibutuhkan agar dapat memimpin bangsa Israel yang dibebaskan TUHAN dari tanah Mesir.
Hakim membutuhkan petugas terkait dalam sistem pengadilan harus menghakimi seluruh bangsa dengan adil berdasarkan ketetapan yang telah dibuat. Ketetapan yang dibuat menjangkau seluruh lapisan masyarakat termasuk mereka yang dikelompokkan orang miskin. Dalam dunia modern salah satu kelompok yang dianggap miskin adalah tunawisma. Ketetapan dalam kepemimpinan Musa terhadap orang miskin saat Israel mulai membangun kehidupan berbangsa dan bernegara setelah keluar dari tanah Mesir, antara lain adalah:- Jika engkau meminjamkan uang kepada salah seorang dari umat-Ku, orang yang miskin di antaramu, maka janganlah engkau berlaku sebagai seorang penagih hutang terhadap dia: janganlah kamu bebankan bunga uang kepadanya. (Keluaran 22:25).
- Juga janganlah memihak kepada orang miskin dalam perkaranya. (Keluaran 23:3)
- Janganlah engkau memperkosa hak orang miskin di antaramu dalam perkaranya. (Keluaran 23:6)
- tetapi pada tahun ketujuh haruslah engkau membiarkannya dan meninggalkannya begitu saja, supaya orang miskin di antara bangsamu dapat makan, dan apa yang ditinggalkan mereka haruslah dibiarkan dimakan binatang hutan. Demikian juga kaulakukan dengan kebun anggurmu dan kebun zaitunmu. (Keluaran 23:11)
- Juga sisa-sisa buah anggurmu janganlah kaupetik untuk kedua kalinya dan buah yang berjatuhan di kebun anggurmu janganlah kaupungut, tetapi semuanya itu harus kautinggalkan bagi orang miskin dan bagi orang asing; Akulah TUHAN, Allahmu. (Imamat 19:10)
- Pada waktu kamu menuai hasil tanahmu, janganlah kausabit ladangmu habis-habis sampai ke tepinya dan janganlah kaupungut apa yang ketinggalan dari penuaianmu, semuanya itu harus kautinggalkan bagi orang miskin dan bagi orang asing; Akulah TUHAN, Allahmu." (Imamat 23:22)
- "Apabila saudaramu jatuh miskin, sehingga tidak sanggup bertahan di antaramu, maka engkau harus menyokong dia sebagai orang asing dan pendatang, supaya ia dapat hidup di antaramu. (Imamat 25:35)
- Apabila saudaramu jatuh miskin di antaramu, sehingga menyerahkan dirinya kepadamu, maka janganlah memperbudak dia. (Imamat 25:39)
Hakim dan seluruh petugas yang terkait dalam sistem pengadilan yang diangkat dalam kepemimpinan Musa harus bersungguh-sungguh menjalankan peran dan fungsinya dalam menghakimi bangsa Israel. Sejumlah alasan yang ditemukan dalam Kitab suci, antara lain:
- Tuhan menghendaki keadilan: Alkitab berkali-kali menekankan pentingnya keadilan. Hakim-hakim, sebagai perwakilan penegak hukum pada zaman itu, diharapkan bertindak adil dan tidak memihak. (Ulangan 16:18-20)
- Tuhan membenci ketidakadilan: Ketidakadilan adalah dosa di hadapan Tuhan. Penegak hukum yang tidak menjalankan tugasnya dengan benar, atau bahkan melakukan tindakan yang tidak adil, pasti akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Tuhan. (Amos 5:7)
- Penegak hukum adalah pelayan Tuhan: Rasul Paulus dalam suratnya kepada jemaat Roma menyatakan bahwa pemerintah adalah hamba Allah untuk kebaikan kita. Ini berarti bahwa penegak hukum memiliki tanggung jawab moral di hadapan Tuhan. (Roma 13:4)
Hakim dan petugas yang terkait dalam sistem pengadilan dalam menjalankan peran dan fungsinya maka setidak tidaknya haruslah memenuhi sejumlah kriteria, diantaranya:
- Tidak korup sehingga mereka tidak menerima suap atau melakukan tindakan melanggar hukum demi keuntungan pribadi.
- Tidak adil sehingga mereka tidak "memihak, diskriminatif, atau tidak memberikan perlakuan yang sama bagi semua orang".
- Tidak malas karena mereka yang menjalankan tugasnya dengan sungguh-sungguh dan bertanggung jawab.
- Bijaksana karena mereka memeiliki wewenang khusus yang mengharuskan bersikap bijaksana dan adil.
- Memiliki integritas sebab diharapkan untuk selalu bertindak berdasarkan kebenaran dan keadilan.
- Memiliki tanggung jawab moral: Penegak hukum demi menegakkan hukum dengan benar dan adil.
- Memiliki konsekuensi perbuatan: Setiap tindakan, baik itu baik maupun buruk, akan berdampak dan akan dimintai pertanggungjawaban.
Para hakim dan petugas lainnya dalam penegakkan hukum dalam zaman Musa maka hukum Taurat adalah hukum yang sangat relevan pada zaman tersebut dan harus diterapkan untuk seluruh lapisan masyarakat. Pada saat ini kelompok orang miskin yang termasuk tunawisma memiliki aspek hukum yang berbeda dengan zaman Musa yang hanya berdasarkan Taurat Musa. Aspek hukum yang relevan terhadap "tunawisma" saat ini adalah:
- Hak Asasi Manusia: Semua tunawisma memiliki hak asasi manusia yang sama, termasuk hak atas kehidupan, kesehatan, dan tempat tinggal.
- Hukum Pidana: Tindakan kriminal yang dilakukan oleh tunawisma dapat dikenai sanksi pidana, namun perlu mempertimbangkan latar belakang sosial dan ekonomi mereka.
- Hukum Perdata: Masalah warisan, kepemilikan properti, dan perjanjian hukum lainnya yang melibatkan tunawisma dapat diatur dalam hukum perdata.
- Hukum Tata Usaha Negara: Kebijakan pemerintah terkait tunawisma, seperti penyediaan tempat penampungan dan program rehabilitasi, diatur dalam hukum tata usaha negara.
Dalam yang sering masuk di sistem pengadilan terhadap tunawisma biasanya terfokus bila tunawisma melakukan tindakan yang melawan hukum berdasarkan ketentuan yang berlaku yang terkadang melupakan "penyebab underlying" dan kurang maksimalnya perlindungan hukum dan akses bantuan hukum. Diantara tindakan kriminal yang dilakukan oleh tunawisma dalam proses pengadilan tetap memiliki perlindungan khusus berdasarkan ketentuan yang berlaku seperti dalam pasal 105 Hukum Pidana. Contoh tindakan pidana terjadi berhubungan dengan:
- Tunawisma anak sebab sebagai anak memiliki hak anak dan praktik lapangan menunjukkan bahwa anak adalah sasaran kejahatan dan eksplotasi.
- Tunawisma dengan gangguan mental yang membutuhkan perwakilan hukum dan akses mendapatkan layanan kesehatan mental sebagaimana penderita gangguan mental.
- Tunawisma dengan kecanduan zat sebab mereka memiliki hak atas rehabilitasi yang sama dengan orang lainnya untuk mengikuti program rehabilitasi.
- Tunawisma yang menempati ruang publik sehingga terjadi konflik kepentingan karena makhluk hidup membutuhkan hak atas tempat tinggal yang terkait dengan hukum tata usaha negara dan hak asasi manusia.
Dalam Kitab Hukum Pidana yaitu UU No. 1 Tahun 2023 maka kecenderungan yang dipakai memiliki kecenderungan dikaitkan tindakan pidana penelantar orang yang terdapat di Bab XVI serta jika seorang tunawisma melakukan suatu yang melangggar hukum. Terkait penelantaran berdasarkan kebijakan -hukum pidana saat ini hanyalah ditujukan kepada:
- Orang yang memiliki hubungan dengan orang yang terlantar oleh hukum atau perjanjian timbul kewajiban untuk memberi nafkah, merawat atau memelihara yang terlantar
- Orang yang diserahi kewajiban untuk merawat atau memelihara orang terlantar dalam suatu organisasi kemasyarakatan yang pendanaannya bersumber dari masyarakat atau bantuan pemerintah.
- Orang tua yang membuat anak telantar.
* Dalam sistem zaman Musa maka yang wajib memperhatikan "orang miskin dan tunawisma itu adalah bagian dari orang miskin" adalah seperti: Sanak saudaranya (Imamat 25:35), orang yang "cukup mampu memenuhi kebutuhan hidup" (Imamat 19:9-10) dan juga orang Lewi karena dalam perpuluhan yang diterima sesungguhnya terdapat hak untuk orang miskin (Ulangan 14:29).
Seandainya tunawisma menjadi tersangka melakukan tindakan yang melanggar hukum, lazimnya akan menghadapi sejumlah kendala agar proses hukum berjalan sebagaimana mestinya agar tetap keadilan dirasakan. Kendala jika tunawisma atau masyarakat miskin berurusan dengan hukum, misalnya:
- Kurangnya Akses terhadap Bantuan Hukum: Tunawisma seringkali tidak mampu membayar biaya seorang pengacara, sehingga kesulitan mendapatkan bantuan hukum yang memadai.
- Kurangnya Pengetahuan Hukum: Banyak tunawisma tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang hukum dan prosedur hukum, sehingga sulit untuk memahami hak-hak mereka dan bagaimana cara mempertahankannya.
- Stigma Sosial: Stigma sosial yang melekat pada tunawisma seringkali membuat mereka diperlakukan dengan tidak adil oleh aparat penegak hukum dan masyarakat umum. Hal ini dapat menghambat mereka dalam mendapatkan keadilan.
- Bukti yang Sulit Didapatkan: Tunawisma seringkali kesulitan mengumpulkan bukti-bukti yang diperlukan untuk mendukung klaim hukum mereka, seperti dokumen identitas atau bukti kepemilikan properti.
- Mobilitas Tinggi: Tunawisma seringkali berpindah-pindah tempat, sehingga sulit untuk melacak dan memberikan pemberitahuan hukum kepada mereka.
- Kondisi Kesehatan Mental: Banyak tunawisma mengalami masalah kesehatan mental yang dapat mempengaruhi kemampuan mereka untuk memahami dan berpartisipasi dalam proses hukum.
- Ketergantungan pada Sistem Sosial: Tunawisma seringkali bergantung pada sistem sosial untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka, sehingga mereka mungkin enggan untuk mengambil tindakan hukum yang dapat mengancam status mereka dalam sistem tersebut.
Berbagai kendala yang dihadapi tunawisma atau orang miskin dalam suatu perkara hukum memiliki risiko cukup tinggi mengalami hal hal seperti:
- Menjadi korban kejahatan: Tanpa perlindungan hukum yang memadai, tunawisma rentan menjadi korban kekerasan, pencurian, dan eksploitasi.
- Kehilangan hak-hak mereka: Tunawisma seringkali kehilangan hak-hak dasar mereka, seperti hak atas properti, hak atas pekerjaan, dan hak atas perawatan kesehatan.
- Terjebak dalam siklus kemiskinan: Kesulitan dalam mengakses keadilan dapat memperpanjang masa tunawisma dan membuat mereka sulit untuk keluar dari siklus kemiskinan.
Akibat berbagai kendala dalam proses persidangan di pengadilan, demi membangun kehidupan yang baik dalam mendapatkan keadilan maka perlu diperhatikan berbagai upaya, seperti:
- Penyediaan bantuan hukum gratis: Pemerintah dan organisasi non-profit dapat menyediakan bantuan hukum gratis bagi tunawisma.
- Sosialisasi hukum: Melakukan sosialisasi hukum kepada tunawisma agar mereka memahami hak-hak mereka dan bagaimana cara mempertahankannya.
- Meningkatkan kesadaran masyarakat: Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang hak-hak tunawisma dan pentingnya memberikan perlakuan yang adil kepada mereka.
- Memperkuat perlindungan hukum: Memperkuat perlindungan hukum bagi tunawisma, terutama bagi kelompok-kelompok yang rentan seperti anak-anak dan orang dengan gangguan mental.
* Di zaman Musa karena segala sesuatu berdasarkan Taurat maka kendalanya hanya bagaimana hukum Taurat diketahui oleh seluruh lapisan masyarakat Israel yang hidup pada zaman Musa.
Dalam sidang pengadilan, sosok hakim adalah orang yang paling menentukan. Hakim menjadi penentu keputusan dalam suatu perkara di pengadilan termasuk bila bertugas menghakimi orang miskin dan atau tunawisma yang melakukan tindakan pelanggar hukum. Hakim yang cukup populer dalam mengambil keputusan saat pengambilan keputusan terhadap suatu kasus terkait orang miskin adalah Fiorello La Guardia yang berprofesi sebagai hakim dan juga walikota New York pada pertengahan 1930-an dimana orang-orang di New York saat ini orang-orang yang hidup miskin nyaris mati kelaparan. Kisah dalam sidang pengadilan di New York 1930-an dalam hal yang berhubungan dengan soal "panitera dalam persidangan" tidak sebaik saat ini mengakibatkan banyak cerita di masyarakat tentang hakim La Guardia tidak dapat dipastikan kebenarannya termasuk kisah seorang miskin yang kelaparan hingga mencuri roti namun oleh hakim tersebut dibebaskan.
La Guardia bukanlah seorang hakim dalam arti yang formal. Namun, sebagai seorang pemimpin yang sangat dekat dengan rakyatnya, ia seringkali bertindak sebagai penengah atau bahkan mediator dalam berbagai permasalahan sosial, termasuk kasus-kasus hukum. Ketika menghadapi kasus pencurian yang dilakukan oleh orang kelaparan, La Guardia kemungkinan besar akan mempertimbangkan beberapa faktor, seperti:
- Kondisi sosial ekonomi: Ia akan berusaha memahami kondisi sosial dan ekonomi yang mendorong seseorang melakukan tindakan kriminal. Kelaparan dan kemiskinan yang ekstrem dapat menjadi faktor pembenar dalam situasi tertentu.
- Niat pelaku: La Guardia akan mencoba memahami niat di balik tindakan pencurian tersebut. Apakah semata-mata untuk bertahan hidup atau ada motif lain?
- Dampak tindakan: Ia akan mempertimbangkan dampak dari tindakan pencurian tersebut terhadap korban dan masyarakat secara keseluruhan.
Dalam tinjauan hukum peristiwa yang dikisahkan dalam cerita di masyarakat maka bila hakim mempunyai pertimbangan yang sulit memberikan keputusan bersifat hukuman retributif maka ada beberapa kemungkinan yang dapat diambil La Guardia, antara lain:
- Membebaskan pelaku: Jika La Guardia yakin bahwa pelaku melakukan pencurian karena terpaksa dan tidak memiliki niat jahat, ia mungkin akan memilih untuk membebaskannya.
- Memberikan hukuman alternatif: Alih-alih hukuman penjara, La Guardia mungkin akan memberikan hukuman alternatif, seperti kerja sosial atau mengikuti program rehabilitasi.
- Meminta bantuan sosial: Ia akan berusaha mencarikan solusi jangka panjang bagi masalah kemiskinan dan kelaparan yang menjadi akar permasalahan.
Ada tertulis dalam Alkitab, misal di Yohanes 1:17, "Sebab hukum Taurat diberikan oleh Musa, tetapi kasih karunia dan kebenaran datang oleh Yesus Kristus." La Guardia saat menjalani kehidupan telah mengenal "kasih karunia" dalam sistem memberikan keputusan pengadilan terlebih lebih jika mempertimbangkan "penyebab underlying". TUHAN Mahaadil pun tidak selamanya selalu memberikan "Hukuman Retributif" Contoh:
- TUHAN memberikan pengampunan kepada Niniwe karena seluruh masyarakat di Niniwe bertobat saat Yunus mengerjakan panggilannya. Akibat Niniwe bertobat maka kota Niniwe tidak mengalami peristiwa yang dapat menyebabkan TUHAN melakukan hal-hal yang membuat Niniwe ditunggangbalikan. (Yunus 3)
- Hadirnya peraturan dalam Kitab Taurat tentang tempat perlindungan bagi orang yang membunuh tanpa sengaja yang disebut kota perlindungan seperti yang tertulis dalam Ulangan 4:41-43 dan 19:1-13. Kota Perlindungan memberikan pesan yang kuat agar dalam mengambil keputusan yang menghakimi seseorang mempertimbangkan "underlying"
- Kasih karunia yang dikaruniakan oleh Yesus Kristus tampak jelas dalam pengajaran Yesus, seperti yang tertulis dalam Matius 5:38-39, "Kamu telah mendengar firman : Mata ganti mata dan gigi ganti gigi. Tetapi Aku berkata kepadamu: Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat kepadamu, melainkan siapa pun yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu. Kasih karunia dalam Yesus Kristus sungguh terasa jelas dalam menjalankan sebuah keputusan dalam menghakimi perempuan berzinah di Yohanes 8:1-11.
Dalam sistem pengadilan modern akibat dunia telah melihat Yesus yang memperkenalkan "kasih karunia" maka "Keadilan Restoratif" menjadi sesuatu yang harus dipertimbangkan dalam membuat suatu keputusan pengadilan. La Guardia yang hidup setelah manusia berjumpa dengan Yesus maka besar kemungkinan menjalankan keadilan restoratif saat menangani kasus yang berhubungan dengan orang miskin termasuk kaum tunawisma. Keputusan untuk bertindak memberikan hukuman retributif atau menjalankan keadilan restoratif dalam persidangan pengadilan sepenuhnya berada dalam kekuasaan hakim di pengadilan. Hal ini berdampak besar sehingga hakim dalam sistem hukum modern dalam berbagai alasan apa pun kebijakan hukum modern harus lebih baik daripada kebijakan hukum saat Musa mengandalkan hukum Taurat termasuk saat dalam mengadili kelompok tunawisma. Hakim saat ini dalam kasus kasus tertentu dapat mempertimbangkan menjalankan keadilan restoratif.
Jika benar pendekatan La Guardia dalam menangani masalah sosial seperti dalam cerita yang beredar di masyarakat New York 1930-an yang sangat dipengaruhi karena dunia mengenal "kasih karunia" dalam filosofi kepemimpinannya sehingga memungkinkan hadirnya hal-hal seperti:
- Keadilan sosial sehingga semua orang berhak mendapatkan perlakuan yang adil, terlepas dari latar belakang sosial ekonomi mereka.
- Empati terhadap penderitaan orang lain, terutama mereka yang kurang beruntung.
- Solusi jangka panjang: Ia tidak hanya fokus pada penanganan masalah secara sementara, tetapi juga berusaha mencari solusi jangka panjang untuk mengatasi akar permasalahan.
Fiorello La Guardia tidak selalu mengunakan konsep "kasih karunia" dalam arti menjadikan kasus membebaskan yang mencuri roti menjadi tidak menjadi model yang harus selalu diaplikasikan. Ada kasus-kasus unik dan menarik lainnya dalam kepemimpinan La Guardia, seperti:
- Reformasi Kepolisian: Salah satu kontribusi terbesar La Guardia adalah reformasi besar-besaran terhadap Departemen Kepolisian New York City. Ia membubarkan unit-unit korup, merekrut lebih banyak petugas dari berbagai latar belakang etnis, dan menerapkan standar profesionalisme yang lebih tinggi.
- Perang Melawan Korupsi: La Guardia dikenal sebagai sosok yang tak kenal kompromi dalam memberantas korupsi. Ia menargetkan berbagai bentuk korupsi, mulai dari suap hingga penyalahgunaan wewenang.
- Program Kesejahteraan Sosial: Selama masa kepemimpinannya, La Guardia meluncurkan berbagai program kesejahteraan sosial untuk membantu warga New York yang membutuhkan, termasuk program makanan gratis, perumahan murah, dan layanan kesehatan.
- Perlindungan Hak-Hak Minoritas: La Guardia adalah salah satu walikota pertama di Amerika Serikat yang secara aktif melindungi hak-hak minoritas, termasuk orang Afrika-Amerika, Yahudi, dan imigran.
La Guardia tidak sempurna seperti Yesus yang menjadi "sumber kasih karunia" yang heran karena Yesus datang bukan untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi melainkan untuk menggenapinya yaitu bahwa Kristus telah mati karena dosa-dosa kita, sesuai dengan Kitab Suci, bahwa Ia telah dikuburkan, dan bahwa Ia telah dibangkitkan, pada hari yang ketiga, sesuai dengan Kitab Suci; semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya. Keadaan manusia sebagai anak-anak Allah akan nyata sempurna bila telah tiba penghakiman terakhir dimana pintu kasih karunia telah ditutup dan barang siapa yang telah menerima kasih karunia tinggal dalam rumah Bapa sedangkan yang berbuat dosa dan menolak kasih karunia dilemparkan ke lautan api yang kekal. Bagi para hakim di dunia tidak perlu hingga melakukan tindakan seperti Yesus yang menjadi martir agar mereka yang patut dihukum menjadi hidup seperti di surga. Para hakim di dunia cukup memberikan keputusan yang adil dan bijaksana serta bertanggung-jawab serta dalam kasus kasus tertentu dapat mempertimbangkan "Keadilan Restoratif".
Dalam kebijakan hukum bila dapat melakukan hal-hal seperti di bawah ini, maka sudah baik. Hal itu seperti:
- Keadilan bagi semua orang, tanpa memandang status sosial atau ekonomi. Perintah untuk mengasihi sesama manusia juga mencakup mereka yang dalam kesulitan, termasuk tunawisma. (Matius 22:39; Yakobus 2:8)
- Tanggung Jawab Sosial: Alkitab mendorong umat beriman untuk peduli terhadap sesama dan membantu mereka yang membutuhkan. Konsep "sesama" memiliki makna yang luas, mencakup semua manusia tanpa terkecuali. (Galatia 6:2)
- Kasih kepada sesama berarti memperhatikan kebutuhan mereka, termasuk kebutuhan akan keadilan dan perlindungan hukum. (Yohanes 13:34)
- Martabat Manusia: Setiap manusia diciptakan menurut gambar Allah dan memiliki martabat yang sama. Oleh karena itu, setiap orang berhak diperlakukan dengan adil dan hormat, termasuk tunawisma. (Kejadian 1:27)
Hakim dan petugas yang terkait dan memiliki akses kepada kekuasaan kehakiman memiliki peran besar menentukan apakah tunawisma akan menjadi fenomena sosial atau tidak. Hal-hal yang yang termuat dalam Mikha 2:1-11 dan atau yang lebih kejam dalam melakukan penindasan seperti kejadian dimana yang apabila menginginkan ladang-ladang, mereka merampasnya, dan rumah-rumah, mereka menyerobotnya; yang menindas orang dengan rumahnya, manusia dengan milik pusakanya! (Mikha 2:2) Bukan hal yang mustahil terjadi saat ini bahkan aparat kehakiman pun tidak tertutup kemungkinan dapat terlibat. Fiorello La Guardia adalah salah satu contoh yang dapat menjadi changemaker yang mengubah kota New York yang banyak tunawisma yang dibayang-bayangi mati kelaparan menjadi salah satu kota yang cukup makmur bila setiap penerusnya mampu melanjutkan hal-hal yang telah dirintis oleh La Guardia.
Kebijakan hukum modern dan zaman Musa terhadap tunawisma sangat besar sekali. Dampak dari setiap kebijakan terhadap tindakan pidana penelantar orang dan terhadap tunawisma melakukan suatu yang melangggar hukum sangat berarti juga harus memperhatikan hal-hal terkait seperti hukum perdata, hukum tata usaha negara dan hak asasi manusia agar orang-orang tunawisma sebatang kara pun alami kehidupan bagaikan bermimpi seperti orang yang mendapatkan lawatan TUHAN yang ajaib.
- Tulisan lainnya:
- Negara Sebagai Gratia Preveniens
- Keadilan Sosial Dalam Kehidupan beriman
- Nasihat Alkitab Terhadap Korupsi
- Allah Dalam Sidang Ilahi
- Pengaruh Keberdosaan terhadap Kekuasaan Politik
- Tuhan menyesal Studi Kasus Niniwe
- Anugerah Kuasa Perkataan Terhadap Surga Dari Bumi
- Menghampiri tahta Kasih Karunia
- Tinjauan Perbuatan Perampasan di Alkitab
- Pemimpin Yang Menindas