Teks di atas adalah sikap dan tindakan Yesus yang berperan penting bagi orang sekeliling Yesus sehingga mereka dapat makan sampai kenyang lalu mengumpulkan potongan-potongan roti itu sebanyak dua belas bakul. Mungkinkan kedua belas murid Yesus itu yang mengumpulkan sisa potongan roti yang dibagikan kepada lima ribu orang yang lapar. Banyak hal yang tidak diketahui, misalnya: Apakah rombongan dalam team yang dibentuk Yesus membawa bakul sebagai sarana logistik? Jika sarana logistik, apa saja ruang lingkupnya yang diharapkan? Berapa ukuran besar dan berat bobot dari setiap bakul yang biasa dibawa oleh rombongan Yesus? Apakah bakul itu fungsinya seperti tas ransel pada zaman saat ini?
Sisa roti adalah bagian dari "food waste" yang saat ini menjadi isu global. Bila berbicara "food waste" tidak boleh melupakan "food loss". Food loss merupakan fenomena di mana makanan hilang dalam tahap produksi, pengolahan, penyimpanan, dan distribusi, sebelum mencapai tahap konsumsi. Dalam hal ini, food loss merujuk pada makanan yang hilang sebelum sampai ke konsumen. Penyebabnya bisa beragam, seperti terjadi kerusakan, tumpah, gagal panen, dan lain-lain. Sedangkan "food waste" merujuk pada makanan yang layak konsumsi yang terbuang. Jika food loss terjadi di awal rantai pasokan makanan, maka food waste terjadi di akhir, menyangkut proses distribusi dan konsumsi. Food waste dapat terjadi di rumah tangga, restoran, supermarket, dan lain sebagainya. Roti yang tersisa karena Yesus ternyata melakukan mujizat melipatgandakan roti melampaui kebutuhan adalah bentuk dari "food waste". Penulis tidak mengetahui apakah "food waste" dari mujizat yang dilakukan Yesus adalah hal yang membuat kagum atau tidak. Apakah jumlah pelipatgandaan roti yang dilakukan Yesus lebih efisien dalam sehingga lamanya Yesus memecah-mecahkan roti lebih baik dari chef profesional yang mempersiapkan makanan untuk lima ribu orang sampai puas? Berdasarkan perhitungan Food and Agriculture Organization (FAO), sekitar sepertiga dari makanan yang diproduksi untuk dimakan malah berakhir hilang atau terbuang.Limbah sisa makanan suatu hal yang sulit dihindari. Amsal 27:7 menyatakan "Orang yang kenyang menginjak-injak madu, tetapi bagi orang yang lapar segala yang pahit dirasakan manis". Hal kenyang dan lapar adalah bagian integral dari siklus metabolisme tubuh. Kedua sensasi ini diatur oleh berbagai faktor, termasuk hormon, saraf, dan sinyal kimia lainnya yang bekerja sama untuk menjaga keseimbangan energi tubuh. Ketika kita makan, tubuh memecah makanan menjadi nutrisi yang kemudian digunakan sebagai energi atau disimpan sebagai cadangan. Ketika cadangan energi mulai menipis, tubuh akan mengirimkan sinyal lapar untuk mendorong kita mencari makanan. Secara teoritis bila mampu mengidentifikasi sinyal-sinyal lapar dan kenyang yang sebenarnya, kita dapat menghindari makan berlebihan atau sebaliknya, kekurangan nutrisi serta dapat menekan "food waste".
Yesus memberi perhatian yang besar terhadap makanan yang tersisa sehingga menarik perhatian untuk dimakan oleh mereka yang kelaparan sebab segala sesuatu bagi orang lapar sangat memikat, rasa pahit pun dirasakan manis. Makan yang tersisa menarik perhatian orang lapar yang dikisahkan oleh Yesus Kristus setidak-tidaknya ada dua macam, yaitu: Makanan sisa yang dikonsumsi oleh orang kaya yang mungkin diperuntukkan bagi anjing peliharaannya pun dimakan oleh Lazarus dan juga makanan sisa dari hewan babi berupa ampasnya disebuah peternakan pun ingin dimakan oleh orang yang kelaparan. Perbedaan utama antara mereka adalah situasi yang menjadi sebab sampai ada orang menginginkan makan sisa orang lain dan ada orang yang sampai menginginkan sisa hewan ada situasinya. Orang kelaparan sampai makanan hewan pun menarik perhatian adalah saat terjadinya kelaparan yang hebat sedangkan saat kondisi normal orang yang kelaparan bersaing dengan hewan peliharaan dan juga hewan liar yang ada disekitar manusia untuk mendapatkan makan sisa. (Lukas 14:14-17 dan Lukas 16:21)
Bila kondisi kelaparan yang ekstrem menurut catatan sejarah Israel di Alkitab sebuah kepala keledai berharga delapan puluh syikal perak dan seperempat kab tahi merpati berharga lima syikal perak (2 Raja-raja 6:25) Kisah kelaparan dalam sejarah Israel karena bangsa Aram melakukan pengepungan yang sangat kuat maka menimbulkan harga yang tidak masuk akal untuk makanan. Harga pangan menunjukkan tingkat keputusasaan yang sangat tinggi di antara penduduk Samaria. Mereka rela membayar mahal untuk apa saja yang bisa dimakan, bahkan jika itu adalah sesuatu yang biasanya dianggap menjijikkan. Hal yang aneh adalah mengapa tahi merpati bisa berharga? Kemungkinan besar, tahi merpati digunakan sebagai pupuk untuk menanam tanaman. Dalam kondisi kelaparan yang ekstrem, orang-orang akan melakukan apa saja untuk mendapatkan makanan, termasuk menggunakan tahi merpati sebagai pupuk untuk menanam tanaman yang bisa dimakan.
Penulis tidak mengetahui makan babi yang dalam peternakan skala yang termasuk usaha peternakan saat Firman mengenakan daging serupa dengan manusia yaitu dinamakan Yesus. Ampas makanan babi menjadi sasaran orang miskin karena hanya itu yang diharapkan. Dalam krisis pangan yang ekstrem sangat mustahil menemukan makanan yang tersisa di tempat-tempat umum. Orang kaya pun saat krisis makanan yang hebat melanda akan menghargai makanan yang dipilihnya untuk dimakan sehingga akan memnghabiskan makanan yang tersaji. Ukuran dan fisiologinya mirip dengan manusia termasuk soal pencernaan. Keduanya memiliki organ-organ pencernaan yang serupa dan berfungsi untuk memecah makanan menjadi nutrisi yang dapat diserap tubuh. Namun perbedaan yang perlu diperhatikan adalah panjang usus dan jenis enzim pencernaan yang dihasilkan sebab secara teori babi "lebih unggul" dalam sistem pencernaan sehingga hampir dapat dikatakan bahwa babi dapat memakan setiap makanan yang dikonsumsi oleh manusia. Hal lain yang patut diperhatikan dalam rekayasa genetik xenotransplantasi maka babi adalah pilihan utama.
Antara manusia dan babi memiliki persamaan dalam sistem pencernaan yaitu antara lain:
- Kedua spesies memiliki organ pencernaan utama yang sama, termasuk mulut, kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, dan anus.
- Kedua spesies Fungsi dalam sistem pencernaan adalah memecah makanan menjadi nutrisi yang dapat diserap oleh tubuh, dan mengeluarkan sisa-sisa makanan yang tidak tercerna.
Perbedaan antara manusia dan babi dalam sistem pencernaan, yaitu:
- Babi memiliki usus yang lebih panjang dibandingkan manusia. Usus yang lebih panjang memungkinkan babi menyerap nutrisi dari makanan yang lebih berserat, seperti tumbuhan. Hal ini mencerminkan adaptasi babi terhadap makanan yang lebih beragam.
- Babi cenderung memiliki enzim yang lebih efisien dalam mencerna serat, sedangkan manusia lebih mengandalkan bakteri usus untuk membantu mencerna serat.
- Babi adalah omnivora yang dapat mencerna berbagai jenis makanan, mulai dari tumbuhan hingga daging. Manusia juga omnivora, namun kecenderungan makan daging pada manusia lebih bervariasi antar budaya.
- Usus besar babi memiliki fungsi yang lebih besar dalam fermentasi dibandingkan dengan usus besar manusia. Hal ini memungkinkan babi untuk menyerap lebih banyak nutrisi dari makanan yang sulit dicerna.
Dalam kondisi normal, seorang tunawisma, gelandangan dapat mendapatkan makanan dari sisa-sisa orang yang tidak menghabiskan makanannya. Lazarus pun dapat hidup dari sisa makanan orang kaya sekalipun harus bersaing dengan sejumlah anjing yang menjadi peliharaan orang kaya. Yesus yang hidup dipengaruhi budaya Helenis karena Israel alami penjajahan Romawi maka ada sejumlah budaya Helenis mempengaruhi warga Israel saat ini dalam memelihara anjing, antara lain:
- Peran sosial: Anjing memiliki berbagai peran dalam masyarakat, mulai dari hewan peliharaan hingga hewan pekerja.
- Mitologi dan agama: Mitos dan kepercayaan agama memberikan makna simbolis pada anjing.
- Kelas sosial: Kepemilikan anjing tertentu dapat menjadi simbol status sosial.
* Budaya Helenis (Yunani) dalam hal memelihara anjing terasa hingga saat ini. Hal sederhana dari pengaruh Yunani adalah kehadiran anjing ras yang masih tetap bernilai ekonomis cukup tinggi dan bentuknya sangat lucu yakni anjing Maltese.
Orang kaya yang hidup zaman Yesus dengan orang kaya saat ini diperkirakan tidak mengalami perbedaan dalam hal gaya konsumsi makanan yaitu cenderung menghasilan "food waste". Bila food waste zaman dahulu dan zaman saat ini tetap sama tetap menimbulkan perbedaan sebab orang kaya yang memiliki perhatian lebih terhadap hewan peliharaan saat ini akan mempertimbangkan makanan khusus yang dirancang untuk hewan kesayangannya. Apa saja yang menjadi hewan kesayangan orang-orang yang memiliki hewan kesayangan biasanya tersedia di pasar atau tempat tertentu karena hadirnya industri makanan untuk keperluan segala binatang peliharaan sehingga dipastikan "food waste" saat ini bertambah lebih banyak dibandingkan zaman dahulu.
Selain perubahan pola konsumsi hewan yang dipelihara manusia sebab dahulu kala biasanya pemilik hewan selalu mengutamakan memberikan makanan sisa bila hewan tersebut dianggap dapat mencerna makanan sisa tersebut sedangkan hewan memiliki makanan yang dirancang secara khusus untuk setiap hewan agar hewan lebih sejahtera dan hak asasi hewan pun lebih diperhatikan oleh sejumlah pemilik hewannya diperlakukan seperti manusia sehingga ciri khas yang unik dan kepribadian dari hewan tersebut alami pergeseran yang mungkin merugikan binatang kesayangan. Memelihara hewan dengan memperhatikan hak asasi hewan itu baik termasuk dalam hal memberi makanan yang memang dirancang untuk hewan tetapi dalam gaya hidup demikian maka pola konsumsi sebagai manusia pun harus memperhatikan sistem metabolisme tubuh dengan lebih bijaksana
Perubahan pola makan manusia dari zaman dahulu hingga saat ini memiliki dampak yang signifikan terhadap masalah pemborosan makanan. Ada perubahan karena perjalanan waktu, antara lain adalah:
- Situasi saat Yesus hidup memiliki ciri antara lain:
- Keterbatasan Sumber Daya: Pada zaman dahulu, sumber daya makanan masih terbatas. Orang-orang lebih menghargai makanan karena mereka tahu bagaimana sulitnya mendapatkannya.
- Masakan Sederhana: Masakan umumnya sederhana dan berbahan dasar lokal. Sisa makanan seringkali diolah kembali menjadi makanan lain atau diberikan kepada hewan ternak.
- Nilai Sosial: Membuang makanan dianggap sebagai perbuatan yang boros dan tidak menghargai pemberian Tuhan.
- Komunitas: Masyarakat hidup dalam komunitas yang erat, sehingga ada rasa tanggung jawab bersama untuk mengelola sumber daya makanan secara efisien. - Situasi saat ini memiliki ciri antara lain:
- Kelebihan Produksi: Pertanian modern memungkinkan produksi makanan dalam skala besar, namun seringkali terjadi kelebihan produksi yang menyebabkan pemborosan.
- Konsumsi Berlebihan: Gaya hidup konsumtif mendorong orang untuk membeli lebih banyak makanan daripada yang dibutuhkan.
- Makanan Olahan: Meningkatnya konsumsi makanan olahan membuat makanan lebih mudah rusak dan dibuang.
- Budaya Buang: Masyarakat modern cenderung lebih cepat membuang makanan yang dianggap tidak layak konsumsi, padahal masih bisa dimanfaatkan.
- Perubahan Pola Makan: Perubahan gaya hidup dan tren makanan cepat saji juga berkontribusi pada peningkatan pemborosan makanan.
Sikap Yesus sehingga murid-muridnya mengumpulkan sisa roti mengurangi pemborosan makanan yang memberikan dampak bagi lingkungan, ekonomi dan sosial. Ada sejumlah makna dari sikap Yesus sehingga mengumpulkan sisa roti setelah membagikan roti untuk lima ribu orang, antara lain:
- Menghargai makanan: Kegiatan mengumpulkan sisa roti mengajarkan kita untuk lebih menghargai makanan dan tidak menganggapnya sebagai sesuatu yang biasa.
- Berkelanjutan: Dengan memanfaatkan sisa roti, kita berkontribusi pada upaya mengurangi limbah makanan dan melindungi lingkungan.
- Kreativitas: Mengolah sisa roti menjadi makanan lain dapat mengasah kreativitas kita dalam memasak.
- Peduli sesama: Sisa roti yang dikumpulkan dapat disumbangkan kepada mereka yang membutuhkan, sehingga kita turut berkontribusi dalam membantu sesama.
Bila tindakan Yesus terjadi saat ini maka sisa roti yang masih layak konsumsi bisa diolah menjadi berbagai macam makanan lezat dan bergizi sesuai dengan pola konsumsi saat ini. Misalnya:
- Roti panggang: Roti yang sudah keras bisa dipanggang kembali hingga kering dan renyah, lalu dioleskan dengan mentega atau selai.
- Crouton: Roti dipotong dadu kecil, lalu dipanggang hingga kering dan renyah. Cocok untuk taburan salad atau sup.
- Breadcrumbs: Roti dihaluskan menjadi serbuk roti yang bisa digunakan sebagai bahan pelapis makanan lain, seperti daging atau sayuran.
- Roti bakar Prancis: Roti tawar yang sudah keras bisa dipotong tebal, diolesi dengan telur dan keju, lalu dipanggang hingga kecoklatan.
- Pudding roti: Roti tawar yang direndam dalam susu, kemudian ditambahkan telur, gula, dan rempah-rempah, lalu dipanggang.
- Pancake: Roti yang sudah keras bisa dihaluskan menjadi tepung dan digunakan untuk membuat pancake.
Tindakan yang dicontohkan oleh Yesus dan murid-murid-Nya dalam memanfaat sisa roti berdampak setidak-tidaknya dalam hal:
- Mengurangi pemborosan makanan: Dengan mengolah sisa roti, kita mengurangi jumlah makanan yang berakhir di tempat sampah.
- Menghemat pengeluaran: Mengolah sisa roti menjadi makanan baru dapat menghemat pengeluaran untuk membeli makanan.
- Meningkatkan kreativitas dalam memasak: Mengolah sisa roti dapat menjadi cara yang menyenangkan untuk mengembangkan keterampilan memasak.
- Menjaga lingkungan: Mengurangi pemborosan makanan berkontribusi pada pelestarian lingkungan.
Laporan indeks sampah makanan 2024 dari UNEP tentang estimasi sampah makanan global pada tahun 2022 menunjukkan data bahwa ada 1.321.052 juta ton sampah makanan secara global dengan penyumbang terbesar adalah sektor rumah tangga yaitu 79.31 juta ton. Ini menunjukkan bahwa 19 persen dari makanan yang tersedia untuk dikonsumsi terbuang. Sampah makanan yang terbuang menambah angka 13 persen pangan dunia yang hilang dalam rantai pasokan mulai dari pasca panen hingga dan tidak termasuk ritel. Catatan Indonesia adalah ditaksir menghasilkan 14,73 juta ton sampah makanan dari rumah tangga, dengan tingkat kepercayaan medium. Sedangkan data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan adalah total timbunan sampah di Indonesia pada tahun 2023 adalah 69,9 juta ton dengan catatan 41,4% adalah sisa makanan sehingga estimasi yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia lebih besar dari estimasi perhitungan UNEP. Sementara menurut Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat didaerahnya sampah dari makanan adalah 50% dari total sampah. Selain data makan yang terbuang, UNEP juga mencatat bahwa ada 783 juta orang menderita kelaparan dan 150 juta orang anak mengalami stunting tiap tahunnya secara global. Mengenai kondisi Indonesia berdasarkan data FoodCycle Indonesia, 5,9% atau 16,2 juta jiwa penduduk Indonesia mengalami kelaparan. Sementara itu, berdasarkan data SSGI tahun 2023, 21,6% balita di Indonesia mengalami stunting. Hal yang menarik adalah menurut kajian Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) bersama Waste4Change dan World Research Institute, sampah sisa makanan di Indonesia mencapai 115-184 kilogram (kg) per kapita per tahun dalam kurun 2000-2019. Apabila dimanfaatkan, sampah makanan tersebut diproyeksi akan dapat mencukupi gizi 61-125 juta warga Indonesia.
Hal yang lazim dipikirkan dan menjadi program dari manusia modern terhadap kenyataan semakin menumpuknya sampah, antara lain:
- Memberikan insentif untuk mengurangi food loss dan food waste.
- Mendukung teknologi dan inovasi pengelolaan sampah.
- Memfasilitasi pengadaan bank makanan.
- Memfasilitasi akses petani ke konsumen.
- Menyosialisasikan gaya hidup minim sampah.
- Mendorong penerapan ekonomi sirkular.
- Mengoptimalkan fasilitas pengelolaan sampah menjadi energi listrik, RDF, SRF, dan biogas.
- Menyarankan masyarakat mengomposkan sampah organik.
- Mendorong restoran menyediakan wadah atau bungkus makanan.
Masyarakat modern acapkali melupakan kearifan tradisional dalam mengelola sisa makanan yaitu memelihara hewan peliharaan yang efektif mengurangi limbah sisa makanan selain mengolah sisa makanan ke bentuk makanan lain dan atau berbagi untuk sesama. Yesus yang hidup pada masa lampau cenderung melihat penyelesaian masalah melalui pendekatan tradisional. Hewan peliharaan manusia memang beragam namun berdasarkan sebatas tulisan ini dalam kisah yang diceritakan Yesus ada dua hewan yang dipertimbangkan yaitu hewan kesayangan dan hewan ternak. Pendekatan tradisonal mungkin efektif karena telah melalui rangkaian pengujian oleh para pendahulunya terlebih-lebih bila di kombinasikan dengan pendekatan modern yang sarat dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus mengalami perkembangan sesuai dengan keadaan zaman.
Secara umum memelihara hewan memiliki manfaat dalam hal ini membatasi bahasan, hanyalah hewan kesayangan dan hewan ternak. Manfaatnya adalah:- Bila hewan itu adalah hewan kesayangan maka kemungkinan manfaat yang didapat antara lain:
- Teman sejati yang dapat mengurangi kesepian dan meningkatkan mood
- Meningkatkan Kesehatan Mental sehingga dapat berharap mampu mengurangi kecemasan dan rasa percaya diri.
- Meningkatkan Kesehatan Fisik karena diharapkan terjadinya aktivitas fisik dan juga menurunkan tekanan darah.
- Dukungan Sosial karena hewan dapat menjadi topik percakapan yang dapat membangun hubungan sosial terlebih-lebih bila bergabung dengan komunitas pencinta hewan. - Bila hewan ternak maka kemungkinan manfaat yang didapat adalah antara lain: menjadi sumber pangan (makanan), sumber bahan baku, dapat menjadi alternatif tenaga kerja (membajak sawah, alat angkut dll) saat saat sarana modern mengalami masalah, sarana investasi dan dalam kasus tertentu dapat memiliki fungsi sosial.
TUHAN dalam menciptakan langit dan bumi, DIA membuat sistem yang namanya rantai makanan. Pemazmur dalam Mazmur 104:24 mengatakan "Betapa banyak perbuatan-Mu, ya TUHAN, sekaliannya Kaujadikan dengan kebijaksanaan, bumi penuh dengan ciptaan-Mu". Ciptaan TUHAN yang ajaib dalam hal yang menarik diperhatikan sebab itu adalah dasar dari prinsip biomimetik. Manusia dalam mengembangkan dan memelihara bumi agar amanat budaya terlaksana harus memperhatikan prinsip biomimetik yang diletakkan oleh TUHAN saat menciptakan langit dan bumi disamping tidak melupakan sejumlah hukum alam diantaranya memelihara ekosistem seperti memperhatikan prinsip sistem rantai makanan.
Kisah orang yang miskin kemudian memutuskan bekerja disebuah peternakkan dengan harapan dapat mengenyangkan perutnya adalah sebuah pola pikir orang tempo dulu di sekitar lokasi tertentu dimana Yesus hidup. Kisah dari anak yang hilang mengambarkan konsep cara berpikir tradisional orang yang miskin sehingga mungkin tidak memiliki uang sehingga untuk tinggal di saat mengalami masa kelaparan dapat bertahan hidup tetapi tidak mau mengemis namun oleh Yesus dijadikan pelajaran untuk hal-hal yang bersifat rohani yaitu sikap BAPA Pencipta Langit dan Bumi menantikan mereka yang terhilang dari memilih perbuatan dosa yang sebenarnya dapat mencuri, membunuh dan membinasakan agar bertobat dan datang kepada TUHAN Sang Bapa Sejati yang sanggup memberikan kelegaan sempurna pada waktunya.
Catatan penting hal tradisional yang hilang sehingga sisa makanan cenderung bertambah banyak diantaranya:
- Pergeseran Nilai: Nilai-nilai tentang menghargai makanan dan menghindari pemborosan semakin berkurang di masyarakat modern.
- Ketergantungan pada Industri: Ketergantungan pada industri makanan membuat kita lebih jauh dari sumber makanan dan kurang menghargai proses produksi makanan.
- Pengaruh Budaya Konsumtif: Budaya konsumtif mendorong kita untuk membeli lebih banyak daripada yang dibutuhkan, termasuk makanan.
Disetiap daerah mungkin memiliki kisah tradisional yang unik namun dilupakan atau sengaja diubah karena aneka pertimbangan tetapi sebenarnya efektif membuat manusia dapat bertahan hidup dan menjalani kehidupan yang mampu beradaptasi dengan lingkungannya sehingga hidupnya lebih baik daripada kehidupan tunawisma atau gelandangan tetapi harus ditunjang diberikan sentuhan ilmu pengetahuan dan teknologi modern yang tepat guna dan hasil guna sehingga meningkatkan produktivitas karena tuntutan "zaman now" berbeda dengan tuntutan hidup di masa lampau.
Sikap Yesus yang dapat melihat nilai niai tradisional tergambar dari kisah yang diutarakan tentang "food waste" dan memiliki pengaruh terhadap mereka yang berada dikalangan masyarakat bawah hingga dapat menjangkau tunawisma dan gelandangan. Kisah dari Injil Lukas memperlihatkan bahwa Yesus memperhatikan konteks budaya dalam menyampaikan kebenaran dan tetap berdiri dengan teguh dalam kebenaran dan tujuan misinya di bumi serta tidak jatuh dalam sinkretisme atau relativisme. Yesus adalah sosok yang beradaptasi dengan budaya lokal, namun mempertahankan identitasnya sebagai ANAK ALLAH YANG DATANG DARI SURGA sebagai Kebenaran sesungguhnya sehingga oleh-Nya manusia diselamatkan.
- Tulisan lainnya:
- Kerawanan Pangan Dalam Eskatologi
- Manusia Dan Makanannya
- Waspada Bila Besar Nafsu Makan
- Tinjauan Memasak Israel Kuno
- Perilaku Gangguan Makan Orang Dewasa
- Orang Miskin Dan Orang Kaya Dalam Injil Lukas
- Biomimetik Daya Cipta Desain Pencipta
- Mengelola Bumi Dan Pertumbuhan Ekonomi
- Hasil Bumi Israel Berkorelasi dengan Yahweh
- Tindakan Yusuf di Musim Kelaparan